27.3 C
Jakarta
20 November 2024, 18:52 PM WIB

Masuk Musim Kemarau, Warga Bukit Bejug Butuh Embung

AMLAPURA – Kecamatan Kubu, Karangasem sampai saat ini masih identik dengan kekeringan dan kurang air bersih.

Bahkan, pangkal kemiskinan di sejumlah desa di Karangasem karena faktor air bersih. Dan, salah satu desa yang mengalami kekeringan saat memasuki musim kemarau ini adalah Banjar Bejug, Desa Tulamben, Kubu, Karangasem. 

Warga Bejug selama ini selalu kesulitan air bersih. Bahkan sampai saat ini air bersih menjadi masalah yang sampai saat ini belum terpecahkan.

Solusi yang paling mudah adalah membuat embung, atau cubang raksasa untuk tempat menampung air.

Karena itu, warga yang tinggal di lereng bukit di timur Gunung Agung ini minta dibangun embung. “Kami berharap bisa dibangun embung,” ujar Kelian Banjar Apadsari, I Wayan Putra.

Dirinya mencontohkan kalau pernah ada Yayasan Kelestarian Lingkungan membuka usaha ternak babi disana.

Limbah kotoran babi yang dihasilkan bahkan bisa dipergunakan warga untuk pupuk organik. Pupuk organik tersebut bisa sangat berguna untuk lahan pertanian disana.

Karena dengan pupuk tersebut tanah jadi subur dan tanaman tumbuh lebih bagus. Hanya saja usaha peternakan babi tersebut tak berlanjut karena ada masalah dengan air.

 “Informasinya dia sudah pindah dan membuka usaha yang sama di Singapura,” ujar Putra. Diakui di wilayah Batudawa Kaja sudah dibangun satu buah embung.

Air embung ini cukup membantu dan bisa dialirkan ke penduduk setempat. Hanya saja air embung tersebut tidak bisa dialirkan ke wilayah Bejug.

Karena secara geografis Bejug lebih tinggi sehingga sulit dialirkan kesana secara gravitasi. Hal ini dikemukakan Wayan Budi dan temannya Wayan Putu.

“Kalau ke Bejug air embung ini tidak bisa karena letak Bejug lebih tinggi,” ujar Budi. Karena itu warga Bejug berharap agar dibuatkan embung sendiri khusus di Bukit Bejug.

Warga setempat juga telah menyiapkan lahan untuk proyek  embung. Karena selama ini warga Bajug saat musim kemarau harus membeli air dengan harga cukup mahal.

“Ada lahan punya kakek, kita sudah relakan untuk bangun embung,” tambahnya. Lokasi tersebut sudah beberapa kali di survai Dinas PUPR  Karangasem.

“Bahkan dari Balai Sungai dan Penida  Bali juga sudah survai kesana,” bebernya. Saat itu sempat di putuskan kalau warga Bejug layak dapat embung tersebut.

Bahkan menurut Putra, perlu dibuat dua buah embung. “Warga disini melihat kalau embung sangat membantu sekali warga Apadsari,” ujarnya.

Sebelum ada embung Batudawa warga saat musim kemarau panjang harus menguras koceknya untuk membeli air bersih.

Dimana per kubik harganya mencapai Rp 15 ribu, terkadang juga membeli satu mobil tangki  seharga Rp 250 ribu dengan isi sebanyak lima kubik.

Sementara per jerigen Rp 5.000. Hanya saja saat itu warga yang dekat rumahnya dengan jalan raya yang bisa beli air dari mobil tangki.

Sementara warga di pedalaman agak sudah dapat karena air keburu habis. Warga Bejug  jarang dapat air dari mobil tangki karena rumahnya cukup jauh di atas bukit.

Karena untuk ke Bukit Bejug tidak bisa dilewati mobil, bahkan untuk roda dua juga tidak bisa. Karena itu saat musim kemarau warga Bejug terpaksa jual ternak  sapi dan babi untuk beli air.

Bukit Bejug sendiri berjarak sekitar 6 Km dari puncak Gunung Agung. Masalah kekeringan dan air bersih sejauh ini menjadi momok yang menakutkan. 

