RadarBali.com – Sadis. Tak kenal ampun. Kata dan kalimat itu pas untuk mengambarkan sosok Putu Astawa, 25, pembunuh pasutri asal Jepang Matsuba Nurio, 73, dan istrinya Matsuba Hiroko, 70, bermotif perampokan.
Betapa tidak, pasca membunuh, menjerat leher korban dan membakar keduanya, dia masih menyempatkan diri mendatangi TKP pasca kasus itu terkuak kepolisian.
Menurut Kapolresta Denpasar Kombes Hadi Purnomo, pasca membakar tubuh korban, pelaku kembali ke kosan di Perum Puri Gading Gang Kresna Jimbaran, Kuta, Selatan.
Setelah jasad korban ditemukan tewas dengan kondisi terbakar, ia sempat datang di TKP dan ikut menyaksikan proses evakuasi.
Ia berdiri di tengah-tengah keramaian warga, persisnya di depan rumah korban. Karena ketakutan, dia mengajak istri yang sementara hamil muda itu pindah kos ke Jalan Penta, Jimbaran, yang jaraknya hampir 1 km dari TKP.
Bagaimana dengan uang hasil perampokan? Menurut Kombes Hadi, uang korban ditukar di dua money changer di kawasan Jimbaran.
“Setelah menukar uang, dia langsung membayar utang itu. Dan uang sisanya habis terpakai untuk keperluan sehari-hari,” sebutnya.
Sebelum menangkap tersangka, polisi telah memeriksa 44 saksi, uji labfor, otopsi dan sidik jari di TKP. Polisi pun melakukan gelar perkara.
Hasilnya pelaku mengarah pada I Putu Astawa. Tim kemudian mencari pelaku, namun kata pemilik kos pelaku sudah pindah sejak beberapa hari lalu.
Satu hari sebelum ditangkap, setelah anggota sempat mendatangi kosan pelaku di Jalan Penta, Jimbaran. Namun, ternyata telah pindah ke Pemogan, Denpasar.
“Kosan dia di Pemogan, bersampingan kamar dengan salah satu anggota buser sehingga ia ditangkap di kawasan Jalan Mekar, Pemogan, Denpasar Selatan,” pungkas Kombes Hadi Purnomo.
Putu Astawa mengaku belum pernah dihukum tidak mengalami gangguan kejiwaan. “Murni pembunuhan bermotif perampokan. Dia dikenakan pasal 338 KUHP juncto 363 KUHP dan 333 KUHP. Jadi, dikenakan pasal pembunuhan, perampasan harta dan penyekapan, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara,” tuturnya