25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:01 AM WIB

Netizen Kompak Tolak Pajak Kos-kosan, Dalih Pol PP Badung Bikin Lega

MANGUPURA – Rencana Pemkab Badung memungut pajak kos-kosan sebesar 10 persen, tampaknya, tidak akan berjalan mulus.

Selain mendapat penolakan dari pengusaha kos, kebijakan tersebut bakal berdampak dengan sewa kos yang dipastikan ikut melonjak.

Bahkan, netizen bersuara lantang dengan kebijakan Pemkab Badung ini. “Apakah Badung tidak cukup dari pajak hotel n restorant???…si pemilik kost bisa aja dikenai pajak,

tapi harga kost pasti dinaikkan, jadi yang menanggung berat pasti anak kost…kasihan anak kost,” ujar akun @Made Suardipa di fanspage RadarBali.id.

Bahkan, netizen membandingkan dengan langkah Pemkot Denpasar yang tidak mau buru-buru memungut pajak 10 persen untuk pengusaha kosan.

“Yang menjadi pertanyaan menurut UU no 28 th 2009 tsb yang kena pajak adl kos yang 10 kamar atau lebih,lalu perbupnya mau diakali utk yg kena pajak adl kos yg 5 kamar?

Selama UUnya blm dirubah tdk boleh aturan di bawahnya membuat aturan sendiri, jd yang bener ya pemkot Denpasar,” imbuh akun @Suardipa Purnama.

Suara netizen rupanya membuat Pemkab Badung bimbang untuk menerapkan Perda No 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel.

Dalih Satpol PP Badung adalah masih menunggu validasi data oleh instansi terkait. “Bapak Wakil (Wabup Suiasa) rencananya akan membahas masalah itu (pajak rumah kos) dengan dinas terkait.

Sebab, dalam aturan hanya tertuang jumlah kamar saja bukan klasifikasi, sehingga perlu adaa sosialisasi ke masyarakat,” kata Kasatpol PP Badung IGAK Suryanegara.

Jadi pihaknya menunggu validasi data Perda tersebut. Sehingga nantinya Satpol PP bergerak tidak menyimpang dari aturan yang ada.

“Kami menunggu data valid dulu, karena data yang ada saat ini berbeda-beda, baik di dinas maupun di tingkat kecamatan,” ujarnya.

Mencuatnya Perda pemungutan pajak terhadap rumah kos ke publik menimbulkan opini negatif di masyarakat.

Mereka menilai munculnya pajak rumah kos lantaran pendapatan Kabupaten Badung tidak tercapai, sehingga mencari sumber pendapatan baru, yakni membidik rumah kos guna mendongkrak pendapatan Badung.

“Dengan kebijakan itu membuat masyarakat beropini bahwa akibat defisit Badung sampai mengurus pajak kos-kosan yang notabena milik masyarakat sendiri.

Sebenarnya tidak begitu, aturan itu sudah lama bahkan kami sudah melakukan penertiban, khususnya rumah mewah yang dikontrakan untuk wisatawan mancanegara,” terangnya.

Kata dia, kebijakan pajak rumah kos tidak dikenakan kepada setiap pemilik rumah kos. Sebab, tidak setiap rumah kos layak untuk dikenakan pajak.

“Jadi sebetulnya yang kami tangkap bukan kos-kosan yang ada di gang-gang seperti itu. Kan bisa saja ada masyarakat yang

menyewa lahan terus buat rumah semi permanen, seperti bedeng dan di kontrakan kami rasa bukan itu targetnya,” jelasnya.

Menurutnya, banyak rumah mewah yang ada di kawasan pariwisata dihuni oleh orang asing. Padahal, pemilik rumah tidak membayar pajak, karena kawasan tersebut bukan diperuntukkan sebagai kawasan akomodasi.

“Namun kenyataannya mereka menyewakan untuk wisatawan. Kan sudah jelas dalam aturan wisatawan dilarang menginap di kos-kosan ada perbupnya itu.

Karena itu, kami menunggu dulu data dan klasifikasi yang dimaksud rumah kos itu, sehingga tidak meresahkan masyarakat nantinya,” pungkasnya. 

