Mantan Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wira Putra yang kini menjadi pesakitan bicara blak-blakan tentang siapa saja yang terlibat dalam proyek reklamasi pengembangan Pelabuhan Benoa.
MAULANA SANDIJAYA, Denpasar
DARI saksi utama yang hadir di persidangan tidak ada yang keterangannya meringankan Alit. Semua menyudutkan Alit.
Mulai saksi korban Sutrisno Lukito Disastro, Made Jayantara, hingga Putu Pasek Sandoz Prawirottaman, putra mantan Gubernur Made Mangku Pastika.
Karena merasa diinjak, Alit yang pada awal persidangan sempat “sakit gigi” kini bersuara lantang. Pria 50 tahun itu mulai menggigit balik pihak yang dianggap terlibat.
Salah satu pihak yang dianggap mengetahui rencana proyek ini adalah mantan Gubernur Bali Mangku Pastika.
“Saya merasa dikorbankan, diinjak-injak. Dari awalnya Ketua Kadin Bali diturunkan. Jadi caleg digagalkan,” ujar Alit diwawancarai usai sidang Rabu (17/7) lalu.
Kendati demikian, pengusaha properti asal Dalung, Kuta Utara, Badung itu mengaku mendapat pelajaran dari kasus yang menjeratnya.
Ke depan ia berharap pengusaha-pengusaha lokal Bali bisa bangkit dan tidak senasib dengannya. Alit tampak paling kesal dengan keterangan Putu Pasek Sandoz Prawirottama.
Dikatakan Alit, semestinya Sandoz bicara jujur sesuai fakta yang terjadi. Salah satunya terkait rekomendasi dan izin prinsip dari gubernur sudah keluar.
“Izin prinsip dari gubernur (Pastika) sudah ada semua kok, dari DPRD Bali juga sudah ada rekomendasi,” tukasnya.
Alit juga menyayangkan bantahan Sandoz yang mengaku tidak pernah ada pertemuan Pastika dengan Sutrisno, bos PT Bangun Segitiga Mas (BSM).
Pertemuan itu terjadi di rumah pribadi gubernur di Perumahan Teras Ayung. “Pertemuan itu (Pastika dengan Sutrisno disaksikan Alit dan Sandoz) jelas ada.
Beliau (Pastika) ada dan membicarakan detail proyek, wong pertemuannya hampir dua jam,” beber Alit.
Ditanya bantahan Sandoz yang mengaku menerima uang tapi lupa jumlahnya, Alit hanya tertawa sinis. Dikatakan Alit, Sandoz menerima uang Rp 7,5 miliar plus USD 80 ribu.
Jika ditotal Rp 8,3 miliar. “Penyerahan pertama USD 80 ribu, saya serahkan langsung cash pada 23 Februari. Besoknya setelah penyerahan uang itu bertemu gubernur,” tukasnya.
Begitu juga saat ditanya tentang pengakuan Sandoz tidak tahu menahu tentang draf kesepakatan pengertian saling kerja sama, Alit menyesalkan pengakuan Sandoz.
Kepada Jawa Pos Radar Bali, Alit menunjukkan salinan email yang dikirim ke alamat email Sandoz.
Terlihat dalam salinan email tersebut masih dikirim menggunakan BlackBerry. Saat itu BlackBerry memang sedang booming.
Ia mengirim emali empat sampai lima kali. “Sandoz itu di Kadin Bali jadi wakil ketua umum bidang ivestasi.
Saya bidang energi dan sumber daya mineral. Kita rapat sering. Setelah selesai izin ini baru saya jadi ketua Kadin. Kan kita ketemu terus,” tuturnya.
Kepada koran ini Alit menunjukkan berkas salinan komunikasi lewat email dengan Candra Wijaya (Dirut PT BSM); Made Jayantara (saksi) dan Sandoz (saksi).
Alit juga menunjukkan draf kesepakatan saling pengertian tentang kerja sama tertanggal 26 Januari 2012.
Pasal 4 menyebutkan pihak pertama (Sutrisno Lukito Disastro) sanggup menyediakan dana operasional sebesar Rp 30 miliar. Uang operasional dicairkan dalam tiga tahap.
Pertama Rp 6 miliar diberikan setelah ditandatangani kesepakatan. Setelah menerima uang pada 23 Febaruari 2012, keesokan hairnya pada 24 Februari bertemu dengan gubernur di rumah pribadi gubernur.
Menurut Alit, sejatinya rekomendasi untuk pengembangan Pelabuhan Benoa seluas 400 hektare sudah diberikan pada PT BSM.
Namun, tiba-tiba perizinan yang semestinya untuk PT BSM dibaliknamakan atas nama PT Nusa Mega Penida (NMP) yang juga milik Sutrisno.
Kenapa bisa beralih dari PT BSM menjadi PT NMP? Alit mengaku tidak mengerti karena pada 2014 ia maju jadi caleg bersama saksi Made Jayantara. Alit maju sebagai DPRD Bali tapi gagal.
Sedangkan Made Jayantara maju ke DPR RI, juga gagal. Keduanya memakai kendaraan Gerindra. Pada 2015 Alit menyebut Jayantara sebagai tim suksesnya saat maju sebagai Ketua Kadin Bali.
Alit menyebut PT BSM sudah mendapat izin dari pemerintah daerah. “Izin dari gubernur sudah ada. Pak gubernur sudah
mengeluarkan izin per 2014. Izin sudah keluar semua. Izin prinsip, Amdal, rekomendasi DPRD semua ada,” jelasnya.
“Izin prinsipnya atas nama PT NMP. Dari sinilah saya dibilang tidak menyelesaikan perizinan karena yang muncul PT NMP.
Padahal, PT NMP tidak pernah mengajukan tapi dapat izin. Nomor surat sama yang dipakai PT NMP sama dengan PT BSM,” pungkasnya. (*)