28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:50 PM WIB

Tak Lagi Sejalan, Caleg Terpilih Dapil Klungkung Digugat Cerai Suami

DENPASAR – Calon legislatif terpilih dapil Klungkung Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati digugat cerai sang suami bernama Ketut Lea.

Keputusan cerai terpaksa dilakukan lantaran keduanya tak lagi sejalan, ada banyak perbedaan prinsip.

Gugatan cerai sudah dilayangkan ke PN Denpasar akhir 2018 lalu dengan risalah pengadilan (Rilaas) perkara nomor 803/ PDT.G/ 2018/ PN.DPS.

Kepada Jawa Pos Radar Bali ketika ditemui di lingkungan PD Denpasar, Ketut Lea mengatakan bahwa wanita yang dia backup hingga lolos menjadi anggota DPRD Klungkung ini terpaksa digugat cerai lantaran sang istri tidak lagi menghargai keluarga.

“Ya saya tidak mau harga diri keluarga dirusak istri saya Dwi Yustiawati Istri. Intinya kami sudah tidak sejalan lagi,” kata Ketut Lea.

Menurut pria tampan ini, sejak menikah, hingga kini dia sangat sulit mendidik sang istri untuk menjadi wanita dewasa yang lebih baik dari sebelumnya.

Takut tidak bisa menjaga nama baik diri sendiri, keluarga dan masyarakat, dia memutuskan untuk menggugat cerai.

“Saya lho sudah berusaha sekuat tenaga meyakinkan masyarakat untuk mempercayai istri saya menjadi wakil rakyat. Tapi, kok sampai saat ini sifatnya masih sama saja,” terangnya.

Yang mana, sifat buruk sang istri tidak mencerminkan sifat seorang wanita yang baik yang bisa dicontoh positif oleh calon generasi wanita lainnya.

Justru semakin hari semakin tidak baik. “Makin hari, semakin penuh kebusukan yang tidak pantas di lakukan oleh seorang wanita yang baik hati.

Karena itu saya putuskan untuk menceraikan dia. Saya tidak mau membawa dampak buruk bagi masyarakat,” timpal Lea.

Apalagi, lanjutnya, seperti yang dikatakan, dia tidak mau menjadi malapetaka bagi masyarakat Klungkung dengan sifat buruk sang istri yang semakin menjadi-jadi.

“Intinya, saya tidak mau dia merusak nama baik saya, buat malapetaka untuk bumi Klungkung, dan menghancurkan nama baik saya

dan nama baik keluarga saya, termasuk menghapus semua yadnya yadnya saya yang saya selalu berusaha lakukan  dari dulu hingga kini,” tegasnya.

Lea, lelaki asal Nusa Penida ini menceritakan, kisah cintanya dengan wanita cantik asal Jimbaran itu bermula dari di salah satu tempat perbelanjaan terbesar di Kuta.

Ketika hendak berbelanja di sana, Lea tak sengaja melirik ke seorang wanita cantik ini. Ia pun berkenalan dengan tergugat.

Saat itu, Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) yang disewa oleh salah satu perusahaan mobil.

“Saat itu saya berada di salah satu tempat perawatan rambut lalu menoleh ke pameran mobil itu. Di sana, saya lihat banyak SPG dan saya panggil GM yang mengawasi SPG-nya,” bebernya.

Ia lalu bertanya kepada GM SPG terkait wanita yang di maksud yang sedang berdiri yang tak lain adalah wanita lugu bernama Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati yang langsung dikenalin.

Dari sana lah cinta penggugat dan tergugat mulai bersemi. Keduanya lantas tukaran nomor HP. Sayang, lantaran HP tergugat rusak, selama beberapa bulan, loss contact.

Setelah HP diperbaiki, tergugat langsung memberi kabar kepada Lea dan menceritakan terkait HP rusak itu membuat keduanya tidak berkomunikasi.

Saat itu juga Lea langsung membelikan HP terbaru sebanyak dua unit. Baik Samsung dan BB. Tak mau sia-siakan kesempatan, Lea langsung menembak wanita tersebut dan keduanya berpacaran.

“Kualitas anak ini awalnya memprihatinkan. Saya mulai mengajarkannya menjadi wanita dewasa secara perlahan-lahan. Pun hidupnya dibiayai sepenuhnya oleh saya. Pun masalah patah tulang kakinya,” katanya.

