33.4 C
Jakarta
20 November 2024, 13:55 PM WIB

Nikah Tanpa Izin Istri Pertama, Pasutri Poligami Dituntut Setahun Bui

NEGARA – Dua terdakwa kasus pernikahan poligami dituntut pidana penjara selama setahun lebih oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Negara, kemarin.

JPU menilai, dua terdakwa I Ketut Gandra, 47, dan Ni Putu Sulasih, 46, terbukti bersalah melanggar pasal 279 ayat KUHP yakni melakukan tindak pidana dengan menikah lagi secara diam-diam tanpa izin istri pertama.

Sidang tuntutan dua terdakwa digelar bersamaan dengan ketua majelis hakim Haryuning Respanti.

Dalam tuntutannya, JPU dari Kejari Jembrana Arief Ramadhoni menyatakan, terdakwa I Ketut Gandra terbukti secara sah meyakinkan

melanggar pasal 279 ayat 1 ke 1 KUHP sehingga dituntut pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan.

Sedangkan istri kedua yang dinikahi secara adat, Ni Putu Sulasih, 46, dituntut jaksa Ivan Praditya Putra dengan pasal 279 ayat 1 ke 2 KUHP dengan tuntutan 1 tahun 4 bulan dikurangi masa tahanan.

Usai tuntutan dibacakan, kedua terdakwa meminta keringanan hukuman. “Minta keringanan hukuman yang mulia,” kata terdakwa I Ketut Gandra begitu juga dengan Ni Putu Sulasih.

Kasus pernikahan yang berujung pidana penjara ini terjadi pada bulan Agustus 2018. Saat itu, I Ketut Gandra menikahi terdakwa Ni Putu Sulasih meski masih ada ikatan pernikahan dengan istri sah.

Awalnya Sulasih yang sudah menjanda ini menolak membuatkan banten bayokala untuk sarana upacara.

Namun, karena Gandra mengatakan sudah mendapat izin dari istri pertamanya, akhirnya membuatkan banten agar hubungannya tidak dianggap kotor.

Setelah kedua terdakwa melakukan upacara matur piuning menganggap sudah sah sebagai suami istri.

Akhirnya rahasia kedua terdakwa terbongkar.

Istri pertama Gandra mengetahui pada bulan Februari 2019 lalu. Sehingga dilaporkan pada perangkat Desa Yehsumbul 9 Mei 2018.

Terdakwa sempat dipanggil oleh Desa Pakraman dan berjanji tidak akan selingkuh dan melakukan perbuatan atau perkataan kurang baik pada istri pertamanya.

Karena masih tetap melakukan hubungan, kedua pasangan suami istri yang menikah secara diam-diam ini dipolisikan. 

NEGARA – Dua terdakwa kasus pernikahan poligami dituntut pidana penjara selama setahun lebih oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Negara, kemarin.

JPU menilai, dua terdakwa I Ketut Gandra, 47, dan Ni Putu Sulasih, 46, terbukti bersalah melanggar pasal 279 ayat KUHP yakni melakukan tindak pidana dengan menikah lagi secara diam-diam tanpa izin istri pertama.

Sidang tuntutan dua terdakwa digelar bersamaan dengan ketua majelis hakim Haryuning Respanti.

Dalam tuntutannya, JPU dari Kejari Jembrana Arief Ramadhoni menyatakan, terdakwa I Ketut Gandra terbukti secara sah meyakinkan

melanggar pasal 279 ayat 1 ke 1 KUHP sehingga dituntut pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan.

Sedangkan istri kedua yang dinikahi secara adat, Ni Putu Sulasih, 46, dituntut jaksa Ivan Praditya Putra dengan pasal 279 ayat 1 ke 2 KUHP dengan tuntutan 1 tahun 4 bulan dikurangi masa tahanan.

Usai tuntutan dibacakan, kedua terdakwa meminta keringanan hukuman. “Minta keringanan hukuman yang mulia,” kata terdakwa I Ketut Gandra begitu juga dengan Ni Putu Sulasih.

Kasus pernikahan yang berujung pidana penjara ini terjadi pada bulan Agustus 2018. Saat itu, I Ketut Gandra menikahi terdakwa Ni Putu Sulasih meski masih ada ikatan pernikahan dengan istri sah.

Awalnya Sulasih yang sudah menjanda ini menolak membuatkan banten bayokala untuk sarana upacara.

Namun, karena Gandra mengatakan sudah mendapat izin dari istri pertamanya, akhirnya membuatkan banten agar hubungannya tidak dianggap kotor.

Setelah kedua terdakwa melakukan upacara matur piuning menganggap sudah sah sebagai suami istri.

Akhirnya rahasia kedua terdakwa terbongkar.

Istri pertama Gandra mengetahui pada bulan Februari 2019 lalu. Sehingga dilaporkan pada perangkat Desa Yehsumbul 9 Mei 2018.

Terdakwa sempat dipanggil oleh Desa Pakraman dan berjanji tidak akan selingkuh dan melakukan perbuatan atau perkataan kurang baik pada istri pertamanya.

Karena masih tetap melakukan hubungan, kedua pasangan suami istri yang menikah secara diam-diam ini dipolisikan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/