33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:09 PM WIB

Diadili DKPP, Pengadu Minta Ketua Bawaslu Buleleng Dipecat

DENPASAR – Dewan Kehormatan Penyelengggara Pemilu (DKPP) akhirnya memeriksa Putu Sugi Ardana, Ketua Bawaslu Kabupaten Buleleng, Jumat (31/5) kemarin di kantor KPU Provinsi Bali.

Sidang pemeriksaan terhadap perkara nomor 93-DKPP-PKE/V/2019 ini dipimpin, oleh Dr. Harjono selaku ketua majelis dan anggota majelis Tim Pemeriksa Daerah (TPD)

Provinsi Bali yakni I Ketut Sunandra (unsur masyarakat), I Wayan Wirka (unsur Bawaslu) dan I Gede John Darmawan (unsur KPU).

Teradu dilaporkan oleh Anak Agung Gde Parwatha, advokat selaku kuasa khusus Nyoman Redana. Sidang ini meminta keterangan dan dua hari lagi penyampaian tanggapan.

Diawawancari terpisah, Ketua Bawaslu Bali Ketut Ariyani mengataan, permasalahan ini karena ada laporan politik yang dilakukan terlapor yaitu Sugi Ardana, Ketua Bawaslu Buleleng.

“Intinya mereka tidak puas dengan hasil laporan terhadap penyelesaian perkara di Bawaslu Buleleng,” ucap Ariyani.

Menurut Ariyani, pihak pengadu menuntut pokok aduan supaya, pertama Sugi Ardana diberhentikan sebagai ketua Bawaslu Buleleng.

Tuntutan kedua, Sugi Ardana diberhentikan sebagai anggota Bawaslu Buleleng. “Itu pokok permohonan daripada pengadu.

Karena dia menganggap Bawaslu Kabupaten Buleleng tidak menindaklanjuti dengan serius. Poinnya seperti itu,” ungkapnya. 

Dilansir dari website DKPP, dalil aduan Putu Sugi Ardana dinilai melanggar kode etik karena tidak menindaklanjuti laporan dari Nyoman Redana tentang tindakan politik uang

yang dilakukan oleh calon Anggota DPRD Daerah Pemilihan Kabupaten Buleleng dari Partai Nasdem yakni Dr. Somvir pada tanggal 22 April 2019.

Berdasar pengakuan Nyoman Redana, dia telah menerima uang sebesar Rp  5 juta dari Subrata yang merupakan tim sukses Dr. Somvir.

Pada saat itu, ia menyatakan tidak mengetahui bahwa hal tersebut melanggar hukum sehingga uang tersebut diterimanya

dan dibagikan kepada orang-orang disekitarnya, disertai dengan specimen surat suara dan kartu nama atas nama Dr. Somvir. 

Dalam laporannya tentang politik uang ke Bawaslu Kabupaten Buleleng, Nyoman Redana mengaku menyertakan uang sebesar Rp 500 ribu, sisa uang yang dibagi-bagikan sebagai bukti.

Dalam dalil aduannya, dia juga menjelaskan alasan laporannya ke Bawaslu Kabupaten Buleleng karena seringnya mendapat telepon gelap sejak tanggal 18 April yang berisi ancaman.

Isi ancaman, lanjutnya, jika Dr. Somvir tidak terpilih maka pengadu akan ditahan. Terhadap dalil aduan pengadu, Putu Sugi Ardana membantah.

Masih dalam sidang pemeriksaan, dia membenarkan bahwa Nyoman Redana telah melaporkan politik uang dengan menyertakan bukti berupa uang Rp 500 ribu. 

Terhadap laporan tersebut ia menjelaskan bahwa Bawaslu Kabupaten Buleleng telah menindaklanjutinya.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam laporan Nyoman Redana yang menjadi pihak terlapor adalah Subrata dan bukan Dr. Somvir.

“Memang benar pada tanggal 22 April sekitar pukul 13.00,  Bawaslu Kabupaten Buleleng menerima laporan Pelapor atas nama Nyoman Redana,” tutur Sugi Ardana. 

“Nyoman redana melaporkan  dugaan pelanggaran politik uang yang dilakukan Subrata bukan Dr. Somvir,” imbuhnya saat membacakan jawaban tertulis terhadap dalil aduan pengadu.

Ia menjelaskan Bawaslu Kabupaten Buleleng telah melakukan klarifikasi di antaranya kepada Ketua KPU Kabupaten Buleleng.

Hasilnya, nama Subrata tidak terdaftar sebagai tim kampanye maupun tim pemenangan dari partai Nasdem.  Bawaslu Kabupaten Buleleng juga telah melakukan klarifikasi terhadap tiga saksi yang diajukan oleh Nyoman dalam laporan politik uang.

Selain itu, Putu Sugi Ardana juga menjelaskan bahwa Bawaslu Kabupaten Buleleng telah dengan patut mengundang pihak Terlapor yakni Subrata sebanyak dua kali yakni pada tanggal 22 April dan 23 April.

Selanjutnya, ia juga menjelaskan telah meminta klarifikasi dari pihak Pelapor pada tanggal 22 April. Putu juga mengaku telah memanggil Dr Somvik pada tanggal 26 April untuk memberikan keterangan.

“Bawaslu Kabupaten Buleleng tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan terhadap terlapor atas nama Subrata

setelah dilakukan pemanggilan dua kali sebagaimana undang-undang dan peraturan Bawaslu yang berlaku,” pungkasnya.

