33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:54 PM WIB

Imbal Hasil Besar, Petani Buleleng Didorong Beralih ke Organik

SINGARAJA – Para petani di Kabupaten Buleleng kini didorong beralih ke komoditas organik. Saat ini belum banyak petani yang melirik potensi pertanian organik.

Padahal komoditas tani dengan label organik, dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar. Hingga kini luas lahan organik di Buleleng masih sangat terbatas.

Data di Dinas Pertanian Buleleng menunjukkan, luas lahan pertanian organik baru 117 hektare dari total luas lahan sawah seluas 10.335 hektare.

Lahan organik itu tersebar di sejumlah kecamatan. Yakni Subak Sudaji Kecamatan Banjar seluas 30 hektare.

Subak Cengana seluas 20 hektare dan Subak Kedu seluas 27 hektare. Kedua subak ini ada di Kecamatan Sukasada. Serta Subak Munduk Kecamatan Banjar seluas 40 hektare.

Plt. Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengatakan, produksi di subak organik sebenarnya cukup menjanjikan.

Di Subak Cengana misalnya. Petani bisa menghasilkan beras sebanyak 52,2 kwintal per hektare. “Itu sudah gabah kering giling, tinggal dipasarkan saja,” katanya.

Sementara di Subak Munduk, produktitvitas padinya mencapai 4,2 ton per hektare. Komoditas yang dihasilkan di sana berbentuk beras merah.

Menurut Sumiarta pada tahap awal, pengembangan lahan organik memang tak mudah. Sebab petani sudah terbiasa memberikan perlakuan berbahan kimiawi pada lahan.

Biasanya lahan baru akan memberikan produktifitas maksimal setelah tiga tahun mendapat perlakuan organik.

“Awalnya memang agak sulit. Di awal-awal itu produktifitas menurun dan serangan hama meningkat. Biasanya di masa-masa ini petani menyerah.

Tapi, setelah dua tahun perlakuan khusus menggunakan bahan organik, produktivitasnya naik lagi,” imbuh Sumiarta.

Kelebihan komoditas organik, kata Sumiarta, adalah dari sisi harga. Beras dengan kualitas organik dapat dijual seharga Rp 20ribu per kilogram.

Petani pun didorong melapas komoditas mereka ke pasar dalam bentuk beras, sehingga mendapat harga lebih tinggi.

Ketimbang dijual dalam bentuk gabah kering yang hanya laku Rp 4.500 per kilogram. “Perbedaannya jauh. Dalam bentuk beras itu laku paling tidak Rp 20ribu per kilogram.

Itu pun sekarang masih dianggap kekurangan produksi. Makanya kami terus edukasi petani beralih ke organik. Memang tidak mudah, karena terkait cara pandang dan kebiasaan,” tandasnya.

Rencananya untuk mendorong petani beralih ke organik, Dinas Pertanian akan memberikan subsidi untuk varietas padi bibit unggul maupun untuk pupuk organik.

Selain itu Dinas Pertanian juga akan menjalin kerjasama dengan sejumlah produsen pupuk, sehingga bisa menyalurkan pupuk organik dengan jumlah besar.

SINGARAJA – Para petani di Kabupaten Buleleng kini didorong beralih ke komoditas organik. Saat ini belum banyak petani yang melirik potensi pertanian organik.

Padahal komoditas tani dengan label organik, dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar. Hingga kini luas lahan organik di Buleleng masih sangat terbatas.

Data di Dinas Pertanian Buleleng menunjukkan, luas lahan pertanian organik baru 117 hektare dari total luas lahan sawah seluas 10.335 hektare.

Lahan organik itu tersebar di sejumlah kecamatan. Yakni Subak Sudaji Kecamatan Banjar seluas 30 hektare.

Subak Cengana seluas 20 hektare dan Subak Kedu seluas 27 hektare. Kedua subak ini ada di Kecamatan Sukasada. Serta Subak Munduk Kecamatan Banjar seluas 40 hektare.

Plt. Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta mengatakan, produksi di subak organik sebenarnya cukup menjanjikan.

Di Subak Cengana misalnya. Petani bisa menghasilkan beras sebanyak 52,2 kwintal per hektare. “Itu sudah gabah kering giling, tinggal dipasarkan saja,” katanya.

Sementara di Subak Munduk, produktitvitas padinya mencapai 4,2 ton per hektare. Komoditas yang dihasilkan di sana berbentuk beras merah.

Menurut Sumiarta pada tahap awal, pengembangan lahan organik memang tak mudah. Sebab petani sudah terbiasa memberikan perlakuan berbahan kimiawi pada lahan.

Biasanya lahan baru akan memberikan produktifitas maksimal setelah tiga tahun mendapat perlakuan organik.

“Awalnya memang agak sulit. Di awal-awal itu produktifitas menurun dan serangan hama meningkat. Biasanya di masa-masa ini petani menyerah.

Tapi, setelah dua tahun perlakuan khusus menggunakan bahan organik, produktivitasnya naik lagi,” imbuh Sumiarta.

Kelebihan komoditas organik, kata Sumiarta, adalah dari sisi harga. Beras dengan kualitas organik dapat dijual seharga Rp 20ribu per kilogram.

Petani pun didorong melapas komoditas mereka ke pasar dalam bentuk beras, sehingga mendapat harga lebih tinggi.

Ketimbang dijual dalam bentuk gabah kering yang hanya laku Rp 4.500 per kilogram. “Perbedaannya jauh. Dalam bentuk beras itu laku paling tidak Rp 20ribu per kilogram.

Itu pun sekarang masih dianggap kekurangan produksi. Makanya kami terus edukasi petani beralih ke organik. Memang tidak mudah, karena terkait cara pandang dan kebiasaan,” tandasnya.

Rencananya untuk mendorong petani beralih ke organik, Dinas Pertanian akan memberikan subsidi untuk varietas padi bibit unggul maupun untuk pupuk organik.

Selain itu Dinas Pertanian juga akan menjalin kerjasama dengan sejumlah produsen pupuk, sehingga bisa menyalurkan pupuk organik dengan jumlah besar.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/