Hidupnya mulai berkelas setelah dia sembuh dari cedera kaki. Lalu dibelikan mobil dan keperluan wanita yang semuanya bermerek atau high class.

Pergaulannya pun diakses ke pergaulan kelas atas yakni dengan istri-istri pejabat dan pengusaha tanah air.

Tujuannya, dia bisa berbaur di lingkungan kelas elite, meningkatkan wawasan demi mengejar karir atau impian.

“Ya saya benar-benar memperbaiki hidupnya sehingga ia tidak hanya bergaul dengan SPG. Tapi, ke tingkat elite seperti menghadiri kondangan ke Istana Presiden, dia saya bawa kok,”  katanya.

Singkat cerita, kedua pasang ini menikah 2014 lalu. Acara pernikahan pun di adakan secara mewah dan wah. Setelah menikah, sifatnya mulai berubah dan semakin memburuk.

“Seluruh perhiasan dan lain sebagainya justru ditaruh, katanya di rumah orang tuanya. Entah dia jual atau simpan, saya tidak tahu,” bebernya.

“Diluar dari keperluan lain ya. Kalau untuk perhiasan saya habiskan uang mencapai Rp 72 miliar. Perhiasan itu tidak ada sebiji pun di rumah kita,” kilahnya.

Beruntung, isi koleksi pribadi di rumah yang dikumpulin sejak tahun 2000 sampai tahun 2008 masih tersimpan di rumah.

Lea sendiri sangat menyayangkan kepribadian orang tua tergugat. Sebab, melihat anaknya seperti itu sama sekali tidak memberikan saran atau pendapat agar sifat sang anak berubah.

“Orangtuanya diam dan happy-happy saja seperti tidak ada rasa berdosa dan tidak ada upaya menasehati anak. Kalau seperti itu, saya menduga bahwa orang tuanya pun ikut-ikut merancang aksi yang dilakukan anaknya,” papar Lea.

“Belakangan kondisi keuangan saya mulai terpuruk. Tak punya uang dan hutang mulai membengkak. Itu pun diketahui oleh istri dan keluarga. Tapi, dia terus meminta,” ujarnya.

Mau tidak mau, Lea rela menggadaikan aset hanya untuk mengisi kebutuhan sang istri. “Pokoknya semua saya urusin.

Baik hajatan di keluargannya hingga membelikan mobil untuk bapaknya. Permintaanya saya turuti. Sayang, jika saya membantu keluarga saya

di Nusa atau di Denpasar dia selalu cemberut. Saya selalu diam karena saya berpikir dia masih keanak-anakan,” timpal Lea.

Karena sifatnya yang semakin memburuk membuat pekerjaan dirinya terhalangi. Contok, teleponan atau bertemu dengan pengusaha, notaris, pengacara dan rekan kerja semakin susah.

Apalagi dengan oknum-oknum yang disebutkan tadi itu berstatus wanita justru semakin susah jadinya.

“Kalau rekan kerja wanita yang telepon, siapa pun dia, tetap speaker. Pun selalu memeriksa chatingan di HP saya. Kalau HP-nya di sentuh oleh saya, pasti dia marah-marah,” tutupnya.

Belakangan yang menyangkut tolong menolong dan membantu sanak saudara justru sama sekali tidak diperbolehkan.

Baik secara finansial maupun lainnya. “Saya malu lagi, keluarga dari Nusa dilarang ke rumah,” tandasnya.  Dia pun semakin stres menghadapi sifat sang istri.

“Manusia terlahir ke bumi itu bukan hanya untuk diri sendiri. Melainkan saling tolong menolong dan saling bantu.

Saya terkekang, sifatnya merusak ketenangan saya dan konsetrasi saya, hingga jaringan relasi saya juga dirusak,” katanya lagi.

Lea mengaku kehilangat hampir 90 persen  relasi bisnis hingga mengalami kerugian sebesar Rp 70 miliar karena ulah sang istri.

Belakangan ini, dia bergaul dan bermain di salah satu cafe kawasan Siminyak. “Saya tahu di sana dia sama sejumlah teman lelaki.

Ketika di telepon karena sudah larut malam tak kunjung pulung, dia gugup dan mengaku dari rumah Jimbaran lalu mampir belanja.

Karena sifatnya itu, saya memutuskan menggugat cerai wanita ini,” kesalnya. 

