26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:25 AM WIB

FIX! Koruptor Bantuan Kapal Dituntut 6 Tahun Plus Denda Rp 200 Juta

DENPASAR – Tuntutan cukup tinggi diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali terhadap Suyadi, 50.

Sebagai rekanan, Suyadi yang menjabat Direktur PT F1 Perkasa dinilai bersalah dalam kasus korupsi pengadaaan empat unit kapal Inka Mina Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014.

JPU menganggap Suyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, sebagaimana dakwaan primer JPU.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama enama tahun terhadap terdakwa Suyadi,” ujar JPU Agung Wishnu di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila di Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (7/8).

JPU juga mengajukan pidana denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan.

Tidak cukup sampai di situ, Suyadi juga dituntut pidana tambahan, yakni wajib membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 800 juta.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dapat dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang.

“Jika tidak mencukupi, terdakwa dipidana selama tiga tahun,” imbuh JPU Wisnhu. Terdakwa Suyadi (50), Direktur PT F1 Perkasa yang didakwa korupsi pengadaan kapal inka mina, Rabu (7/8) kemarin dituntut pidana penjara selama enam tahun.

Sebelum pada pembacaan kesimpulan dalam surat tuntutan tersebut, jaksa terlebih dahulu membacakan beberapa pertimbangan memberatkan dan meringankan.

Pertimbangan memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas pidana korupsi.

Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara. Sedangkan yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya dan bersikap sopan dalam persidangan.

Sontak tuntutan ini membuat Suyadi langsung lemas. Sebab, saat ini pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu masih berstatus terpidana empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina.

Menanggapi tuntutan tim JPU, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya I Ketut Bakuh bakal mengajukan pembelaan atau pledoi tertulis pada sidang pekan depan.

“Kami mengajukan pembelaan tertulis,” kata Bakuh. Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang

pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 gross ton (GT) alat penangkap ikan.

Dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina. Namun pada proses pengerjaannya terdakwa tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak.

Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa. Dalam perkara ini,

Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Peristiwa ini bermula pada 2014, saat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000

untuk pengadaan empat unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada pokja pengadaan barang/jasa Pemprov Bali.

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka, direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp 222.200.000.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Kemudian, I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran.

Jangka waktu pelaksanaan terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014. Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000.

Setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan empat unit kapal berbahan kayu tersebut. Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap I.

Uang sebesar 2.387.200.000 kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa. Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen.

Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa

dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

DENPASAR – Tuntutan cukup tinggi diajukan jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Bali terhadap Suyadi, 50.

Sebagai rekanan, Suyadi yang menjabat Direktur PT F1 Perkasa dinilai bersalah dalam kasus korupsi pengadaaan empat unit kapal Inka Mina Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014.

JPU menganggap Suyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor, sebagaimana dakwaan primer JPU.

“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama enama tahun terhadap terdakwa Suyadi,” ujar JPU Agung Wishnu di muka majelis hakim yang diketuai I Wayan Sukanila di Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (7/8).

JPU juga mengajukan pidana denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan dengan perintah agar terdakwa tetap dalam tahanan.

Tidak cukup sampai di situ, Suyadi juga dituntut pidana tambahan, yakni wajib membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 800 juta.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dapat dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang.

“Jika tidak mencukupi, terdakwa dipidana selama tiga tahun,” imbuh JPU Wisnhu. Terdakwa Suyadi (50), Direktur PT F1 Perkasa yang didakwa korupsi pengadaan kapal inka mina, Rabu (7/8) kemarin dituntut pidana penjara selama enam tahun.

Sebelum pada pembacaan kesimpulan dalam surat tuntutan tersebut, jaksa terlebih dahulu membacakan beberapa pertimbangan memberatkan dan meringankan.

Pertimbangan memberatkan perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas pidana korupsi.

Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara. Sedangkan yang meringankan, terdakwa menyesali perbuatannya dan bersikap sopan dalam persidangan.

Sontak tuntutan ini membuat Suyadi langsung lemas. Sebab, saat ini pria asal Banyuwangi, Jawa Timur, itu masih berstatus terpidana empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina.

Menanggapi tuntutan tim JPU, terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya I Ketut Bakuh bakal mengajukan pembelaan atau pledoi tertulis pada sidang pekan depan.

“Kami mengajukan pembelaan tertulis,” kata Bakuh. Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang

pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 gross ton (GT) alat penangkap ikan.

Dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina. Namun pada proses pengerjaannya terdakwa tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak.

Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa. Dalam perkara ini,

Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Peristiwa ini bermula pada 2014, saat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000

untuk pengadaan empat unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada pokja pengadaan barang/jasa Pemprov Bali.

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka, direktur Suwanto. Nilai penawarannya sebesar Rp 222.200.000.

Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Kemudian, I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran.

Jangka waktu pelaksanaan terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014. Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000.

Setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan empat unit kapal berbahan kayu tersebut. Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap I.

Uang sebesar 2.387.200.000 kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa. Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen.

Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa

dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta. Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/