Pasien prostat I Ketut Sartha, 60, warga Banjar Bakbakan, Desa/Kecamatan Sukawati sudah tiga bulan membawa kantong urine kesana-kemari.
Rencana untuk operasi di RSUP Sanglah terus mundur sampai tiga kali. Setelah mengadukan ke anggota DPRD, Sartha rencananya dioperasi Kamis hari ini (1/8). Seperti apa?
INDRA PRASETIA, Gianyar
BERBULAN-BULAN I Ketut Sartha kesana kemari membawa kantong urine. Sartha adalah pasien prostat yang hari ini bakal menjalani operasi.
Yup, perjuangan Sartha bisa operasi tidak mudah. Dia harus kesana kemari. Terakhir mengadukan kasusnya ini ke anggota DPRD.
Dan, beruntung setelah mengadu ke anggota dewan, dia akhirnya mendapat kepastian operasi. Sartha berharap kasus yang melilitnya tidak terjadi lagi pada pasien lain.
Ditemui di kediamannya, Sartha awalnya mengeluhkan sakit susah buang air kecil pada Februari 2019 lalu.
Dia langsung ke RS Ganesha di Celuk, Sukawati. “Kata dokter saya didiagnosa prostat. Saya langsung dipasangi selang.Tapi, operasi harus menunggu, saya pilih ke RSUP Sanglah,” ujarnya.
Di RSUP Sanglah, bapak dua anak itu sempat dijanjikan operasi sampai beberapa kali. Yakni pada 8 dan 17 Juli.
“Dua kali mundur itu terus. Ada saja alasannya. Katanya surat rujuk kadaluwarsa. Lalu mundur lagi karena alat belum siap,” keluhnya kemarin.
Kata Sartha, sebetulnya ada dua jalur yang bisa ditempuh. Yakni jalur umum dan jalur asuransi BPJS Kesehatan.
“Kalau di RS Ganesha bisa mengambil, katanya bayar sekitar Rp 28 jutaan. Tapi saya ingin hak saya. Saya sudah 8 tahun jadi member BPJS, maka saya ingin hak saya di BPJS,” jelasnya.
Ternyata, menggunakan asuransi plat merah membuatnya terkatung-katung. “Saya selama 3 bulan terus bawa kantong kencing. Ke banjar malu saya, ke pura juga malu pakai beginian,” jelasnya.
Sartha pun tidak ingin menyalahkan siapapun, termasuk tidak menyalahkan RS Sanglah maupun BPJS Kesehatan.
“Tumben mau menggunakan BPJS. Kok begini. Kami masyarakat kecil. Mestinya sistem dirubah. Padahal Indonesia sudah 75 tahun merdeka,” jelasnya.
Saking lamanya belum dioperasi, Sartha pun sempat mengadu ke Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta.
Setelah mengadu ke Parta yang kini terpilih sebagai anggota DPR RI, Sartha akhirnya mendapat jalan keluar. “Tadi pagi saya dapat jadwal. Katanya Kamis saya akan dioperasi,” jelasnya.
Namun, Sartha tidak ingin permasalahan yang sempat menimpanya juga dialami pasien lainnya.
“Banyak kok pasien seperti saya ini. Bahkan dari Sumba, karena lama antre, dia sampai kos dekat Sanglah. Kan kasihan,” ujarnya.
Dia berharap sistem pelayanan bisa lebih dipercepat. “Saya selain punya sakit, juga jadi korban perasaan kalau begini. Saya ingin pasien jangan lama-lama ditangani,” pintanya.
Dikonfirmasi terpisah, Humas RSUP Sanglah Denpasar, Dewa Ketut Kresna, perlu mengetahui lebih jauh mengeni permasalahan yang menimpa Sartha.
“Kami harus tahu, data detail pasiennya, kenapa kok belum bisa diambil tindakan. Harus dipelajari case by case,” jelasnya.
Ketika pasien belum diambil tindakan, bisa saja karena faktor kesehatan si pasien. “Bisa jadi karena mempersiapkan kondisi umum pasien. Menunggu pemeriksaan penunjang. Jadi harus case by case,” jelasnya.
Dia memberikan contoh. Ada bayi kembar siam yang lahir, belum bisa diambil tindakan. “Sama seperti bayi kembar siam. Sampai saat ini belum dilakukan operasi. Bukan berarti tak ditangani,” tukasnya. (*)