29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:05 AM WIB

Tak Bisa Asal Bongkar, Stop Renovasi karena Bisa Hilangkan Sejarah

Renovasi bangunan kuno tidak bisa dilakukan secara serampangan, asal-asalan. Tanpa riset, situs-situs tua bersejarah bisa tinggal cerita.

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar

REKAM jejak masa lalu adalah pijakan untuk melangkah ke depan. “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” begitu petuah Bung Karno, mengingatkan tentang pentingnya menjaga dan menghayati sejarah. 

Begitu juga terkait pelestarian situs maupun pura di Bali. Kerap terjadi pembongkaran, tanpa mengkaji terlebih dulu bagaimana historis pura tersebut.  

 

Beberapa kali terjadi pembongkaran pura maupun situs bersejarah karena kurangnya pengetahuan. Permasalahan itu menjadi sorotan Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra.

Putra mantan Gubernur Bali IB Mantra, ini meminta kepada bendesa, sebagai pemimpin di desa adat supaya berhati-hati dalam melakukan renovasi pura.

Karena kalau dilakukan asal-asalan bisa merusak jejak sejarah masa lalu. Pihaknya meminta pembongkaran tersebut dipikirkan terlebih dulu sebelum mengganti dengan bangunan pura yang baru.

Perlu riset jelas soal itu.

“Untuk Jero Bendesa, kalau ada renovasi pura, sebaiknya pikirkan dulu. Di Kota Denpasar sudah ada orang yang memiliki sertifikat di Dewan Kota Pusaka

yang menilai bangunan tersebut sebelum membongkar. Jangan cepat-cepat  membongkar dan membuat yang baru.

Kita bisa kehilangan cerita sejarah,” papar Rai Mantra, pada Seminar Nasional Dewan Kota Pusaka Indonesia  di Hotel Grand Santhi,  Denpasar, kemarin.

Old is gold. Seperti itulah kira-kira yang dimaksud Rai Mantra.  Lebih jauh dia mencontohkan motif patra di salah satu bangunan di Sanur.

Walaupun kecil dan letaknya di pojok, namun motif patra tersebut memiliki cerita dan peradaban yang mendalam.

“Jangan baru ada uang lalu dihabiskan (untuk membangun pura baru). Jika bangunan tersebut memiliki nilai dan dibongkar begitu saja, berarti kita kehilangan pengetahuan untuk mengetahui tingkat peradaban,” kata Rai Mantra.

Ia mengatakan bangunan yang dianggap memiliki nilai historis (sejarah) harus terdata dan ada pengesahan dari Dewan Kota Pusaka.

Oleh karena itu, sebelum melakukan pembongkaran  Jero Bendesa harus mendatangkan tim dari Dewan Kota Pusaka.

Dengan adanya pengesahan, ini jika ingin memperbaiki maka dilakukan dengan jalan restorasi. Bukan asal membongkar saja.

Rai Mantra mengatakan, pendataan situs di Kota Denpasar masih sangat kurang dan banyak menghilangkan sejarah.

“Di Denpasar ada kelemahannya. Kadang dibongkar habis, sehingga tidak bisa melihat transformasi kebudayaan kita. Kebudayaan tidak lepas dari masalah warisan leluhur atau budaya,” paparnya.

Bahkan, tak hanya warisan yang berupa benda mulai hilang.  Warisan etika juga banyak yang hilang misalnya hilangnya tata susila maupun filsafat.

“Warisan etika banyak yang hilang, misalnya perilaku, karena kebudayaan tak hanya fisik saja, namun ada filsafat, tata susila banyak yang hilang,” papar wali kota dua periode ini,  

Rai Mantra menambahkan, penataan tata ruang juga sangat mendukung kebudayaan. Antara lokasi dan bangunan yang memiliki nilai historis harus dipisahkan pembangunannya dengan bangunan yang baru.

“Bangunan tampak luar juga menunjukkan peradaban kita,” kata Rai Mantra. Kadis Kebudayaan Kota Denpasar IGN Bagus Mataram mengatakan bahwa seminar nasional yang

mengangkat tema : Pemajuan Kebudayaan, Kebangkitan Kota Budaya dan Dewan Kebudayaan Berbasis Kearifan Lokal, dan Strategi Nasional Menuju Kebahagiaan, ini diikuti 200 peserta dari beragam stakeholder.”

Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan ini secara umum adalah untuk membangkitkan semangat sebagai kota budaya dan Dewan Kebudayaan yang kokoh dalam fungsi dan community based.

Selain itu, juga sebagai upaya untuk memberdayakan Dewan Kebudayaan dan Kota Budaya Denpasar bagi pemajuan kebudayaan.

