NEGARA – Pawai Budaya yang digelar Pemkab Jembrana, Minggu (1/9) kemarin, di Jalan Sudirman dalam rangka Hut ke-124 Kota Negara, mendapat kritik dari Gubernur Bali Wayan Koster.
Kritiknya mengenai penggunaan aksara Bali yang tidak ada di sekitar parade, terutama pada tulisan parade budaya yang dipasang di seberang panggung tamu undangan.
Koster awalnya memuji pelaksanaan Parade Budaya yang tidak menggunakan plastik pada minuman. Di meja undangan, terutama di meja Koster tidak ada botol plastik air mineral.
Artinya, Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dijalankan dengan baik.
Namun, Koster menyinggung Parade Budaya yang tidak terlihat sama sekali penggunaan aksara Bali.
Padahal sudah ada Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali.
Koster menyayangkan tidak ada penggunaan aksara Bali terlihat di sekitar Parade Budaya. “Jadi harus menggunakan aksara Bali, karena itu salah satu simbol dari kebudayaan kita,” ungkapnya.
Menurutnya, kebudayaan Bali harus dibangun dengan sungguh-sungguh, karena Bali hanya bermodal budaya. Bali tidak punya tambang atau kekayaan alam seperti daerah lain.
Karena itu budaya Bali ini harus dirawat dengan baik, dengan serius, sangat serius malahan. “Kalau lalai membangun Bali maka pulau Bali ini tidak ada keistimewaan sama sekali, sama saja dengan yang lainnya,“ terang Koster.
Karena kekayaan Budaya itulah nama Bali menjadi harum dikunjungi wisatawan. Bukan semata karena keindahan alamnya, tapi tradisi, budaya serta kearifan lokal yang menjiwai masyarakatnya selama ini.
“Karena itu pemkab dan masyarakatnya harus mempunyai arah dan kebijakan dalam membangun budaya Bali. UU juga menegaskan bahwa kebudayaan itu investasi bukan harga atau biaya, jadi jangan dihitung,” tegasnya.