SINGARAJA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Buleleng kembali digerudug massa. Kini puluhan massa yang mengatasnamakan diri Aliansi Masyarakat Buleleng mendatangi Bawaslu Buleleng kemarin (29/4).
Mereka meminta Bawaslu segera menuntaskan proses klarifikasi dugaan peristiwa politik uang, yang menyeret nama Somvir, caleg Partai Nasdem yang berkompetisi untuk kursi DPRD Bali di Dapil Kabupaten Buleleng.
Puluhan massa itu datang ke Bawaslu Buleleng sekitar pukul 11.00 siang. Kedatangan mereka dikawal puluhan polisi, termasuk dari Unit Satwa Polres Buleleng.
Massa membawa sejumlah poster. Diantaranya bertuliskan “Panggil DR Somvir sekarang juga dan antek-anteknya”,
“Panggil semua tim pemenangan DR. Somvir yang ikut merusak dan meracuni demokrasi Buleleng”, dan “Kami masyarakat anti money politic ingin menegakkan demokrasi yang bermartabat”.
Kedatangan massa Aliansi Masyarakat Buleleng itu dikoordinir Made Nurai. Nurai adalah salah seorang saksi dalam kasus dugaan money politic yang terjadi di Desa Pedawa.
Nurai sempat menerima uang senilai Rp 100 ribu untuk memilih Somvir saat Pemilu 2019 lalu. Kini Nurai juga yang memimpin aksi demo politik uang di Bawaslu Buleleng.
Massa kemudian diterima Ketua Bawaslu Buleleng Putu Sugi Ardana bersama Komisioner Bawaslu Kadek Carna Wirata.
Mereka sempat berdiskusi selama 30 menit, terkait dengan proses pelaporan dan penanganan laporan money politic itu.
Massa tetap ngotot meminta agar Somvir diundang ke Bawaslu Buleleng guna memberikan klarifikasi.
Selain itu massa juga mendesak agar Bawaslu Buleleng menerapkan pasal 523 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sehingga para pelaku yang terkait dengan praktik money politic bisa diseret ke jeruji besi. Koordinator Aksi Made Nurai saat dikonfirmasi tak menampik dirinya sempat menerima aliran uang untuk memilih Somvir.
Nurai mengaku saat pulang kampung ke Pedawa pada Selasa (16/4) lalu, dirinya sempat bertemu dengan Nyoman Redana.
Redana sendiri adalah pelapor dalam kasus money politic yang kini ditangani Bawaslu Buleleng. Menurut Nurai, sekitar pukul 17.00 sore ia bertemu dengan Redana di jalan.
“Saya diberhentikan. Diberikan kartu nama dan specimen surat suara. Redana minta saya memilih Somvir lalu saya dikasih uang Rp 100 ribu. Saya ingat itu uang Rp 50 ribu dua lembar,” kata Nurai.
Saat itu Nurai mengaku tidak khawatir menerima uang itu. Belakangan usai pemilu ia kembali bertemu dengan Nyoman Redana dan diminta menjadi saksi dalam peristiwa praktik money politics.
Ia pun baru mengetahui bahwa menerima uang untuk memilih caleg tertentu merupakan hal yang salah.
“Karena saya menerima uang itu, ya saya beri keterangan ke Bawaslu. Uang itu pakai beli bensin dan rokok habis sudah. Kalau uang itu diminta lagi sama Somvir, saya siap kembalikan,” kata Nurai.