DENPASAR – Dewan Kehormatan Penyelengggara Pemilu (DKPP) akhirnya memeriksa Putu Sugi Ardana, Ketua Bawaslu Kabupaten Buleleng, Jumat (31/5) kemarin di kantor KPU Provinsi Bali.

Sidang pemeriksaan terhadap perkara nomor 93-DKPP-PKE/V/2019 ini dipimpin, oleh Dr. Harjono selaku ketua majelis dan anggota majelis Tim Pemeriksa Daerah (TPD)

Provinsi Bali yakni I Ketut Sunandra (unsur masyarakat), I Wayan Wirka (unsur Bawaslu) dan I Gede John Darmawan (unsur KPU).

Teradu dilaporkan oleh Anak Agung Gde Parwatha, advokat selaku kuasa khusus Nyoman Redana. Sidang ini meminta keterangan dan dua hari lagi penyampaian tanggapan.

Diawawancari terpisah, Ketua Bawaslu Bali Ketut Ariyani mengataan, permasalahan ini karena ada laporan politik yang dilakukan terlapor yaitu Sugi Ardana, Ketua Bawaslu Buleleng.

“Intinya mereka tidak puas dengan hasil laporan terhadap penyelesaian perkara di Bawaslu Buleleng,” ucap Ariyani.

Menurut Ariyani, pihak pengadu menuntut pokok aduan supaya, pertama Sugi Ardana diberhentikan sebagai ketua Bawaslu Buleleng.

Tuntutan kedua, Sugi Ardana diberhentikan sebagai anggota Bawaslu Buleleng. “Itu pokok permohonan daripada pengadu.

Karena dia menganggap Bawaslu Kabupaten Buleleng tidak menindaklanjuti dengan serius. Poinnya seperti itu,” ungkapnya. 

Dilansir dari website DKPP, dalil aduan Putu Sugi Ardana dinilai melanggar kode etik karena tidak menindaklanjuti laporan dari Nyoman Redana tentang tindakan politik uang

yang dilakukan oleh calon Anggota DPRD Daerah Pemilihan Kabupaten Buleleng dari Partai Nasdem yakni Dr. Somvir pada tanggal 22 April 2019.

Berdasar pengakuan Nyoman Redana, dia telah menerima uang sebesar Rp  5 juta dari Subrata yang merupakan tim sukses Dr. Somvir.

Pada saat itu, ia menyatakan tidak mengetahui bahwa hal tersebut melanggar hukum sehingga uang tersebut diterimanya

dan dibagikan kepada orang-orang disekitarnya, disertai dengan specimen surat suara dan kartu nama atas nama Dr. Somvir. 

Dalam laporannya tentang politik uang ke Bawaslu Kabupaten Buleleng, Nyoman Redana mengaku menyertakan uang sebesar Rp 500 ribu, sisa uang yang dibagi-bagikan sebagai bukti.

Dalam dalil aduannya, dia juga menjelaskan alasan laporannya ke Bawaslu Kabupaten Buleleng karena seringnya mendapat telepon gelap sejak tanggal 18 April yang berisi ancaman.

Isi ancaman, lanjutnya, jika Dr. Somvir tidak terpilih maka pengadu akan ditahan. Terhadap dalil aduan pengadu, Putu Sugi Ardana membantah.

Masih dalam sidang pemeriksaan, dia membenarkan bahwa Nyoman Redana telah melaporkan politik uang dengan menyertakan bukti berupa uang Rp 500 ribu. 

Terhadap laporan tersebut ia menjelaskan bahwa Bawaslu Kabupaten Buleleng telah menindaklanjutinya.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam laporan Nyoman Redana yang menjadi pihak terlapor adalah Subrata dan bukan Dr. Somvir.

“Memang benar pada tanggal 22 April sekitar pukul 13.00,  Bawaslu Kabupaten Buleleng menerima laporan Pelapor atas nama Nyoman Redana,” tutur Sugi Ardana. 

“Nyoman redana melaporkan  dugaan pelanggaran politik uang yang dilakukan Subrata bukan Dr. Somvir,” imbuhnya saat membacakan jawaban tertulis terhadap dalil aduan pengadu.

Ia menjelaskan Bawaslu Kabupaten Buleleng telah melakukan klarifikasi di antaranya kepada Ketua KPU Kabupaten Buleleng.

Hasilnya, nama Subrata tidak terdaftar sebagai tim kampanye maupun tim pemenangan dari partai Nasdem.  Bawaslu Kabupaten Buleleng juga telah melakukan klarifikasi terhadap tiga saksi yang diajukan oleh Nyoman dalam laporan politik uang.

Selain itu, Putu Sugi Ardana juga menjelaskan bahwa Bawaslu Kabupaten Buleleng telah dengan patut mengundang pihak Terlapor yakni Subrata sebanyak dua kali yakni pada tanggal 22 April dan 23 April.

Selanjutnya, ia juga menjelaskan telah meminta klarifikasi dari pihak Pelapor pada tanggal 22 April. Putu juga mengaku telah memanggil Dr Somvik pada tanggal 26 April untuk memberikan keterangan.

“Bawaslu Kabupaten Buleleng tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan terhadap terlapor atas nama Subrata

setelah dilakukan pemanggilan dua kali sebagaimana undang-undang dan peraturan Bawaslu yang berlaku,” pungkasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/