AMLAPURA – Kecamatan Kubu, Karangasem sampai saat ini masih identik dengan kekeringan dan kurang air bersih.

Bahkan, pangkal kemiskinan di sejumlah desa di Karangasem karena faktor air bersih. Dan, salah satu desa yang mengalami kekeringan saat memasuki musim kemarau ini adalah Banjar Bejug, Desa Tulamben, Kubu, Karangasem. 

Warga Bejug selama ini selalu kesulitan air bersih. Bahkan sampai saat ini air bersih menjadi masalah yang sampai saat ini belum terpecahkan.

Solusi yang paling mudah adalah membuat embung, atau cubang raksasa untuk tempat menampung air.

Karena itu, warga yang tinggal di lereng bukit di timur Gunung Agung ini minta dibangun embung. “Kami berharap bisa dibangun embung,” ujar Kelian Banjar Apadsari, I Wayan Putra.

Dirinya mencontohkan kalau pernah ada Yayasan Kelestarian Lingkungan membuka usaha ternak babi disana.

Limbah kotoran babi yang dihasilkan bahkan bisa dipergunakan warga untuk pupuk organik. Pupuk organik tersebut bisa sangat berguna untuk lahan pertanian disana.

Karena dengan pupuk tersebut tanah jadi subur dan tanaman tumbuh lebih bagus. Hanya saja usaha peternakan babi tersebut tak berlanjut karena ada masalah dengan air.

 “Informasinya dia sudah pindah dan membuka usaha yang sama di Singapura,” ujar Putra. Diakui di wilayah Batudawa Kaja sudah dibangun satu buah embung.

Air embung ini cukup membantu dan bisa dialirkan ke penduduk setempat. Hanya saja air embung tersebut tidak bisa dialirkan ke wilayah Bejug.

Karena secara geografis Bejug lebih tinggi sehingga sulit dialirkan kesana secara gravitasi. Hal ini dikemukakan Wayan Budi dan temannya Wayan Putu.

“Kalau ke Bejug air embung ini tidak bisa karena letak Bejug lebih tinggi,” ujar Budi. Karena itu warga Bejug berharap agar dibuatkan embung sendiri khusus di Bukit Bejug.

Warga setempat juga telah menyiapkan lahan untuk proyek  embung. Karena selama ini warga Bajug saat musim kemarau harus membeli air dengan harga cukup mahal.

“Ada lahan punya kakek, kita sudah relakan untuk bangun embung,” tambahnya. Lokasi tersebut sudah beberapa kali di survai Dinas PUPR  Karangasem.

“Bahkan dari Balai Sungai dan Penida  Bali juga sudah survai kesana,” bebernya. Saat itu sempat di putuskan kalau warga Bejug layak dapat embung tersebut.

Bahkan menurut Putra, perlu dibuat dua buah embung. “Warga disini melihat kalau embung sangat membantu sekali warga Apadsari,” ujarnya.

Sebelum ada embung Batudawa warga saat musim kemarau panjang harus menguras koceknya untuk membeli air bersih.

Dimana per kubik harganya mencapai Rp 15 ribu, terkadang juga membeli satu mobil tangki  seharga Rp 250 ribu dengan isi sebanyak lima kubik.

Sementara per jerigen Rp 5.000. Hanya saja saat itu warga yang dekat rumahnya dengan jalan raya yang bisa beli air dari mobil tangki.

Sementara warga di pedalaman agak sudah dapat karena air keburu habis. Warga Bejug  jarang dapat air dari mobil tangki karena rumahnya cukup jauh di atas bukit.

Karena untuk ke Bukit Bejug tidak bisa dilewati mobil, bahkan untuk roda dua juga tidak bisa. Karena itu saat musim kemarau warga Bejug terpaksa jual ternak  sapi dan babi untuk beli air.

Bukit Bejug sendiri berjarak sekitar 6 Km dari puncak Gunung Agung. Masalah kekeringan dan air bersih sejauh ini menjadi momok yang menakutkan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/