Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa I Putu Juni Satria Putra, 27, berjalon alot. Ini karena terdakwa asal Ungasan, Badung, itu banyak berkelit. Seperti apa?
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
JUNI Satria tak kooperatif selama sidang. Dia terus saja berkelit. Padahal, terdakwa terancam hukuman tinggi lantaran barang bukti berupa sabu-sabu yang dimiliki terdakwa cukup banyak, yakni 15,42 gram.
Tak ayal, majelis hakim yang diketuai IG Putra Atmaja dibuat geregetan. Hakim berkali-kali menegur sikap terdakwa yang cenderung tertutup.
Bahkan, sejumlah keterangannya nyaplir alias berbeda dengan BAP kepolisian. Misalnya tentang fungsi timbangan elektrik yang ditemukan di kamar terdakwa saat digeledah polisi.
“Tujuan kamu menyimpan timbangan elektrik untuk apa?” tanya hakim Atmaja dengan nada halus, kemarin (10/5).
Namun, terdakwa menjawab asal-asalan. “Dari dulu saya memang sudah terbiasa menyimpan timbangan,” jawabnya.
Hakim Atmaja masih bersabar. “Iya, lalu timbangannya kamu pakai apa? Masak disimpan begitu saja?” kejar hakim Atmaja. Terdakwa kembali berkelit.
“Saya simpan saja, tidak saya pakai apa-apa,” jawabnya cuek. Jawaban itu membuat hakim kehilangan kesabaran. Hakim menegur terdakwa agar memberi jawaban yang jujur dan jelas.
Menurut hakim, timbangan elektrik digunakan untuk menimbang barang-barang kecil seperti emas-emasan.
“Kamu ini bukan pedagang emas, tapi simpan timbangan. Itu timbangan kamu pakai menimbang bawang?!” tandas hakim Atmaja bersungut-sungut.
Terdakwa bergeming mengaku timbangan tidak dipakai. Namun, setelah hakim menunjukkan keterangan terdakwa di BAP, bahwa timbangan digunakan untuk memecah sabu-sabu menjadi paket kecil, barulah terdakwa diam.
Tidak hanya hakim Atmaja, hakim anggota Sri Wahyuni juga tidak kalah galak. Maklum, saat ditanya untuk apa terdakwa menyimpan belasan pipet, terdakwa kembali menjawab pipet tersebut tidak dipakai apa-apa.
“Hai, saudara terdakwa! Ancaman hukumanmu ini tinggi, kalau kamu tidak jujur dan terus berkelit, itu menyusahkan kamu sendiri. Hukumanmu bisa semakin tinggi,” tegas hakim Sri dengan nada meninggi.
Gertakan hakim Sri rupayan membuat terdakwa keder. Pria yang kesehariannya bekerja sebagai tukang kebun di villa itu gelagapan.
Dia pun mengakui kalau pipet itu merupakan satu paket dengan timbangan elektrik dan bong yang ditemukan polisi di kamarnya.
Sementara I Wayan Sumardika dan I Ketut Metra Jaya Aryana selaku pengacara terdakwa tidak banyak bertanya.
“Apakah sabu-sabu itu ada hubungannya dengan pekerjaan Anda?” tanya Sumardika. Terdakwa menjawab tidak ada. Terdakwa mengaku hanya menjalankan perintah seseorang bernama Gede.
Yang menarik, di akhir sidang terdakwa yang awalnya terlihat pongah langsung mengiba pada hakim. “Yang Mulia, saya minta dihukum ringan. Saya menyesal,” ucapnya lirih.
Permintaan itu sedikit tak digubris hakim. “Hei, itu kamu ucapkan nanti saat pembelaan. Ini dituntut saja belum sudah minta keringanan,” ketus hakim Atmaja.
Seperti diuraikan dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Badung, Juni terbukti terlibat penyalahgunaan tindak pidana narkotika sebagaimana diatur dan diancam Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UU Narkotika.
Ceritanya, terdakwa menerima telepon dari seseorang bernama Gede. Terdakwa diminta mengambil paket sabu yang ditempelkan di bawah pohon jati dekat areal objek wisata Garuda Wisnu Kencana (GWK).
Uniknya, sabu tersebut tercampur dengan beras dan tawas. Sesampainya di rumah sabu bercampur beras itu dibersihkan dengan obat kumur merek Listerine.
Kemudian sabu didiamkan di dalam mangkuk selama satu bulan di rumah terdakwa dengan tujuan sabu kembali mengkristal.
Setelah sabu mengkristal terdakwa memecah sabu menjadi beberapa bagian ke dalam plastik klip. Selanjutnya terdakwa menempelkan sabu ke sejumlah titik di Kecamatan Kuta Selatan sesuai perintah Gede.
Pada Kamis (6/12/2018) saat berada di Jalan Kampus Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, terdakwa ditangkap petugas Polres Badung. (*)