NEGARA – Desa Budeng, Kecamatan Jembrana, dulu dikenal dengan desa penghasil kepiting bakau terbesar di Jembrana.
Namun, populasi kepiting bakau yang menjadi mata pencaharian warga sudah menurun drastis. Salah satu penyebabnya adalah rusaknya ekosistem mangrove.
Pemicu lainnya adalah eksploitasi berlebihan yang berakibat penurunan populasi kepiting bakau.
Menurut I Kade Sudiarsa, salah satu anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kelompok Tani Hutan Warna Merta Desa Budeng, kepiting bakau dari Desa Budeng dulu menjadi primadona karena memiliki rasa yang berbeda dengan kepiting daerah lain.
Bahkan, menjadi sumber penghasilan warga. Populasi kepiting yang melimpah tidak sulit bagi warga mencari di kawasan hutan mangrove.
“Dulu memang Desa Budeng yang dikenal penghasil kepiting bakau,” ujarnya. Karena saat ini populasi kepiting bakau semakin turun drastis, warga yang dulu mencari kepiting bakau secara tradisonal berhenti dan beralih profesi pekerjaan lain.
Hanya sebagian warga yang bertahan dengan mengandalkan kepiting bakau sebagai sumber penghasilan, itu pun dengan hasil yang sangat sedikit.
Menurutnya, banyak faktor yang mengakibatkan populasi kepiting bakau turun drastis. Di antaranya, hutan mangrove yang menjadi tempat hidup kepiting bakau berkurang akibat alih fungsi.
Karena itu, dengan penanaman kembali mangrove, diharapkan mengembalikan populasi kepiting mangrove.
“Setelah perbaikan kawasan ini, kami nantinya akan menebar bibit kepiting bakau,” ungkap De Budeng, sapaan akrab I Kade Sudiarsa.
Selain ekosistem hutan bakau yang rusak, menipisnya populasi kepiting bakau diduga disebabkan pakan udang dari tambak udang di sekitar mangrove.
Sisa makanan udang yang mengandung unsur kimia bercampur dengan air di hutan mangrove menjadi racun kepiting bakau.
Karena tambak udang sudah tidak ada, kawasan hutan mangrove yang dulu menjadi tambak udang ditanami lagi mangrove agar menjadi tempat hidup kepiting bakau.
“Situasi alam, dari suhu dan iklim juga berpengaruh terhadap ekosistem dan populasi kepiting,” imbuhnya.
Dia menambahkan, saat ini Desa Budeng diberi kewenangan mengelola 20 hektar dari 66 hektar hutan mangrove.
Pengelolaan hutan mangrove ini untuk melestarikan hutan mangrove dengan sejumlah program, diantaranya membuat
agrowisata yang dikelola oleh kelompok yang dibentuk desa dengan surat keputusan (SK) dari Kementerian Kehutanan.