26.6 C
Jakarta
21 November 2024, 3:07 AM WIB

Bali Berpotensi Cetak Banyak Penulis Buku Tentang Kerajaan

DENPASAR – Pulau Bali disebut memiliki potensi yang cukup besar dalam dunia sastra. Terutama untuk menerbitkan buku-buku yang bisa menjadi referensi untuk dunia akademik.

Fakta-fakta tersebut diungkapkan dalam sebuah diskusi di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Sabtu malam (31/8) lalu. 

Diskusi bertajuk Dilarang Melarang, Baca Buku: Dosa Tidak yang gelar Jaringan Perpustakaan Jalanan tersebut menghadirkan tiga pembicara, yakni Yoyo Raharyo dari  Buku Mahardika, Wahyu Budi Nugroho dari Sanglah Institute dan Vany Primaliraning dari LBH Bali.

Dalam kesempatan tersebut, Yoyo menyampaikan dalam dunia cetak buku, Bali memiliki potensi tinggi  dengan melihat SDM (sumber daya manusia yang ada.

Seperti di kampus-kampus yang mengajarkan  desain dan sastra. “Walaupun sastra di Bali belum cukup berkembang terkait bicara tentang Bali sendiri. Seperti menulis tentang kerajaan yang ada di Bali,” ujarnya.

Seperti penulis Pramodya Ananta Toer yang menulis Arok Dedes dan kemudian diterjemahkan banyak bahasa.

“Ini menjadi tantangan (para penulis) besar tentang penggalian sejarah kerajaan di Bali yang sejatinya cukup banyak,” ujarnya.

Sementara itu, Wahyu Budi menyebut persoalan penerbit di Bali  masih sangat kurang. Belum lagi masalah distribusi dan tidak terlalu menasional atau buku-buku para penulis diterbitkan hanya beredar di Bali saja.

“Yang banyak keluar di Bali itu  buku-buku sastra saja seperti puisi, novel dan lainnya. Sedangkan buku akademik sangat kurang,” ujar pria yang sudah menerbitkan 12 buku, 5 di antaranya tulisan sendiri ini.

Wahyu yang juga seorang dosen di Universitas Udayana ini juga mengarahkan agar para mahasiswanya untuk menerbitkan skripsinya menjadi buku. “Supaya muncul juga karya non fiksi,” ujarnya

Sementara Vany selaku Direktur LBH Bali menekankan bahwa pihaknya siap mengakomodir dan memberikan masukan serta perlindungan hukum jika ada pelarangan terkait soal buku di Bali. 

DENPASAR – Pulau Bali disebut memiliki potensi yang cukup besar dalam dunia sastra. Terutama untuk menerbitkan buku-buku yang bisa menjadi referensi untuk dunia akademik.

Fakta-fakta tersebut diungkapkan dalam sebuah diskusi di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Sabtu malam (31/8) lalu. 

Diskusi bertajuk Dilarang Melarang, Baca Buku: Dosa Tidak yang gelar Jaringan Perpustakaan Jalanan tersebut menghadirkan tiga pembicara, yakni Yoyo Raharyo dari  Buku Mahardika, Wahyu Budi Nugroho dari Sanglah Institute dan Vany Primaliraning dari LBH Bali.

Dalam kesempatan tersebut, Yoyo menyampaikan dalam dunia cetak buku, Bali memiliki potensi tinggi  dengan melihat SDM (sumber daya manusia yang ada.

Seperti di kampus-kampus yang mengajarkan  desain dan sastra. “Walaupun sastra di Bali belum cukup berkembang terkait bicara tentang Bali sendiri. Seperti menulis tentang kerajaan yang ada di Bali,” ujarnya.

Seperti penulis Pramodya Ananta Toer yang menulis Arok Dedes dan kemudian diterjemahkan banyak bahasa.

“Ini menjadi tantangan (para penulis) besar tentang penggalian sejarah kerajaan di Bali yang sejatinya cukup banyak,” ujarnya.

Sementara itu, Wahyu Budi menyebut persoalan penerbit di Bali  masih sangat kurang. Belum lagi masalah distribusi dan tidak terlalu menasional atau buku-buku para penulis diterbitkan hanya beredar di Bali saja.

“Yang banyak keluar di Bali itu  buku-buku sastra saja seperti puisi, novel dan lainnya. Sedangkan buku akademik sangat kurang,” ujar pria yang sudah menerbitkan 12 buku, 5 di antaranya tulisan sendiri ini.

Wahyu yang juga seorang dosen di Universitas Udayana ini juga mengarahkan agar para mahasiswanya untuk menerbitkan skripsinya menjadi buku. “Supaya muncul juga karya non fiksi,” ujarnya

Sementara Vany selaku Direktur LBH Bali menekankan bahwa pihaknya siap mengakomodir dan memberikan masukan serta perlindungan hukum jika ada pelarangan terkait soal buku di Bali. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/