“Tentu, dari seminar nasional ini kami berharap mampu menjadi acuan dalam penyusunan program kerja di masing-masing OPD yang bermuara pada pemajuan kebudayaan,” kata Mataram. (*)

 

 

 

Renovasi bangunan kuno tidak bisa dilakukan secara serampangan, asal-asalan. Tanpa riset, situs-situs tua bersejarah bisa tinggal cerita.

 

NI KADEK NOVI FEBRIANI, Denpasar

REKAM jejak masa lalu adalah pijakan untuk melangkah ke depan. “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” begitu petuah Bung Karno, mengingatkan tentang pentingnya menjaga dan menghayati sejarah. 

Begitu juga terkait pelestarian situs maupun pura di Bali. Kerap terjadi pembongkaran, tanpa mengkaji terlebih dulu bagaimana historis pura tersebut.  

 

Beberapa kali terjadi pembongkaran pura maupun situs bersejarah karena kurangnya pengetahuan. Permasalahan itu menjadi sorotan Wali Kota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra.

Putra mantan Gubernur Bali IB Mantra, ini meminta kepada bendesa, sebagai pemimpin di desa adat supaya berhati-hati dalam melakukan renovasi pura.

Karena kalau dilakukan asal-asalan bisa merusak jejak sejarah masa lalu. Pihaknya meminta pembongkaran tersebut dipikirkan terlebih dulu sebelum mengganti dengan bangunan pura yang baru.

Perlu riset jelas soal itu.

“Untuk Jero Bendesa, kalau ada renovasi pura, sebaiknya pikirkan dulu. Di Kota Denpasar sudah ada orang yang memiliki sertifikat di Dewan Kota Pusaka

yang menilai bangunan tersebut sebelum membongkar. Jangan cepat-cepat  membongkar dan membuat yang baru.

Kita bisa kehilangan cerita sejarah,” papar Rai Mantra, pada Seminar Nasional Dewan Kota Pusaka Indonesia  di Hotel Grand Santhi,  Denpasar, kemarin.

Old is gold. Seperti itulah kira-kira yang dimaksud Rai Mantra.  Lebih jauh dia mencontohkan motif patra di salah satu bangunan di Sanur.

Walaupun kecil dan letaknya di pojok, namun motif patra tersebut memiliki cerita dan peradaban yang mendalam.

“Jangan baru ada uang lalu dihabiskan (untuk membangun pura baru). Jika bangunan tersebut memiliki nilai dan dibongkar begitu saja, berarti kita kehilangan pengetahuan untuk mengetahui tingkat peradaban,” kata Rai Mantra.

Ia mengatakan bangunan yang dianggap memiliki nilai historis (sejarah) harus terdata dan ada pengesahan dari Dewan Kota Pusaka.

Oleh karena itu, sebelum melakukan pembongkaran  Jero Bendesa harus mendatangkan tim dari Dewan Kota Pusaka.

Dengan adanya pengesahan, ini jika ingin memperbaiki maka dilakukan dengan jalan restorasi. Bukan asal membongkar saja.

Rai Mantra mengatakan, pendataan situs di Kota Denpasar masih sangat kurang dan banyak menghilangkan sejarah.

“Di Denpasar ada kelemahannya. Kadang dibongkar habis, sehingga tidak bisa melihat transformasi kebudayaan kita. Kebudayaan tidak lepas dari masalah warisan leluhur atau budaya,” paparnya.

Bahkan, tak hanya warisan yang berupa benda mulai hilang.  Warisan etika juga banyak yang hilang misalnya hilangnya tata susila maupun filsafat.

“Warisan etika banyak yang hilang, misalnya perilaku, karena kebudayaan tak hanya fisik saja, namun ada filsafat, tata susila banyak yang hilang,” papar wali kota dua periode ini,  

Rai Mantra menambahkan, penataan tata ruang juga sangat mendukung kebudayaan. Antara lokasi dan bangunan yang memiliki nilai historis harus dipisahkan pembangunannya dengan bangunan yang baru.

“Bangunan tampak luar juga menunjukkan peradaban kita,” kata Rai Mantra. Kadis Kebudayaan Kota Denpasar IGN Bagus Mataram mengatakan bahwa seminar nasional yang

mengangkat tema : Pemajuan Kebudayaan, Kebangkitan Kota Budaya dan Dewan Kebudayaan Berbasis Kearifan Lokal, dan Strategi Nasional Menuju Kebahagiaan, ini diikuti 200 peserta dari beragam stakeholder.”

Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan ini secara umum adalah untuk membangkitkan semangat sebagai kota budaya dan Dewan Kebudayaan yang kokoh dalam fungsi dan community based.

Selain itu, juga sebagai upaya untuk memberdayakan Dewan Kebudayaan dan Kota Budaya Denpasar bagi pemajuan kebudayaan.

“Tentu, dari seminar nasional ini kami berharap mampu menjadi acuan dalam penyusunan program kerja di masing-masing OPD yang bermuara pada pemajuan kebudayaan,” kata Mataram. (*)

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/