SINGARAJA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali tengah menanti hasil investigasi Bawaslu Buleleng, terhadap keterlambatan distribusi logistik Pemilu 2019 yang terjadi di Buleleng.
Hingga saat ini Bawaslu Buleleng memang belum melakukan kajian awal terhadap keterlambatan distribusi logistik, yang akhirnya berdampak pada karut marutnya proses pungut hitung di sejumlah TPS yang ada di Buleleng.
Kemarin (26/4) Bawaslu Bali melakukan supervisi ke Kabupaten Buleleng. Tiga orang komisioner Bawaslu Bali langsung melakukan supervisi.
Masing-masing Kordiv Penyelesaian Sengketa I Ketut Rudia, Kordiv Penanganan Pelanggaran I Wayan Wirka, dan Kordiv Hukum Data dan Informasi I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Para komisioner mengklaim supervise itu merupakan bagian dari supervise rutin yang dilakukan Bawaslu Bali.
Selain itu Bawaslu Bali juga meminta informasi penanganan sejumlah laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh masyarakat.
“Jangan sampai gara-gara kami tidak punya data yang akurat, akhirnya kami menyampaikan informasi yang keliru pada masyarakat. Akhirnya kan terjadi simpang siur informasi,” kata Raka Sandi.
Sementara itu Kordiv Penanganan Pelanggaran I Wayan Wirka mengatakan, ada sejumlah dugaan pelanggaran yang menjadi perhatian Bawaslu Bali.
Di antaranya laporan dugaan money politic yang terjadi di Desa Sudaji dan Desa Pedawa. Selain itu Bawaslu Bali juga masih menanti proses lanjutan mengenai keterlambatan distribusi logistik yang terjadi di Buleleng.
“Distribusi logistik itu jadi atensi kami juga. Bawaslu Buleleng sudah melakukan penanganan sebagaimana prosedur yang ada.
Sudah melakukan klarifikasi juga. Apakah ada kelalaian atau ada prosedur yang dilanggar, itu masih dalam proses penanganan. Nanti kami akan update lagi, ketika sudah ada kesimpulan awal,” kata Wirka.
Wirka menyatakan hingga kini investigasi terhadap keterlambatan distribusi itu masih berjalan. Meski ada indikasi penyiapan logisik yang kurang profesional, Bawaslu memilih berhati-hati menyikapi soal temuan itu.
“Semua harus berdasar kajian dari saksi, alat bukti yang ada, baru simpulkan nanti. Jika saat kesimpulan nanti ada dugaan penyelenggara yang tidak profesional,
maka itu berpotensi akan menjadi pelanggaran etik. Prosesnya juga masih panjang. Yang menyatakan itu melanggar etik atau tidak, itu DKPP. Bukan kami,” tandas Wirka.