33.3 C
Jakarta
25 November 2024, 13:12 PM WIB

Over Produksi, Pasokan Daging Ayam dari Jawa Kian Banjiri Bali

DENPASAR – Permasalahan tata niaga ayam khususnya ayam broiler hingga saat ini masih mengalami masalah.

Kondisi tersebut terjadi lantaran regulasi antara pusat dengan daerah yang tumpang tindih sehingga menimbulkan kekacauan.

“Masing-masing pelaku kepentingan dalam lingkaran ini mengklaim bahwa SOP yang dijalankan benar, sementara SOP masing-masing dari mereka ini berbeda,” kata drh. Putra Astawa, Penasehat Pinsar Broiler Bali (PBB) kemarin.

Kata dia, kondisi tata niaga ayam broiler yang terjadi di Bali hingga saat ini berawal ketika Bali diserbu produk daging ayam dari pulau Jawa.

Membanjirnya daging ayam tersebut terjadi akibat over produksi daging ayam di daerah Jawa. “Kondisi ini membuat peternak di Bali tertekan, dan harga ayam juga rendah,” jelas Astawa.

Sedangkan lanjut dia, para peternak di Bali selama ini telah mampu menyediakan 200.000 ekor per hari. Dengan masuknya daging dari Jawa membuat ketersediaan ayam di Bali bertambah sehingga harga ayam menjadi rendah.

Sebelumnya, PBB, Karantina dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Bali, Dinas Perijinan Provinsi Bali sempat bertemu membicarakan permasalahan ini.

Masing-masing menjelaskan tentang SOP dalam mengatur tata niaga ayam. “Mereka merasa benar karena SOP-nya berbeda- beda,” tuturnya.

Kata Astawa, titik permasalahan sebenarnya ada di tingkat pusat yaitu pada UU tentang Kesehatan Hewan dan juga UU Veteriner.

“Kalau UU Veteriner, mereka butuh surat kesehatan hewan dari daerah asal produk. Sedangkan izin masuk mestinya dikeluarkan Dinas Petenakan Provinsi.

Izin masuk ini mereka tidak butuhkan karena merasa diri sudah benar, UU menyebutkan sudah cukup dengan surat keterangan kesehatan hewan,” jelasnya.

Akibatnya produk ayam yang masuk diterima begitu saja. Sementara garda terdepan dalam pemasukan daging adalah kewenangan Karantina. “Jadi mereka bertahan di SOP-nya masing-masing,” tegasnya.

Pihaknya berharap dari kondisi ini ada ketegasan dari Pemerintah Provinsi, salah satunya dengan membentuk satgas gabungan.

“Jadi, supaya tidak tumpang tindih, dari Karantina memeriksa kesehatan hewannya, sedangkan dari dinas melihat perlunya produk

daging itu masuk. Kalau ketersediaan daging di Bali sudah cukup, kenapa kita harus memasukkan daging lagi,” tandasnya. 

DENPASAR – Permasalahan tata niaga ayam khususnya ayam broiler hingga saat ini masih mengalami masalah.

Kondisi tersebut terjadi lantaran regulasi antara pusat dengan daerah yang tumpang tindih sehingga menimbulkan kekacauan.

“Masing-masing pelaku kepentingan dalam lingkaran ini mengklaim bahwa SOP yang dijalankan benar, sementara SOP masing-masing dari mereka ini berbeda,” kata drh. Putra Astawa, Penasehat Pinsar Broiler Bali (PBB) kemarin.

Kata dia, kondisi tata niaga ayam broiler yang terjadi di Bali hingga saat ini berawal ketika Bali diserbu produk daging ayam dari pulau Jawa.

Membanjirnya daging ayam tersebut terjadi akibat over produksi daging ayam di daerah Jawa. “Kondisi ini membuat peternak di Bali tertekan, dan harga ayam juga rendah,” jelas Astawa.

Sedangkan lanjut dia, para peternak di Bali selama ini telah mampu menyediakan 200.000 ekor per hari. Dengan masuknya daging dari Jawa membuat ketersediaan ayam di Bali bertambah sehingga harga ayam menjadi rendah.

Sebelumnya, PBB, Karantina dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Provinsi Bali, Dinas Perijinan Provinsi Bali sempat bertemu membicarakan permasalahan ini.

Masing-masing menjelaskan tentang SOP dalam mengatur tata niaga ayam. “Mereka merasa benar karena SOP-nya berbeda- beda,” tuturnya.

Kata Astawa, titik permasalahan sebenarnya ada di tingkat pusat yaitu pada UU tentang Kesehatan Hewan dan juga UU Veteriner.

“Kalau UU Veteriner, mereka butuh surat kesehatan hewan dari daerah asal produk. Sedangkan izin masuk mestinya dikeluarkan Dinas Petenakan Provinsi.

Izin masuk ini mereka tidak butuhkan karena merasa diri sudah benar, UU menyebutkan sudah cukup dengan surat keterangan kesehatan hewan,” jelasnya.

Akibatnya produk ayam yang masuk diterima begitu saja. Sementara garda terdepan dalam pemasukan daging adalah kewenangan Karantina. “Jadi mereka bertahan di SOP-nya masing-masing,” tegasnya.

Pihaknya berharap dari kondisi ini ada ketegasan dari Pemerintah Provinsi, salah satunya dengan membentuk satgas gabungan.

“Jadi, supaya tidak tumpang tindih, dari Karantina memeriksa kesehatan hewannya, sedangkan dari dinas melihat perlunya produk

daging itu masuk. Kalau ketersediaan daging di Bali sudah cukup, kenapa kita harus memasukkan daging lagi,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/