SEMARAPURA – Duplikat mahkota Raja Klungkung telah rampung pembuatannya sejak September 2018 lalu.
Namun hingga saat ini, mahkota tersebut tidak kunjung dipajang di Museum Semarajaya. Perbedaan keterangan antara seniman
Klungkung dengan Museum Nasional Indonesia terhadap pemanfaatan mahkota Raja Klungkung merupakan penyebabnya.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD Museum Semarajaya Klungkung, Ida Bagus Wibawa Adnyana saat dikonfirmasi membenarkan
duplikat mahkota Raja Klungkung telah rampung pembuatannya sejak September 2018 lalu, tapi belum juga dipajang di Museum Semarajaya.
Meski Museum Semarajaya memiliki daya tampung yang terbatas, menurutnya, bukan itu penyebab duplikat mahkota Raja Klungkung seharga Rp 19 juta itu tidak kunjung dipajang.
“Kami sudah siapkan tempat di lemari kaca di ruang pameran,” ungkapnya. Menurutnya, tidak kunjung dipajangnya mahkota Raja Klungkung itu lantaran
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Semarajaya Klungkung masih mencari kebenaran terkait penggunaan mahkota Raja Klungkung saat zaman kerajaan dulu.
Sebab antara keterangan seniman asal Desa Kamasan yang dulu ikut dalam tim pengadaan koleksi Museum Semarajaya dengan Museum Nasional Indonesia berbeda.
“Mahkota Raja Klungkung yang asli ada di Museum Nasional Indonesia. Berdasar narasi di Museum Nasional Indonesia, mahkota tersebut dikatakan hanya dipakai saat ada upacara keagamaan.
Sementara berdasarkan keterangan seniman Kamasan, mahkota itu digunakan setiap saat,” terangnya.
Dalam waktu dekat ini pihaknya mengaku akan kembali bertemu dengan seniman Kamasan yang diduga kuat mengetahui sejarah Kerajaan Klungkung untuk memastikan penggunaan mahkota tersebut saat zaman kerajaan dulu.
“Saya juga akan bertemu dengan Penglingsir Puri Agung Klungkung Ida Dalem Semaraputra untuk memastikannya. Agar narasi yang dibuat nanti tidak salah.
Tentunya kami akan membuat narasinya berdasar keterangan seniman dan tokoh Klungkung. Karena beliaulah yang lebih tahu tentang Klungkung,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemkab Klungkung sebelumnya sudah sempat membuat duplikat mahkota Raja Klungkung pada tahun 1994
di zaman kepemimpinan Bupati Klungkung Tjokorda Gede Agung di Banjar Sangging, Desa Kamasan Klungkung.
Hanya saja karena rasa waswas akan keamanannya, mahkota yang terbuat dari emas 22 karat seberat 70 gram itu akhirnya tidak dipajang dan disimpan di tempat yang aman.
“Kami punya petugas keamanan satu orang setiap shiftnya yang berjaga 24 jam. Di museum ini juga sudah ada CCTV, namun belum cukup menjamin keamanan,” terangnya.
Itu sebabnya yang ditunjukkan selama ini di museum hanya berupa fotonya saja. Hanya saja setelah melihat besarnya antusias pengunjung untuk bisa
melihat bentuk mahkota tersebut secara nyata, akhirnya duplikat mahkota Raja Klungkung kembali dibuat dengan berbahan dasar perak yang kemudian dilapisi emas.
Dikerjakan oleh seniman Desa Kamasan, duplikat mahkota itu dibuat selama enam bulan dan selesai pada September 2018.
Anggaran yang dihabiskan sekitar Rp 19 juta. “Karena detail ukirannya cukup rumit, pihak seniman meminta waktu enam bulan.
Rencananya kami akan gelar upacara melaspas terlebih dahulu. April 2019 rencananya baru kami pajang di museum,” katanya.
Pihaknya berharap dengan adanya duplikat mahkota putra mahkota kerajaan Klungkung itu, semakin lengkap koleksi museum tersebut dan semakin menggugah rasa ingin tahu masyarakat.
Sehingga semakin banyak masyarakat yang berkunjung ke museum. Berdasar data kunjungan di museum, rata-rata 2 ribu wisatawan mancanegara berkunjung per bulannya.
Sebagian besar wisatawan Eropa. Seperti Belanda, Perancis dan lainnya. Sedangkan wisatawan domestik rata-rata 400 orang per bulan.