DENPASAR – Kasus penutupan paksa Art Shop Mayang Bali di Jalan Raya Legian, Kuta, yang dilakukan sekelompok pria beberapa hari lalu, tampaknya, tidak bisa selesai dalam waktu cepat.
Kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama bersikukuh paling benar. Sony, pemilik Art Shop Mayang Bali, mengklaim masih memiliki toko oleh-oleh itu.
Tapi, di sisi lain Feric Setiawan menyebut Art Shop Mayang Bali adalah miliknya. Bahkan, Feric membantah penyataan Sony soal sisa pembayaran sebesar Rp 6 miliar.
Feric Setiawan melalui kuasa hukumnya M. Rifan justru mempersilakan pemilik toko Mayang Bali, Sony untuk menanyakan sisa pembayaran sebesar Rp 6 miliar itu kepada notaris Hartono di Jalan Sunset Road, Kuta.
Sebab, alasan belum dilunasi Rp 6 miliar itulah membuat Sony keberatan mengosongkan dan melepaskan toko itu pada pada Selasa (7/5) lalu.
M. Rifan menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan transaksi di notaris sebanyak Rp 25 miliar.
“Setelah itu notarisnya yang meyerahkan ke Pak Sony. Kalau merasa masih kurang, silakan tanyakan ke notarisnya, kenapa masih kurang.
Dalam kesempatan ini saya menyatakan bahwa silakan pak Sony ke Notaris saja,” kata Rifan di Denpasar, Rabu (8/5) kemarin.
Menurutnya, Sony yang mengklaim bahwa kliennya baru membayar Rp 19 miliar itu karena telah dilakukan sejumlah pemotongan seperti biaya pajak, biaya administrasi untuk notaris dan fee untuk brokernya.
Sehinga menurut Rifan, wajar kalau Sony hanya mendapat kebagian Rp 19 miliar. “Masa dia mau minta kembali pajak yang sudah dibayarkan ke negara? Ya, silakan tanyakan langsung notaris,” jelas Rifan.
M. Rifan juga mempertanyakan kepada Sony, jika belum menerima pembayaran senilai Rp 25 miliar, kenapa dirinya mau dan bersedia menandatangani kuintasi pembayaran dan transaksi perjanjian jual beli senilai Rp 25 miliar.
Selain itu, M. Rifan juga menyebut Sony diduga melakukan penipuan terhadap kliennya. Sebab, dalam perjanjian jual beli (PJB) antara Sony dengan kliennya Feric adalah sertifikat tanah seluas 8,1 are dengan harga Rp 25 miliar.
Nah, seiring jalannya waktu, ada pihak lain yang mengklaim bahwa telah membeli tanah itu seluas 4,1 are.
Bahkan, transaksi jual beli itu telah dilakukan sebelum kliennya dan Sony melakukan transaksi pada 3 November 2017.
“Ini ada indikasi klien kami ditipu karena bayarnya Rp 25 miliar untuktanah 8,1 are. Tetapi tanah yang kami dapat hanya 4 are saja.
Karena 4,1 are sudah dijual sebelumnya kepada orang lain. Kemarin itu tidak ada preman kok,” tuturnya.
Sementara Sony yang dikonfirmasi terpisah via telepon genggamnya mengatakan, transaksi yang dilakukan dirinya dengan Feric adalah pinjam-meminjam, bukan jual beli.
Hanya saja syarat-syarat pinjam-meminjam itu, kata Sony, dia harus menandatangani PJB, kuasa jual beli dan pengosongan tempat.
Sony juga membantah melakukan penipuan terhadap Feric seperti yang dituduhkan kepadanya. “Dia nggak tahu apa. Pinjam Rp 25 miliar, tapi baru dikasih Rp 19 miliar.
Jadi, tidak ada bayar pajak atau administrasi untuk notaris. Dan bukan jual beli, jadi saya tidak menipu donk. Nilai asetnya Rp 50 miliar, mana mungkin saya lepas hanya dengan Rp 25 miliar saja,” balasnya.
Atas insiden tersebut, Rabu (8/5) kemarin Sony melalui kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar dengan nomor; 468/pdt/V/2019/PN Denpasar.
“Ya hari ini (kemarin, Red) saya gugat perdata di Pangadilan Denpasar untuk pembatalan PJB dan Pengosongan tempat itu. Tindakan layak preman itu akan saya laporkan juga ke pihak yang berwajib,” tutupnya.