Pengungsi Gunung Agung, mulai mengalami tekanan psikis. Mereka tidak tahu berapa lama akan mengungsi. Hiburan pun menjadi hal yang sangat dibutuhkan.
EKA PRASETYA, Tejakula
PULUHAN anak langsung berkumpul di sekitar tenda, begitu melihat dua buah badut datang ke pengungsian.
Badut-badut itu sengaja diboyong Polres Buleleng, yang kemarin menggelar aksi sosial di tenda pengungsian Desa Les.
Dua badut itu adalah ikon milik Satuan Lalu Lintas Polres Buleleng. Keduanya bernama Si Poleng yang notabene akronim dari “Saya Ini Polisi Buleleng”.
Satu badut berbentuk singa, satu lagi berbentuk zebra.
Kedua badut itu masuk ke tenda-tenda pengungsian, pagi kemarin. Banyak anak-anak yang tertawa begitu melihat badut-badut itu.
Ada pula yang menangis karena terkejut dan takut. Tak sedikit yang memanfaatkan momen itu untuk foto bersama.
Cukup lama badut-badut itu menghibur anak-anak di pengungsian setempat. Setidaknya mereka tak lagi merengek pada orang tuanya, minta dibelikan makanan ringan untuk mengusir rasa bosan.
Kedua badut itu sengaja dikerahkan ke lokasi pengungsian. “Dua badut ini memang kami bawa ke sini biar mereka hibur anak-anak di sini,” kata Kapolres Buleleng AKBP I Made Sukawijaya.
Sukawijaya mengatakan kedua badut itu akan dikerahkan ke lokasi-lokasi pengungsian yang ada di Buleleng.
Bukan hanya di Desa Les. Tak menutup kemungkinan diboyong ke titik pengungsian lainnya. Silih berganti dari satu titik ke titik lainnya.
Tak hanya itu, polwan juga dikerahkan secara khusus menghibur anak-anak di pengungsian. “Polwan juga harus sigap. Mereka harus menghibur anak-anak ini, biar tidak bosan,” imbuhnya.
Sedangkan di Desa Tembok, pemerintah desa setempat memasang sebuah layar proyektor setiap malam.
Tujuannya menghibur warga yang mengungsi di Balai Desa. Mereka disajikan tontonan dari siaran televisi digital, apa adanya.
“Biar mereka terhibur saja. Apa yang kami bisa bantu, bisa berikan, kami sediakan seadanya,” ujar Perbekel Tembok, Dewa Komang Yudi Astara.
Di sisi lain, pemerintah juga mulai menyiapkan fasilitas pendidikan bagi para pengungsi. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng terus mendata pengungsi yang berstatus siswa di daerah asalnya.
Hingga sore kemarin, Disdikpora Buleleng mencatat ada 116 orang siswa SD, 56 orang siswa SMP, serta 23 orang siswa SMA/SMK yang menghuni pengungsian.
Pendataan akan terus dilakukan secara kontinu, sehingga data yang didapat benar-benar valid. Kepala Disdikpora Buleleng Gede Suyasa mengatakan, para pengungsi sudah bisa bersekolah, mulai Senin (25/9) besok.
“Kalau sudah bersedia, Senin besok sudah bisa. Tidak perlu pakai seragam, pakaian apa adanya saja. Tidak harus bawa peralatan, nanti kami siapkan alatnya,” kata Suyasa.
Suyasa sudah meminta sekolah-sekolah terdekat dari lokasi pengungsian, menerima siswa-siswa itu. Seluruh sekolah dinyatakan sudah siap menerima.
Tidak ada kendala jarak, sehingga mereka bisa ditampung di sekolah-sekolah terdekat dari pengungsian.
Kalau toh sekolah yang ada jauh dari pengungsian, pemerintah akan menyiapkan fasilitas antar jemput.
“Kami siapkan transportasinya. Pokoknya sekolah terdekat, siap tidak siap, harus siap. Ini darurat, dan hak mereka memperoleh pendidikan harus dijamin,” tegasnya.
Suyasa berpendapat, baiknya siswa-siswa itu dipindahkan statusnya ke Buleleng. Mengingat kondisi darurat berlangsung dalam waktu yang tidak pasti.
Kondisi darurat bisa saja berlangsung selama berbulan-bulan. Bila menilik kejadian tahun 1963 silam, erupsi berlangsung selama setahun.
“Menurut saya dari pada dititip, lebih baik mutasi saja ke Buleleng. Jadi kan persiapannya lebih baik. Persiapan mereka menghadapi ujian juga lebih maksimal. Itu juga kalau Karangasem bersedia melepas. Nanti kami koordinasikan dengan Disdik Karangasem dan Disdik Bali,” demikian Suyasa.