Musik rock di Bali menjalar cukup lama di ranah Pulau Dewata. Sejak tahun 1970-an hingga saat ini api tersebut masih terjaga.
Meski saat ini di Legian dan kawasan Seminyak semakin jarang, kafe atau bar yang menyajikan band-band rock.
ZULFIKA RAHMAN, Seminyak
Cause I’m back
Yes, I’m back
Well, I’m back
Yes, I’m back
Well, I’m back, back
Well, I’m back in black
Yes, I’m back in black
Lagu milik band rock asal Sydney itu mengumandang kencang dengan alunan distorsi gitar terdengar meribut dari parkiran di luar bar Santa FE yang terletak di di Jalan Camplung Tanduk, Seminyak, Kuta, beberapa hari lalu.
Lagu itu dibawakan salah satu band di perayaan satu dekade Bali Rock Community (BRC). Bar yang didominasi dengan cat berwarna putih ini tampak dipenuhi para musisi dan pencinta musik rock.
Selain rock, ada juga pencinta musik reggae, blues hingga jazz. Malam semakin larut, tempat itu semakin sesak di datangi orang-orang.
Tanpa jeda, panggung berukuran 4×3 meter itu terus terisi. Total ada 14 band yang tampil. Salah satunya grup band Magic Mushroom yang digagas dedengkot rock Bali, Sukarmanto atau yang akrab disapa Manto itu.
Namun, tidak hanya rock, ada juga band pengisinya dari genre reggae, heavy metal, dan lainnya. Namun tetap didominasi rock klasik.
Acara ini seolah menegaskan bahwa musik sebagai bahasa universal, tanpa sekat menjadi satu. Malam itu selebrasi ulang tahun yang menyenangkan dan penuh keakraban.
Beberapa kaleng dan botol bir menambah hangat suasana malam di bar Santa FE. Pengunjung tampak menikmati lagu demi lagu yang dibawakan para musisi tersebut.
Bambang Srihandoko selaku ketua Bali Rock Community juga tampak sibuk melayani sekadar mengajak ngobrol para koleganya.
Sebagai ketua panitia penyelenggara acara ini, ia ingin memastikan acara tersebut berjalan lancar. “Selama empat hari menyiapkan acara ini,” celetuknya.
Mas Benk sapaan akrabnya menuturkan, selama ini kegiatan BRC jadi ajang silaturahmi pencinta musik rock di Bali.
Tidak hanya sekadar wadah kemasan saja, namun di komunitas ini, para anggotanya yang terdiri dari 213 anggota, itu ingin melakukan aksi nyata.
“Kami akhirnya buat satu kesimpulan, ketika teman-teman membutuhkan sesuatu kami harus melakukan sesuatu. Itu saja,” terangnya.
Sepuluh tahun bertahan dan menjaga solidaritas antar satu anggota dengan anggota lainnya mengalir begitu saja. Karena kesamaan.
Selain bermain musik, BRC juga menggelar kegiatan sosial, misalnya melakukan operasi katarak gratis yang berlangsung hingga saat ini.
“Kami tidak ingin berfikir banyak, membuat program banyak, sesuatu yang njelimet. Intinya yang penting teman-teman
kumpul dan melakukan sesuatu,” kata pria yang pernah menjabat sebagai vokalis band metal ternama era 90-an Jet Liar ini.
Ke depan ada keinginan, BRC ingin menularkan virus musik rock di kalangan muda yang tidak hanya menyasar wilayah Badung dan Denpasar saja.
Namun, lebih luas lagi di beberapa daerah di seluruh Bali. Proyek ini berupa edukasi untuk musisi muda yang ingin mempelajari musik.
“Karena musik itu bahasa universal dunia, bisa menyatukan perbedaan. Kalau kita mendukung mereka yang muda, untuk bisa bermain musik
mereka sudah menguasai bahasa universal. Mudahan jadi sesuatu yang bermanfaat bagi mereka,” terang pria asal Jakarta ini.
Menurutnya, musik rock ini hal yang baku. Dari segi nada, hanya berkutat pada dua nada dasar, minor dan mayor.
Hal ini, kata dia, merupakan acuan untuk bisa melebarkan ke beberapa genre musik lainnya. “Kalau sudah menguasai yang baku itu, kita ini sudah mengerti dasar bermusik dengan baik,” bebernya.
Ke depan mereka berharap, regenerasi terus ada menggantikan mereka-mereka yang kini telah berusia tua.
Untuk itu, BRC terus berupaya membangun pondasi awal untuk musisi kalangan muda. Karena sejauh ini tantangan yang dihadapi. (*)