DENPASAR – Calon legislatif terpilih dapil Klungkung Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati digugat cerai sang suami bernama Ketut Lea.

Keputusan cerai terpaksa dilakukan lantaran keduanya tak lagi sejalan, ada banyak perbedaan prinsip.

Gugatan cerai sudah dilayangkan ke PN Denpasar akhir 2018 lalu dengan risalah pengadilan (Rilaas) perkara nomor 803/ PDT.G/ 2018/ PN.DPS.

Kepada Jawa Pos Radar Bali ketika ditemui di lingkungan PD Denpasar, Ketut Lea mengatakan bahwa wanita yang dia backup hingga lolos menjadi anggota DPRD Klungkung ini terpaksa digugat cerai lantaran sang istri tidak lagi menghargai keluarga.

“Ya saya tidak mau harga diri keluarga dirusak istri saya Dwi Yustiawati Istri. Intinya kami sudah tidak sejalan lagi,” kata Ketut Lea.

Menurut pria tampan ini, sejak menikah, hingga kini dia sangat sulit mendidik sang istri untuk menjadi wanita dewasa yang lebih baik dari sebelumnya.

Takut tidak bisa menjaga nama baik diri sendiri, keluarga dan masyarakat, dia memutuskan untuk menggugat cerai.

“Saya lho sudah berusaha sekuat tenaga meyakinkan masyarakat untuk mempercayai istri saya menjadi wakil rakyat. Tapi, kok sampai saat ini sifatnya masih sama saja,” terangnya.

Yang mana, sifat buruk sang istri tidak mencerminkan sifat seorang wanita yang baik yang bisa dicontoh positif oleh calon generasi wanita lainnya.

Justru semakin hari semakin tidak baik. “Makin hari, semakin penuh kebusukan yang tidak pantas di lakukan oleh seorang wanita yang baik hati.

Karena itu saya putuskan untuk menceraikan dia. Saya tidak mau membawa dampak buruk bagi masyarakat,” timpal Lea.

Apalagi, lanjutnya, seperti yang dikatakan, dia tidak mau menjadi malapetaka bagi masyarakat Klungkung dengan sifat buruk sang istri yang semakin menjadi-jadi.

“Intinya, saya tidak mau dia merusak nama baik saya, buat malapetaka untuk bumi Klungkung, dan menghancurkan nama baik saya

dan nama baik keluarga saya, termasuk menghapus semua yadnya yadnya saya yang saya selalu berusaha lakukan  dari dulu hingga kini,” tegasnya.

Lea, lelaki asal Nusa Penida ini menceritakan, kisah cintanya dengan wanita cantik asal Jimbaran itu bermula dari di salah satu tempat perbelanjaan terbesar di Kuta.

Ketika hendak berbelanja di sana, Lea tak sengaja melirik ke seorang wanita cantik ini. Ia pun berkenalan dengan tergugat.

Saat itu, Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) yang disewa oleh salah satu perusahaan mobil.

“Saat itu saya berada di salah satu tempat perawatan rambut lalu menoleh ke pameran mobil itu. Di sana, saya lihat banyak SPG dan saya panggil GM yang mengawasi SPG-nya,” bebernya.

Ia lalu bertanya kepada GM SPG terkait wanita yang di maksud yang sedang berdiri yang tak lain adalah wanita lugu bernama Ni Luh Kadek Dwi Yustiawati yang langsung dikenalin.

Dari sana lah cinta penggugat dan tergugat mulai bersemi. Keduanya lantas tukaran nomor HP. Sayang, lantaran HP tergugat rusak, selama beberapa bulan, loss contact.

Setelah HP diperbaiki, tergugat langsung memberi kabar kepada Lea dan menceritakan terkait HP rusak itu membuat keduanya tidak berkomunikasi.

Saat itu juga Lea langsung membelikan HP terbaru sebanyak dua unit. Baik Samsung dan BB. Tak mau sia-siakan kesempatan, Lea langsung menembak wanita tersebut dan keduanya berpacaran.

“Kualitas anak ini awalnya memprihatinkan. Saya mulai mengajarkannya menjadi wanita dewasa secara perlahan-lahan. Pun hidupnya dibiayai sepenuhnya oleh saya. Pun masalah patah tulang kakinya,” katanya.