MANGUPURA – Rencana Pemkab Badung memungut pajak kos-kosan sebesar 10 persen, tampaknya, tidak akan berjalan mulus.

Selain mendapat penolakan dari pengusaha kos, kebijakan tersebut bakal berdampak dengan sewa kos yang dipastikan ikut melonjak.

Bahkan, netizen bersuara lantang dengan kebijakan Pemkab Badung ini. “Apakah Badung tidak cukup dari pajak hotel n restorant???…si pemilik kost bisa aja dikenai pajak,

tapi harga kost pasti dinaikkan, jadi yang menanggung berat pasti anak kost…kasihan anak kost,” ujar akun @Made Suardipa di fanspage RadarBali.id.

Bahkan, netizen membandingkan dengan langkah Pemkot Denpasar yang tidak mau buru-buru memungut pajak 10 persen untuk pengusaha kosan.

“Yang menjadi pertanyaan menurut UU no 28 th 2009 tsb yang kena pajak adl kos yang 10 kamar atau lebih,lalu perbupnya mau diakali utk yg kena pajak adl kos yg 5 kamar?

Selama UUnya blm dirubah tdk boleh aturan di bawahnya membuat aturan sendiri, jd yang bener ya pemkot Denpasar,” imbuh akun @Suardipa Purnama.

Suara netizen rupanya membuat Pemkab Badung bimbang untuk menerapkan Perda No 15 tahun 2011 tentang Pajak Hotel.

Dalih Satpol PP Badung adalah masih menunggu validasi data oleh instansi terkait. “Bapak Wakil (Wabup Suiasa) rencananya akan membahas masalah itu (pajak rumah kos) dengan dinas terkait.

Sebab, dalam aturan hanya tertuang jumlah kamar saja bukan klasifikasi, sehingga perlu adaa sosialisasi ke masyarakat,” kata Kasatpol PP Badung IGAK Suryanegara.

Jadi pihaknya menunggu validasi data Perda tersebut. Sehingga nantinya Satpol PP bergerak tidak menyimpang dari aturan yang ada.

“Kami menunggu data valid dulu, karena data yang ada saat ini berbeda-beda, baik di dinas maupun di tingkat kecamatan,” ujarnya.

Mencuatnya Perda pemungutan pajak terhadap rumah kos ke publik menimbulkan opini negatif di masyarakat.

Mereka menilai munculnya pajak rumah kos lantaran pendapatan Kabupaten Badung tidak tercapai, sehingga mencari sumber pendapatan baru, yakni membidik rumah kos guna mendongkrak pendapatan Badung.

“Dengan kebijakan itu membuat masyarakat beropini bahwa akibat defisit Badung sampai mengurus pajak kos-kosan yang notabena milik masyarakat sendiri.

Sebenarnya tidak begitu, aturan itu sudah lama bahkan kami sudah melakukan penertiban, khususnya rumah mewah yang dikontrakan untuk wisatawan mancanegara,” terangnya.

Kata dia, kebijakan pajak rumah kos tidak dikenakan kepada setiap pemilik rumah kos. Sebab, tidak setiap rumah kos layak untuk dikenakan pajak.

“Jadi sebetulnya yang kami tangkap bukan kos-kosan yang ada di gang-gang seperti itu. Kan bisa saja ada masyarakat yang

menyewa lahan terus buat rumah semi permanen, seperti bedeng dan di kontrakan kami rasa bukan itu targetnya,” jelasnya.

Menurutnya, banyak rumah mewah yang ada di kawasan pariwisata dihuni oleh orang asing. Padahal, pemilik rumah tidak membayar pajak, karena kawasan tersebut bukan diperuntukkan sebagai kawasan akomodasi.

“Namun kenyataannya mereka menyewakan untuk wisatawan. Kan sudah jelas dalam aturan wisatawan dilarang menginap di kos-kosan ada perbupnya itu.

Karena itu, kami menunggu dulu data dan klasifikasi yang dimaksud rumah kos itu, sehingga tidak meresahkan masyarakat nantinya,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/