25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 8:04 AM WIB

ForBALI Singgung Soal PLTU Batubara, Desak DPRD Bali Ikut Menolak

DENPASAR – Rupanya aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa di depan Gedung DPRD Bali, Jumat (25/5) kemarin tidak hanya meminta DPRD Bali bersurat ke Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres 51/2014.
Tapi, juga meminta DPRD Bali untuk bersikap atas persoalan yang terjadi di Bali utara, penambangan pasir di Bali Selatan, termasuk reklamasi bandara dan perluasan pelabuhan Benoa. 

Koordinator ForBALI,  Wayan Gendo Suardana dalam orasinya mengatakan, di Bali utara tidak perlu dibangun PLTU tahap 2.

Sebab PLN menyatakan Bali belum butuh pembangkit listrik tenaga uap batubara karena Bali masih surplus listrik. 

“Tapi malah dipaksakan pembangunan PLTU di Bali Utara.  Bahkan, mau tahap kedua,” kata Gendo Suardana heran.

Padahal, lanjut Gendo, hasil riset peneliti atas nama Laury dari luar negeri menyatakan yang paling berbahaya dari batubara adalah hasil dan sisa pembakarannya yang menghasilkan mercuri. 

“Radius pencemarannya bisa mencapai 100 kilometer. Dan hal ini dapat berdampak pada masyarakat secara luas,” ujarnya.

Gendo mengajak untuk mau tertipu. Seolah-olah masyarakat ini butuh listrik, lalu menolak listrik.  “Tidak begitu juga. Karena data dari PLN, Bali tidak butuh tambahan listrik,” sebutnya.

Bali juga sudah surplus dengan menggunakan beberapa pembangkit listrik. Terlebih sejatinya di Bali bisa dikembangkan energi alternatif,  seperti tenaga surya,  tenaga angin dan lainnya. 

“Bali pulau kecil, bisa mengembangkan energi alternatif.  Semoga nanti DPRD ini bersikap,” jelasnya. Selain persoalan di Bali ytara, Gendo dalam orasinya juga menyinggung

tentang persoalan di Bali tengah terkait soal air dan di Bali selatan terkait soal tambang pasir, reklamasi bandara, termasuk reklamasi Pelindo.

“Seharusnya DPRD Bali yang berbicara soal ini, karena mewakili rakyat, tapi malah rakyat yang berjuang, DPRD Bali ngapain saja?” pungkasnya.

DENPASAR – Rupanya aksi Tolak Reklamasi Teluk Benoa di depan Gedung DPRD Bali, Jumat (25/5) kemarin tidak hanya meminta DPRD Bali bersurat ke Presiden Jokowi untuk membatalkan Perpres 51/2014.
Tapi, juga meminta DPRD Bali untuk bersikap atas persoalan yang terjadi di Bali utara, penambangan pasir di Bali Selatan, termasuk reklamasi bandara dan perluasan pelabuhan Benoa. 

Koordinator ForBALI,  Wayan Gendo Suardana dalam orasinya mengatakan, di Bali utara tidak perlu dibangun PLTU tahap 2.

Sebab PLN menyatakan Bali belum butuh pembangkit listrik tenaga uap batubara karena Bali masih surplus listrik. 

“Tapi malah dipaksakan pembangunan PLTU di Bali Utara.  Bahkan, mau tahap kedua,” kata Gendo Suardana heran.

Padahal, lanjut Gendo, hasil riset peneliti atas nama Laury dari luar negeri menyatakan yang paling berbahaya dari batubara adalah hasil dan sisa pembakarannya yang menghasilkan mercuri. 

“Radius pencemarannya bisa mencapai 100 kilometer. Dan hal ini dapat berdampak pada masyarakat secara luas,” ujarnya.

Gendo mengajak untuk mau tertipu. Seolah-olah masyarakat ini butuh listrik, lalu menolak listrik.  “Tidak begitu juga. Karena data dari PLN, Bali tidak butuh tambahan listrik,” sebutnya.

Bali juga sudah surplus dengan menggunakan beberapa pembangkit listrik. Terlebih sejatinya di Bali bisa dikembangkan energi alternatif,  seperti tenaga surya,  tenaga angin dan lainnya. 

“Bali pulau kecil, bisa mengembangkan energi alternatif.  Semoga nanti DPRD ini bersikap,” jelasnya. Selain persoalan di Bali ytara, Gendo dalam orasinya juga menyinggung

tentang persoalan di Bali tengah terkait soal air dan di Bali selatan terkait soal tambang pasir, reklamasi bandara, termasuk reklamasi Pelindo.

“Seharusnya DPRD Bali yang berbicara soal ini, karena mewakili rakyat, tapi malah rakyat yang berjuang, DPRD Bali ngapain saja?” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/