BANGLI –Masyarakat Indonesia khususnya warga Bali kembali dirundung duka.
Jero Pasek Jempiring, 92, yang merupakan istri pahlawan nasional asal Bali, Kapten TNI AA Gde Anom Mudita, tutup usia pada Selasa (28/5).
Perempuan pejuang asal Puri Kilian-Puri Agung Bangli itu meninggalkan seorang putra, tiga cucu dan 6 cicit.
Kini jenazah mendiang masih dititipkan di RS Bangli menunggu upacara besar di pura usai.
Putra mendiang, Anak Agung Anom Suartjana, ditemui di rumah duka menjelaskan jika sebelum wafat, sang ibu sempat dirawat di RS swasta di Denpasar.
“Kejadian jatuh sehari sebelum Hari Raya Saraswati, saat itu ibu saya sedang membuat sesajen, dan niat mau ambil obat di kamar. Kami pun langsung membawa ke rumah sakit,” jelasnya, Kamis (30/5).
Setalah di-rongent tidak ada retak atau luka di kepala. Namun saat mau pulang justru kaki kiri terasa kesemutan.
“Akhirnya kami periksa ke rumah sakit di Denpasar dilakukan pemeriksaan MRI. Diketahuilah terjadi pendarahan di kepala sehingga harus diambil langkah operasi,” terangnya.
Proses operasi berjalan lancar dan dikatakan berhasil. Namun pascaoperasi sang ibu tidak sadarkan diri. “Dokter sempat wanti-wanti, mengingat faktor usia yang sudah sepuh. Setelah operasi, sempat dirawat tiga hari di ICU dan selanjutnya dipindahkan ke ruang rawat,” jelasnya.
Jero Jempiring sempat tak sadarkan diri. Dan menghembuskan nafas terakhir Selasa sore. Agung Surtjana menambahkan, untuk sementara jenazah dititipkan di RSU Bangli. Itu karena akan akan berlangsung pujawali di pura. Rencananya jenazah akan dipulangkan ke rumah duka pada 20 Juni mendatang. Dilanjutkan upacara mungguh pelebon.
“Ibu saya merupakan veteran, nantinya perabuan dengan upacara militer, jelasnya.
Dia menambahkan, Jero Pasek Jempiring berasal Desa Jangelan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung. Kemudian menikah dengan Kapten Anom Mudita pada tahun 1942 ke Puri Bangli.
Sayangnya, usia pernikahannya terbilang masih seumur jagung. Karena Kapten Anom Mudita gugur saat membela tanah air. Saat gugur, pejuang asal Bali itu meninggalkan putra semata wayang yang baru berusia 3 tahun.
Mendiang dikenal sebagai sosok yang kuat dan tentunya setia. Hal tersebut yang dipegang oleh anak hingga cicitnya.
“Ibu adalah sosok yang setia, setelah ditinggal aji (ayah, red), almarhum tidak mau menikah lagi. Almarhum fokus membesarkan anak dan mengurus keluarga. Saya kagum dengan ibu,” tukasnya.