SEMARAPURA – Penerapan Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang hari Penggunaan Busana Adat Bali memberi berkah bagi pengusaha tenun di Kabupaten Klungkung.
Pasalnya, pesanan kain tenun mengalami peningkatan sejak Pergub tersebut diterapkan. Pasar potensial produk kerajinan ini pun semakin luas.
Pemilik Pertenunan Astiti, I Nyoman Sudira mengungkapkan, sebelum Pergup tersebut ada, penjualan produk kain tenun produksinya cukup lesu.
Apalagi dengan banyaknya produk tiruan dari luar Bali dengan harga murah. Mau tidak mau dia harus bersaing di tengah lesunya pesanan.
“Kain tenun tiruan dari luar Bali itu bisa lebih murah karena upah pekerjanya lebih murah. Begitu juga dengan bahan baku,” katanya.
Hampir satu tahun Peraturan Gubernur Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang hari Penggunaan Busana Adat Bali diterapkan, dia mengaku pesanan kain tenun produksinya mengalami peningkatan.
Tidak hanya dari instansi pemerintahan dan perkantoran, menurutnya, pesanan datang juga dari kalangan anak muda. “Pemasaran kain tenun kini lebih luas,” ujarnya.
Menurutnya, hingga saat ini produk kain tenunannya merupakan produk yang dibuat dengan alat tenun bukan mesin (ATBM).
Sehingga dibutuhkan keterampilan dan kesabaran dalam membuat produk kain tenun menggunakan alat tersebut.
Hanya saja di tengah meningkatnya permintaan, dia mengaku kesulitan mendapat tenaga kerja. Bahkan, puluhan orang yang bekerja dengannya sebagian besar berusia lanjut.
Akibatnya, dia kerap kewalahan menyelesaikan pesanan. “Apalagi kalau ada pesanan dari luar Bali, saya semakin kewalahan.
Untungnya para konsumen memaklumi kondisi ini. Anak muda serang jarang yang mau menjadi penenun,” ungkapnya.
Tidak hanya krisis tenaga kerja tenun, dia juga kerap dihadapkan dengan langkanya bahan baku benang.
Saat benang langka, harganya pun akan lebih mahal sehingga pemerintah terkadang turun tangan untuk menangani permasalahan ini.
“Untuk benang, kami menggunakan benang impor dari India karena produknya asli katun,” tandasnya.