RadarBali.com – Ancaman memotong akses air bersih yang diambil dalam Paruman Banjar di Desa Penglatan, pekan lalu, benar-benar teralisasi.
Akses air bersih bagi keluarga Nyoman Supama yang notabene ahli waris Nengah Koyan, benar-benar diputus.
Gara-garanya, Nengah Koyan menggugat sebidang lahan yang kini diatasnya berdiri Kantor Perbekel Penglatan. Belakangan gugatan itu dimenangkan oleh keluarga Nengah Koyan.
Pemutusan sambungan air minum itu dimulai sejak Jumat (22/9) pekan lalu. Pemutusan sambungan berdasar atas surat Perbekel Penglatan Nyoman Budarsa nomor 880/132/Pem/IX/2017 tanggal 20 September 2017.
Tercatat ada tiga orang yang diputus sambungan airnya. Mereka adalah Nyoman Supama, Ketut Sanggra, dan Ketut Budastra. Ketiganya adalah ahli waris dari Nengah Koyan.
Dalam surat itu, Perbekel Budarsa menyatakan pihaknya memutus sementara status pelanggan pada unit usaha air minum “Udaka Sari” milik Pemdes Penglatan.
Pemutusan itu akan berlangsung selama proses banding, maupun proses hukum lain yang lebih tinggi.
Tak cukup itu saja. Nyoman Supama juga diberhentikan dari jabatannya sebagai Koordinator Teknis Pengelola Air Bersih Udaka Sari Desa Penglatan.
Pemberhentian itu tertuang dalam SK Perbekel Penglatan Nomor 25 tahun 2017. Supama juga diberhentikan sebagai anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Penglatan lewat SK Perbekel Penglatan Nomor 24 tahun 2017.
Lantaran akses air minum disegel, Supama ini kini harus kerja keras mencari air bersih. Tiap hari ia harus meminta air bersih pada kerabatnya yang tinggal di luar Desa Penglatan.
Kebutuhan air itu untuk mengatasi masalah MCK di areal rumah saja. Sementara untuk mandi dan mencuci pakaian, ia lakukan di sungai desa.
Kondisi itu dianggap sangat merugikan dan sangat tak manusiawi. Apalagi ia memiliki seorang cucu yang baru berusia sebulan, sehingga membutuhkan air yang benar-benar higienis.
“Kami cari air ke keluarga di luar desa saja. Kalau kami minta ke tetangga, khawatirnya mereka juga kena imbas. Terus terang saja, perlakuan ini sangat tidak manusiawi bagi keluarga kami. Syukurnya kerabat kami di luar desa masih simpati dengan kami,” kata Supama.
Supama menilai dirinya diperlakukan sewenang-wenang dalam masalah ini. Apalagi dulunya ia adalah perintis unit air minum di desa setempat.
Ia juga merasa tidak melakukan pelanggaran administrasi sebagaimana diatur dalam peraturan usaha. Belakangan ia justru diputus sebagai pelanggan tanpa alasan yang jelas.
“Setahu saya pelanggan itu bisa diputus kalau nunggak bayar air minum selama tiga bulan berturut-turut. Itu juga harus ada surat peringatan dulu. Saya tidak pernah nunggak bayar air minum kok,” imbuhnya.
Supama sendiri hanya bisa bersabar menghadapi sanksi tersebut. Ia masih berusaha mencari sumber air lain, untuk memenuhi kebutuhan air minum bagi keluarganya.
Asal tahu saja, keluarga Nengah Koyan mengajukan gugatan pada sebidang lahan seluas 300 meter persegi yang di atasnya berdiri Kantor Perbekel Penglatan.
Nengah Koyan mengklaim memiliki bidang tanah itu miliknya, dan menjadi bagian lahan milik Koyan yang seluruhnya memiliki luas 1.900 meter persegi.
Setelah melalui proses persidangan di PN Singaraja, Nengah Koyan dinyatakan menang melalui putusan Nomor 83/Pdt.G/2017/PN Sgr.
Belakangan pihak desa berencana mengambil langkah banding hingga upaya terakhir, yakni peninjauan kembali (PK).
Selain mengambil langkah banding, desa juga memutus sementara sambungan air minum keluarga Nengah Koyan.
Keputusan itu diambil melalui paruman yang dilakukan di SMPN 5 Singaraja, pada Minggu (17/9) lalu.