Kerukunan Umat Islam Sempidi (KUIS) menggelar pengajian umum dan halal bihalal sebagai wujud menjalin persaudaraan
yang lebih erat sebagai wadah menguatkan karakter bangsa dengan bangunan akhlak serta pengukuhan 4 pilar kebangsaan.
ADA suasana berbeda dari biasanya di Musala dan TPQ Al Hikmah, Banjar Gede Sempidi. Halaman penuh sesak dengan
jamaaah pria dan wanita serta kalangan santri/pelajar, tempat dihelatnya Pengajian Umum dan Halal Bihalal Kerukunan Umat Islam Sempidi (KUIS).
Menghadirkan pencerah, KH Mustofa Al Amin, Rais Syuriah PCNU Denpasar, dengan tema; Penguatan Karakter Bangsa Melalui Pembinaan Akhlak dan Penanaman Empat Konsensus Kebangsaan” .
Ketua Panitia, Mulyadi dalam laporannya menyatakan, pengajian umum dan halal bihalal ini menjadi media bagi semua warga untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan.
“Ini menjadi momentum yang baik untuk bersama-sama mewujudkan Bali kita yang aman, damai dan sejahtera,” ungkap Mulyadi.
Penasihat Kerukunan Umat Islam Sempidi, Ustadz Nanang Qusairi, dalam sambutannya mengatakan, semangat kebersamaan dan saling tenggangrasa
antar umat menjadi semangat untuk menjaga Bali tetap aman dan damai, jauh dari paham-paham radikalisme.
Karena itu katanya, generasi muslim perlu diajarkan akhlak yang baik. Termasuk penanaman nilai-nilai kebangsaan yang luhur.
KH. Mustafa Al Amin dalam tausiyahnya mengungkapkan, dalam tatanan negara bangsa, warga harus saling asah, asih dan asuh.
Yaitu sebuah semangat saling menghargai dan mengayomi antar umat beragama. “Konsepnya, dimana bumi dipijak disitu langit di junjung,” tandas ulama yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI Kota Denpasar, ini.
Dipaparkan, Islam yang berkembang di Indonesia adalah Islam berbasis moderat. “Islam yang moderat ini adalah Islam yang sejak awal berdirinya republik ini menerima empat konsesnsus kebangsaan.
Yaitu, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945,” ungkap Kyai Mustafa. Butir-butir sila dalam Pancasila urainya, sangat selaras dengan isi Alquran.
Misalnya, Sila Ketuhanan Yang Maha Esa selaras dengan surat Al Ikhlas (Katakanlah bahwa Tuhan itu satu, dan seterusnya), yang menegaskan tentang ke-Esaan Allah SWT.
“Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab sesuai dengan surat Annisa’ ayat 135 yang mengajarkan setiap manusia berlaku adil,” tegasnya, meyakinkan.
Kemudian sila Persatuan Indonesia dalam surat Ali Imran 103 (seruan menghindari perpecahan) dan Alhujarat ayat 13, agar antar manusia yang diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal satu sama lain.
Sila keempat termaktub Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Sebagaimana tertuang dalam QS. As Syura; ayat 38 yang mengatakan Sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka.
“Terakhir sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia selaras dengan QS. An Nahl ayat 90 yang berbunyi
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan buat kebajikan,” beber Alumni IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini.
Itu lanjutnya, menjadi pelajaran berharga bahwa penanaman empat pilar dasar negara menadi kunci membangun bangsa yang majemuk ini.
Di bagian lain, beliau juga mengingatkan kembali kepada para jamaah yang hadir bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.
Bahkan, tak mungkin setiap warga dapat menjalankan agama dengan baik, kalau kita tidak punya tanah air.
“Sebuah hadist mengatakan, hubbul wathon minal iman, bahwa cinta tanah air itu bagian dari iman,” pungkasnya. (*/rba)