SINGARAJA – Sebanyak 14.315 orang pemegang Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) di Kabupaten Buleleng, kini dinonaktifkan.
Belasan ribu pemegang KIS itu merupakan warga tak mampu yang tercantum dalam Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial.
Belasan ribu orang yang kini datanya telah dinonaktifkan itu, merupakan pemegang KIS dengan status Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBN.
Sementara para pemegang KIS dengan status PBI dari APBD, baik itu APBD Provinsi maupun Kabupaten, hingga kini datanya masih aktif.
Kepala Dinas Sosial Buleleng Gede Sandhiyasa membenarkan hal tersebut. Menurut Sandhiyasa, pemegang KIS dengan bantuan iuran dari pusat itu datanya telah nonaktif sejak kemarin.
“Tidak semua PBI pusat yang nonaktif datanya. Jadi PBI dari pusat itu kan jumlahnya sekitar 258 ribu. Nah, yang nonaktif datanya itu hanya yang 14 ribu itu. Sedangkan sisanya masih aktif. Ini pusat yang memutus langsung,” kata Sandhiyasa.
Terhadap kondisi itu, Dinsos Buleleng akan segera melakukan sosialisasi pada masyarakat melalui kecamatan, mulai pekan depan.
Pihak Dinsos juga akan melakukan penyisiran kembali terhadap warga-warga yang kini datanya dalam status nonaktif itu.
Sandhiyasa sendiri mengaku telah menyiapkan sejumlah solusi. Pertama, apabila warga yang datanya nonaktif itu kini statusnya sudah mampu, akan diarahkan menjadi peserta mandiri.
Namun bila masih dalam kondisi rentan miskin, akan diupayakan mendapat bantuan iuran dari APBD entah itu APBD Provinsi atau kabupaten.
Namun bila kondisinya masih miskin, maka akan diusulkan masuk kembali dalam BDT. “Nanti akan diusulkan lewat musyawarah di desa/kelurahan.
Selanjutnya kami usulkan lewat aplikasi SIKS-NG (Sistem Informasi Kesejahteraan Nasional-Next Generation),” kata Sandhiyasa.
Lebih lanjut Sandhiyasa mengatakan, para pemegang kartu yang kini dalam kondisi nonaktif, tak bisa serta merta menerima bantuan iuran dari daerah.
Sebab sisa kuota bantuan daerah kini sangat terbatas. Khusus di Kabupaten Buleleng, sisa kuota hanya tinggal 5 ribu saja.
Sementara masih ada 13ribu warga yang belum terjangkau program JKN. Bila ditambah 14ribu lagi, praktis ada 27ribu warga yang harus diberikan jaminan kesehatan.
“Memang solusi terakhir itu menambah anggaran. Tapi ini kan sangat berkaitan dengan kebijakan dari Pak Bupati, Pak Wakil Bupati,
dan Pak Sekda. Mungkin hanya bisa menambah sesuai kemampuan keuangan daerah saja,” tandas Sandhiyasa.