28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 18:45 PM WIB

Dijamu di Rumah Jabatan, Fakta Baru Baksos Ilegal 32 WNA Terungkap

SINGARAJA – Pihak berwenang di Kabupaten Buleleng, rupanya tutup mata dengan aktifitas ilegal yang dilakukan oleh puluhan Warga Negara Asing (WNA) di Kecamatan Sawan dan Kecamatan Kubutambahan.

Alih-alih memberikan sanksi, pemerintah justru saling lempar tanggungjawab. “Saya nggak tahu. Nggak pernah lihat secara langsung.

Saya kan hari raya, odalan itu. Saya di kampung saat itu,” kata Kepala Diskes Buleleng dr. IGN Mahapramana.

Justru dia melempar aktivitas illegal 32 WNA itu ke pihak Imigrasi. Mahapramana juga memastikan Diskes Buleleng tak pernah memberikan izin terkait kegiatan itu.

Ia pun mengamini bahwa kegiatan pengobatan gratis yang dilakukan para WNA itu tak mendapat izin dari Kemenkes.

Bukankah faktanya mereka sudah melakukan tindakan medis? Mahapramana lagi-lagi mengaku tak melihat secara langsung. “Saya nggak lihat langsung. Hanya WA-WA saja,” kelitnya.

Ia pun menegaskan bahwa hal tersebut telah dilimpahkan ke imigrasi. “Sudah saya limpahkan ke imigrasi. Karena yang boleh menindak itu kan imigrasi dan Kemenkes. Kami tidak berwenang,” kata Mahapramana.

Informasi lain yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, para WNA yang melakukan kegiatan pengobatan tanpa izin itu, justru sempat dijamu makan malam di Rumah Jabatan Bupati Buleleng.

Jamuan makan malam itu dilakukan pada Jumat (26/7) malam. Saat jamuan tersebut, Kadiskes Mahapramana ikut hadir.

Dikonfirmasi mengenai jamuan tersebut, Mahapramana membantahnya. Menurutnya, malam itu hanya dilakukan pertemuan. Sebab ada informasi kegiatan pengobatan yang dilakukan para WNA.

“Kami hanya klarifikasi, benar nggak melakukan tindakan (medis). Apalagi mereka orang pariwisata, kita di daerah pariwisata. Jadi kita ngomong-ngomong lah. Kami ingatkan, kalau mau beri pelayanan, tolong izinnya,” katanya lagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 32 WNA diduga melakukan aktifitas ilegal di Kabupaten Buleleng. Puluhan WNA itu berasal dari sejumlah negara.

Yakni dari Taiwan, Polandia, Srilanka, El Salvador, dan Nikaragua. Mereka sempat melakukan aktifitas pengobatan gratis di Desa Sawan dan Desa Jagaraga.

Perbekel Sawan Nyoman Wira mengaku sempat melihat langsung para WNA itu melakukan aktifitas pengobatan, berupa pemeriksaan dan pemberian obat.

Kemenkes RI secara tegas menyatakan kegiatan itu tak mendapatkan izin pelaksanaan dari pemerintah.

Penegasan itu disampaikan melalui surat nomor DG.03.02/3.2/3935.2/2019 yang ditandatangani Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonowu, DHSM, MARS.

Kemenkes menyatakan, apabila ingin melakukan bakti sosial, para WNA itu harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 dan pasal 28 ayat 2

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 67 Tahun 2013 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TKWNA).

Selain itu para WNA ini harus mengikuti proses evaluasi kompetensi, mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) Sementara, serta Surat Izin Praktik (SIP).

Pelanggaran terhadap hal itu dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi itu diatur dalam pasal 75 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran. Ancaman hukumannya yakni tiga tahun penjara atau denda maksimal Rp 100 juta.

SINGARAJA – Pihak berwenang di Kabupaten Buleleng, rupanya tutup mata dengan aktifitas ilegal yang dilakukan oleh puluhan Warga Negara Asing (WNA) di Kecamatan Sawan dan Kecamatan Kubutambahan.

Alih-alih memberikan sanksi, pemerintah justru saling lempar tanggungjawab. “Saya nggak tahu. Nggak pernah lihat secara langsung.

Saya kan hari raya, odalan itu. Saya di kampung saat itu,” kata Kepala Diskes Buleleng dr. IGN Mahapramana.

Justru dia melempar aktivitas illegal 32 WNA itu ke pihak Imigrasi. Mahapramana juga memastikan Diskes Buleleng tak pernah memberikan izin terkait kegiatan itu.

Ia pun mengamini bahwa kegiatan pengobatan gratis yang dilakukan para WNA itu tak mendapat izin dari Kemenkes.

Bukankah faktanya mereka sudah melakukan tindakan medis? Mahapramana lagi-lagi mengaku tak melihat secara langsung. “Saya nggak lihat langsung. Hanya WA-WA saja,” kelitnya.

Ia pun menegaskan bahwa hal tersebut telah dilimpahkan ke imigrasi. “Sudah saya limpahkan ke imigrasi. Karena yang boleh menindak itu kan imigrasi dan Kemenkes. Kami tidak berwenang,” kata Mahapramana.

Informasi lain yang dihimpun Jawa Pos Radar Bali, para WNA yang melakukan kegiatan pengobatan tanpa izin itu, justru sempat dijamu makan malam di Rumah Jabatan Bupati Buleleng.

Jamuan makan malam itu dilakukan pada Jumat (26/7) malam. Saat jamuan tersebut, Kadiskes Mahapramana ikut hadir.

Dikonfirmasi mengenai jamuan tersebut, Mahapramana membantahnya. Menurutnya, malam itu hanya dilakukan pertemuan. Sebab ada informasi kegiatan pengobatan yang dilakukan para WNA.

“Kami hanya klarifikasi, benar nggak melakukan tindakan (medis). Apalagi mereka orang pariwisata, kita di daerah pariwisata. Jadi kita ngomong-ngomong lah. Kami ingatkan, kalau mau beri pelayanan, tolong izinnya,” katanya lagi.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebanyak 32 WNA diduga melakukan aktifitas ilegal di Kabupaten Buleleng. Puluhan WNA itu berasal dari sejumlah negara.

Yakni dari Taiwan, Polandia, Srilanka, El Salvador, dan Nikaragua. Mereka sempat melakukan aktifitas pengobatan gratis di Desa Sawan dan Desa Jagaraga.

Perbekel Sawan Nyoman Wira mengaku sempat melihat langsung para WNA itu melakukan aktifitas pengobatan, berupa pemeriksaan dan pemberian obat.

Kemenkes RI secara tegas menyatakan kegiatan itu tak mendapatkan izin pelaksanaan dari pemerintah.

Penegasan itu disampaikan melalui surat nomor DG.03.02/3.2/3935.2/2019 yang ditandatangani Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonowu, DHSM, MARS.

Kemenkes menyatakan, apabila ingin melakukan bakti sosial, para WNA itu harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pasal 3 dan pasal 28 ayat 2

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 67 Tahun 2013 tentang Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing (TKWNA).

Selain itu para WNA ini harus mengikuti proses evaluasi kompetensi, mengantongi Surat Tanda Registrasi (STR) Sementara, serta Surat Izin Praktik (SIP).

Pelanggaran terhadap hal itu dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi itu diatur dalam pasal 75 ayat 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran. Ancaman hukumannya yakni tiga tahun penjara atau denda maksimal Rp 100 juta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/