RadarBali.com – Pementasan naskah monolog karya Putu Wijaya di SMAN 1 Singaraja, seolah menjadi ritual napak tilas keteladanan dramawan Putu Wijaya.
Di sekolah itu, dulunya Putu Wijaya berproses, mempelajari teater, hingga kini dikenal sebagai dramawan berpengaruh di Indonesia.
Naskah monolog karya Putu Wijaya, dipentaskan oleh Teater Kontras SMAN 1 Singaraja, Sabtu (23/9) malam lalu.
Pementasan itu merupakan pentas ke-39 dan pentas ke-40 dalam rangkaian Festival Monolog Bali (FMB) 100 Putu Wijaya.
Ada dua naskah karya Putu Wijaya yang dipentaskan malam itu. Naskah pertama berjudul “Teror” yang dimainkan Febriana Merdianti dengan sutradara Wahyudi Sinduarta.
Sementara naskah kedua berjudul “Poligami” yang dimainkan Dian Ayu Lestari dengan sutradara Vimala Vajra.
Monolog Teror, menceritakan mengenai kegaduhan di sekolah, karena ada surat kaleng. Isinya mengkritik sekolah yang tidak peduli dengan nasib guru.
Sedangkan monolog Poligami, mengisahkan protes perempuan pada budaya yang merendahkan perempuan.
Inisiator FMB 100 Putu Wijaya, Putu Satria Kusuma mengungkapkan, pementasan yang dilakukan oleh teater-teater SMA, sangat penting.
Ia berusaha menghindari evaluasi pada proses pementasan. Bagi Putu Satria, hal yang lebih penting ialah menyampaikan gagasan dalam naskah Putu Wijaya, lewat sebuah pementasan.
“Ada 118 karya monolog di buku 100 Monolog, dan semuanya itu menawarkan cerita yang menggelitik dan tafsir yang terbuka. Putu Wijaya sering mengkritik dengan cara komik atau teror mengenai keseharian kita,” katanya.
Lebih dari hal tersebut, pementasan di SMANSA Singaraja juga menjadi sangat penting, karena menjadi catatan napak tilas Putu Wijaya.
Dulunya Putu Wijaya berproses di SMANSA Singaraja, hingga kini ia dikenal sebagai dramawan yang mengantongi segudang penghargaan.
“Sekitar 50 tahun silam, Putu Wijaya belajar teater melalui Kirjomulyo di sekolah itu. Pementasan yang dilakukan Teater Kontras, semacam napak tilas bagi proses berkarya Putu Wijaya. Ini yang patut diacungi jempol,” tandasnya.