Hidupnya mulai berkelas setelah dia sembuh dari cedera kaki. Lalu dibelikan mobil dan keperluan wanita yang semuanya bermerek atau high class.

Pergaulannya pun diakses ke pergaulan kelas atas yakni dengan istri-istri pejabat dan pengusaha tanah air.

Tujuannya, dia bisa berbaur di lingkungan kelas elite, meningkatkan wawasan demi mengejar karir atau impian.

“Ya saya benar-benar memperbaiki hidupnya sehingga ia tidak hanya bergaul dengan SPG. Tapi, ke tingkat elite seperti menghadiri kondangan ke Istana Presiden, dia saya bawa kok,”  katanya.

Singkat cerita, kedua pasang ini menikah 2014 lalu. Acara pernikahan pun di adakan secara mewah dan wah. Setelah menikah, sifatnya mulai berubah dan semakin memburuk.

“Seluruh perhiasan dan lain sebagainya justru ditaruh, katanya di rumah orang tuanya. Entah dia jual atau simpan, saya tidak tahu,” bebernya.

“Diluar dari keperluan lain ya. Kalau untuk perhiasan saya habiskan uang mencapai Rp 72 miliar. Perhiasan itu tidak ada sebiji pun di rumah kita,” kilahnya.

Beruntung, isi koleksi pribadi di rumah yang dikumpulin sejak tahun 2000 sampai tahun 2008 masih tersimpan di rumah.

Lea sendiri sangat menyayangkan kepribadian orang tua tergugat. Sebab, melihat anaknya seperti itu sama sekali tidak memberikan saran atau pendapat agar sifat sang anak berubah.

“Orangtuanya diam dan happy-happy saja seperti tidak ada rasa berdosa dan tidak ada upaya menasehati anak. Kalau seperti itu, saya menduga bahwa orang tuanya pun ikut-ikut merancang aksi yang dilakukan anaknya,” papar Lea.

“Belakangan kondisi keuangan saya mulai terpuruk. Tak punya uang dan hutang mulai membengkak. Itu pun diketahui oleh istri dan keluarga. Tapi, dia terus meminta,” ujarnya.

Mau tidak mau, Lea rela menggadaikan aset hanya untuk mengisi kebutuhan sang istri. “Pokoknya semua saya urusin.

Baik hajatan di keluargannya hingga membelikan mobil untuk bapaknya. Permintaanya saya turuti. Sayang, jika saya membantu keluarga saya

di Nusa atau di Denpasar dia selalu cemberut. Saya selalu diam karena saya berpikir dia masih keanak-anakan,” timpal Lea.

Karena sifatnya yang semakin memburuk membuat pekerjaan dirinya terhalangi. Contok, teleponan atau bertemu dengan pengusaha, notaris, pengacara dan rekan kerja semakin susah.

Apalagi dengan oknum-oknum yang disebutkan tadi itu berstatus wanita justru semakin susah jadinya.

“Kalau rekan kerja wanita yang telepon, siapa pun dia, tetap speaker. Pun selalu memeriksa chatingan di HP saya. Kalau HP-nya di sentuh oleh saya, pasti dia marah-marah,” tutupnya.

Belakangan yang menyangkut tolong menolong dan membantu sanak saudara justru sama sekali tidak diperbolehkan.

Baik secara finansial maupun lainnya. “Saya malu lagi, keluarga dari Nusa dilarang ke rumah,” tandasnya.  Dia pun semakin stres menghadapi sifat sang istri.

“Manusia terlahir ke bumi itu bukan hanya untuk diri sendiri. Melainkan saling tolong menolong dan saling bantu.

Saya terkekang, sifatnya merusak ketenangan saya dan konsetrasi saya, hingga jaringan relasi saya juga dirusak,” katanya lagi.

Lea mengaku kehilangat hampir 90 persen  relasi bisnis hingga mengalami kerugian sebesar Rp 70 miliar karena ulah sang istri.

Belakangan ini, dia bergaul dan bermain di salah satu cafe kawasan Siminyak. “Saya tahu di sana dia sama sejumlah teman lelaki.

Ketika di telepon karena sudah larut malam tak kunjung pulung, dia gugup dan mengaku dari rumah Jimbaran lalu mampir belanja.

Karena sifatnya itu, saya memutuskan menggugat cerai wanita ini,” kesalnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/