29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:40 AM WIB

Lomba Nyurat Aksara Bali Minim Peserta, Potensi Besar, Minim Pembinaan

SINGARAJA – Lomba Nyurat Aksara Bali di atas lontar yang digelar Dinas Kebudayaan Buleleng, terbilang minim peserta.

Sebenarnya potensi yang dimiliki Buleleng cukup besar. Bahkan Buleleng kerap meraih juara pada ajang lomba yang digelar saat Pesta Kesenian Bali.

Pembinaan berbasis masyarakat yang minim, disebut menjadi persoalan utama dalam pelestarian nyurat aksara itu.

Sebenarnya lomba nyurat aksara Bali di atas lontar, merupakan salah satu mata lomba yang digelar dalam kegiatan Nyastra Bali yang diselenggarakan Disbud Buleleng kemarin.

Selain nyurat aksara juga ada sejumlah lomba lain. Seperti mapidarta basa Bali, mesatwa Bali, macecimpedan, mengarang cerpen berbahasa Bali, baca puisi berbahasa Bali, serta ngewacen orti.

Dari tujuh mata lomba itu, hanya lomba nyurat aksara yang minim peserta. Hanya ada lima orang yang ikut dalam lomba itu. Mereka berasal dari Kecamatan Buleleng, Sawan, dan Seririt.

Para peserta nyurat aksara, harus menyalin naskah Satua Prabhu Nursewan. Naskah dalam aksara latin itu harus disalin ke aksara Bali dan dituliskan di atas lontar menggunakan pengrupak. 

Menulis menggunakan pengrupak menjadi tantangan tersendiri. Bila tak terbiasa, lontar bisa robek. Sehingga harus menyalin dari awal.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang tak menampik bila lomba nyurat aksara minim peminat. Justru Disbud berusaha menyelenggarakannya secara rutin. Sehingga potensi-potensi yang ada di sekolah, dapat dibina dengan baik.

“Memang kurang diminati. Kami sengaja gelar lombanya, untuk memotivasi anak-anak biar bisa nyurat aksara. Tiap tahun kami akan pantau progressnya seperti apa.

Kalau sekarang kami masih gelar antar siswa, nanti kami akan menyasar sekaa truna juga,” kata Gede Komang.

Sementara itu juri lomba nyurat aksara, I Dewa Ketut Djareken mengaku juga mengamini minimnya minat dalam lomba itu.

Padahal, menurut Djareken, Buleleng punya potensi besar di bidang nyurat aksara. “Tiap PKB itu, Buleleng selalu jadi rival berat bagi daerah lain.

Sebenarnya bibit dan potensi kita di nyurat aksara itu besar, tapi belum digarap dengan optimal,” kata Djareken.

Menurutnya, proses pembinaan saat ini masih terbatas di lingkungan sekolah. Sementara jam mata pelajaran Bahasa Bali sangat terbatas.

Masalah makin pelik, mengingat mengajari nyurat aksara membutuhkan waktu yang cukup panjang. Djareken menganggap proses pembinaan seharusnya dilakukan di masyarakat.

Baik itu melalui pasraman rutin maupun keterlibatan penyuluh Bahasa Bali. “Sekarang kan di tiap desa ada penyuluh. Nah penyuluh ini harus dioptimalkan perannya di masyarakat.

Misalnya lewat pasraman rutin di desa, atau penyuluh yang langsung membina pemuda yang berminat,” saran Djareken. 

SINGARAJA – Lomba Nyurat Aksara Bali di atas lontar yang digelar Dinas Kebudayaan Buleleng, terbilang minim peserta.

Sebenarnya potensi yang dimiliki Buleleng cukup besar. Bahkan Buleleng kerap meraih juara pada ajang lomba yang digelar saat Pesta Kesenian Bali.

Pembinaan berbasis masyarakat yang minim, disebut menjadi persoalan utama dalam pelestarian nyurat aksara itu.

Sebenarnya lomba nyurat aksara Bali di atas lontar, merupakan salah satu mata lomba yang digelar dalam kegiatan Nyastra Bali yang diselenggarakan Disbud Buleleng kemarin.

Selain nyurat aksara juga ada sejumlah lomba lain. Seperti mapidarta basa Bali, mesatwa Bali, macecimpedan, mengarang cerpen berbahasa Bali, baca puisi berbahasa Bali, serta ngewacen orti.

Dari tujuh mata lomba itu, hanya lomba nyurat aksara yang minim peserta. Hanya ada lima orang yang ikut dalam lomba itu. Mereka berasal dari Kecamatan Buleleng, Sawan, dan Seririt.

Para peserta nyurat aksara, harus menyalin naskah Satua Prabhu Nursewan. Naskah dalam aksara latin itu harus disalin ke aksara Bali dan dituliskan di atas lontar menggunakan pengrupak. 

Menulis menggunakan pengrupak menjadi tantangan tersendiri. Bila tak terbiasa, lontar bisa robek. Sehingga harus menyalin dari awal.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng Gede Komang tak menampik bila lomba nyurat aksara minim peminat. Justru Disbud berusaha menyelenggarakannya secara rutin. Sehingga potensi-potensi yang ada di sekolah, dapat dibina dengan baik.

“Memang kurang diminati. Kami sengaja gelar lombanya, untuk memotivasi anak-anak biar bisa nyurat aksara. Tiap tahun kami akan pantau progressnya seperti apa.

Kalau sekarang kami masih gelar antar siswa, nanti kami akan menyasar sekaa truna juga,” kata Gede Komang.

Sementara itu juri lomba nyurat aksara, I Dewa Ketut Djareken mengaku juga mengamini minimnya minat dalam lomba itu.

Padahal, menurut Djareken, Buleleng punya potensi besar di bidang nyurat aksara. “Tiap PKB itu, Buleleng selalu jadi rival berat bagi daerah lain.

Sebenarnya bibit dan potensi kita di nyurat aksara itu besar, tapi belum digarap dengan optimal,” kata Djareken.

Menurutnya, proses pembinaan saat ini masih terbatas di lingkungan sekolah. Sementara jam mata pelajaran Bahasa Bali sangat terbatas.

Masalah makin pelik, mengingat mengajari nyurat aksara membutuhkan waktu yang cukup panjang. Djareken menganggap proses pembinaan seharusnya dilakukan di masyarakat.

Baik itu melalui pasraman rutin maupun keterlibatan penyuluh Bahasa Bali. “Sekarang kan di tiap desa ada penyuluh. Nah penyuluh ini harus dioptimalkan perannya di masyarakat.

Misalnya lewat pasraman rutin di desa, atau penyuluh yang langsung membina pemuda yang berminat,” saran Djareken. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/