32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 17:12 PM WIB

Pasca Status Awas, Ngusaba Kapat Batal Digelar, Ini Alasannya…

RadarBali.com – Warga Banjar Adat Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat terpaksa memindahkan pretima pasca status Gunung Agung dinaikkan dari waspada menjadi awas.

Dengan menggunakan mobil pick up, mereka membawa pratima dan petapakan Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda yang jumlahnya belasan itu ke Pura Pejenengan Kawitan Arya Tauman, Desa Tojan Klungkung.

Dengan dibawanya pratima dan petapakan Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda, Ngusaba Kapat yang rencananya digelar di pura tersebut pada Kamis (5/10) mendatang urung digelar.

Bahkan pemelastian yang rencananya digelar hari ini juga tidak bisa terealisasi. “Persiapan upacara sudah dilakukan, tinggal ditanding saja. Karena tidak jadi, semua bantennya dibawa ke pura ini untuk dihaturkan setiap harinnya. Karena tidak jadi Ngusaba, kami juga sudah menghaturkan Guru Piduka sebagai permakluman,” ujar salah seorang warga pengempon Pura Pesanggrahan Agung I Nyoman Subratha.

Lebih lanjut dia menuturkan, pratima dan petapakan yang diusung sekitar 750 jiwa itu sudah berusia ratusan tahun atau sudah diwariskan hingga tiga turunan.

Pasalnya saat peristiwa Gunung Agung meletus tahun 1963 lalu, pratima dan petapakan ini tidak diikutsertakan dalam pengungsian warganya ke wilayah-wilayah tidak terdampak.

Anehnya, pada waktu itu Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda beserta isinya tidak terkena dampak dari peristiwa tersebut.

 Sedangkan rumah-rumah penduduk di sekitarnya mengalami rusak parah. “Laharnya itu lewat di sisi-sisi puranya. Jadi semua utuh. Selain itu, pernah juga di pura kami mengalami kebakaran, tapi hanya rambut tapakan Ida Batara saja yang hangus, sedangkan prerai-nya (wajah) masih utuh. Dan sampai sekarang tidak pernah diganti hanya diservis saja,” ungkapnya.

Hanya saja dengan alasan keamanan, akhirnya pratima dan petapakan tersebut ikut diamankan dalam pengungsian warganya saat musibah bencana alam Gunung Agung kali ini. 

RadarBali.com – Warga Banjar Adat Pegubugan, Desa Duda, Kecamatan Selat terpaksa memindahkan pretima pasca status Gunung Agung dinaikkan dari waspada menjadi awas.

Dengan menggunakan mobil pick up, mereka membawa pratima dan petapakan Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda yang jumlahnya belasan itu ke Pura Pejenengan Kawitan Arya Tauman, Desa Tojan Klungkung.

Dengan dibawanya pratima dan petapakan Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda, Ngusaba Kapat yang rencananya digelar di pura tersebut pada Kamis (5/10) mendatang urung digelar.

Bahkan pemelastian yang rencananya digelar hari ini juga tidak bisa terealisasi. “Persiapan upacara sudah dilakukan, tinggal ditanding saja. Karena tidak jadi, semua bantennya dibawa ke pura ini untuk dihaturkan setiap harinnya. Karena tidak jadi Ngusaba, kami juga sudah menghaturkan Guru Piduka sebagai permakluman,” ujar salah seorang warga pengempon Pura Pesanggrahan Agung I Nyoman Subratha.

Lebih lanjut dia menuturkan, pratima dan petapakan yang diusung sekitar 750 jiwa itu sudah berusia ratusan tahun atau sudah diwariskan hingga tiga turunan.

Pasalnya saat peristiwa Gunung Agung meletus tahun 1963 lalu, pratima dan petapakan ini tidak diikutsertakan dalam pengungsian warganya ke wilayah-wilayah tidak terdampak.

Anehnya, pada waktu itu Pura Pesanggrahan Agung, Desa Duda beserta isinya tidak terkena dampak dari peristiwa tersebut.

 Sedangkan rumah-rumah penduduk di sekitarnya mengalami rusak parah. “Laharnya itu lewat di sisi-sisi puranya. Jadi semua utuh. Selain itu, pernah juga di pura kami mengalami kebakaran, tapi hanya rambut tapakan Ida Batara saja yang hangus, sedangkan prerai-nya (wajah) masih utuh. Dan sampai sekarang tidak pernah diganti hanya diservis saja,” ungkapnya.

Hanya saja dengan alasan keamanan, akhirnya pratima dan petapakan tersebut ikut diamankan dalam pengungsian warganya saat musibah bencana alam Gunung Agung kali ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/