SINGARAJA – Kesenian Janger Menyali yang sempat punah selama puluhan tahun, kini mulai dilakukan regenerasi.
Langkah regenerasi itu diambil, setelah pemerintah menuntaskan proses rekonstruksi kesenian janger ini pada tahun 2017 silam.
Regenerasi Janger Menyali dilakukan lewat metode lomba, pada ajang Pekan Apresiasi Seni (PAS) di Lapangan Bhuana Patra.
Pekan apresiasi yang biasanya melombakan janger kreasi, kini mewajibkan peserta membawakan janger menyali.
Janger Menyali sebenarnya kesenian yang cukup unik. Kesenian ini cukup tersohor pada masa sebelum kemerdekaan. Terutama di sekitar tahun 1928.
Seiring berjalannya waktu, kesenian ini makin minim peminat dan hilang sekitar tahun 1960-an. Sebaliknya janger kedaton dan janger kreasi makin bersinar.
Padahal janger menyali memiliki sejumlah keunikan. Diantaranya pakaian yang mengadopsi para komodor angkatan laut di masa kemerdekaan.
Juga lirik lagunya yang mengadopsi bahasa Indonesia. Gerakannya juga disebut-sebut cukup dinamis.
“Dulu janger menyali ini terkenal sampai ke luar daerah. Tapi seiring perkembangan jaman, janger menyali justru kalah dengan janger kreasi. Akibatnya yang berkembang ini janger kreasi.
Kami sengaja menggelar lomba ini sebagai langkah mengenalkan warisan budaya asli Buleleng ini pada masyarakat,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng Gde Dharmaja kemarin.
Untuk tahap awal, ada delapan sekolah yang terlibat dalam lomba. Masing-masing SMPN 4 Singaraja, SMPN 2 Banjar, SMPN 2 Seririt, SMPN 1 Singaraja, SMPN 1 Gerokgak, SMPN 1 Sawan, SMPN 2 Busungbiu, dan SMPN 1 Sukasada.
Pelatih Janger SMPN 2 Banjar, Ni Kadek Setoni mengaku melatih Janger Menyali merupakan tantangan tersendiri. Secara umum siswa cukup mudah memahami gerakan maupun gending janger menyali.
“Kami sih hanya kendala waktu saja. Anak-anak juga sebenarnya lebih semangat latihan, karena mengenal kesenian baru,” kata Setoni.
Sementara itu Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengaku lomba itu merupakan salah satu langkah strategis pemerintah dalam mengembangkan kesenian kuno.
Janger menyali yang sudah sempat punah, diharapkan bisa tetap lestari setelah dilakukan proses rekonstruksi dua tahun silam.
“Ini sebenarnya sudah berkembang sebelum kemerdekaan. Tapi setelah itu hilang. Kami coba angkat kembali,
melakukan elaborasi dan regenerasi sesuai pakemnya, sehingga bisa berkembang lagi. Jadi tidak hanya berhenti pada rekonstruksi saja,” kata Agus.
Ia berharap tahun depan lomba janger menyali bisa menyasar siswa SMA/SMK. Dengan menyasar siswa yang secara usia dan fisik lebih dewasa,
Agus optimistis perkembangan dan regenerasi janger menyali bisa dilakukan dengan lebih dinamis.