DENPASAR – Ingkar janji jadi alasan Bos PT Maspion Group Alim Markus memperkarakan eks Wagub Bali I Ketut Sudikerta ke meja hijau.
Berulang kali Alim Markus bertemu dengan Sudikerta di Bali maupun di Surabaya. Ia menagih uang Rp 149 miliar yang sudah diberikan pada Sudikerta.
Namun, menurut Alim, Sudikerta tidak pernah membayar sepeser pun. Sudikerta selalu berjanji tapi tidak pernah ditepati.
Sampai sekarang uang tidak dikembalikan sama sekali sampai ada pelaporan ke polisi hingga bergulir di meja hijau.
Sementara itu, saat dimintai tanggapan keterangan Alim Markus, Sudikerta langsung membantah. Mantan Wabup Badung dan Wagub Bali itu menyebut tidak semua yang dikatakan Alim benar.
“Yang mana keterangan tidak benar?” tanya hakim Esthar. Dijelaskan Sudikerta, dia tidak pernah menyatakan punya tanah dua bidang tanah sebagaimana yang dikatakan Alim.
Tanah milik Sudikerta hanya seluas 3.300 meter persegi. “Yang kedua, saya membantah karena yang menawarkan tanah ini bukan saya. Dari awal saya tidak kenal beliau (Alim Markus),” sangkal Sudikerta.
Ditambahkan, yang menawarkan tanah pertama adalah Hendri Kaunang, presiden komisaris PT Maspion Group bersama Wayan Santoso. Keduanya datang ke rumah Sudikerta pada 2012.
Selanjutnya pada 2013 status tanah dicek ke notaris dan dinyatakan bersih semua. Setelah tiga bulan lebih baru datang Hendri Kaunang menyatakan tanah tidak jadi dibeli semua oleh PT Maspion Group.
Akhirnya Sudikerta ditawari kerja sama membentuk kongsi untuk membangun hotel bintang lima. PT Marindo Investama milik PT Maspion Group dijadikan satu dengan PT Pecatu Bangun Gemilang.
Lahirlah PT Marindo Gemilang. Dalam perusahaan tersebut PT Marindo Investama berhak atas saham 55 persen, dan PT Pecatu Bangun Gemilang berhak 45 persen.
“Yang ketiga, saya bantah menerima uang (Rp 149 miliar). Uang itu ditransfer ke rekening PT Pecatu Bangun Gemilang yang merupakan rekanan saya. Pemanfaatan dananya untuk saya pribadi tidak ada. Semua untuk perusahaan,” kilahnya.
Menanggapi bantahan Sudikerta, Alim tetap pada keterangannya. Ditemui usai sidang, Alim hanya tersenyum sinis atas keterangan Sudikerta.
“Tanya saja uangnya lari ke mana. Itu (uang Rp 149 miliar) sudah jelas. Tanya di kepolisian,” ucapnya singkat.
Selain Alim, dihadirkan pula Sugiharto, 68, penasihat hukum Alim, Eska Kanasut, 66, karyawan PT Maspion Group, Ida Ayu Mas Sukerti, 51, karyawan di notaris Sujarni, dan notaris Ni Nyoman Sujarni, 64, notaris dan PPAT di Kuta.
Namun, untuk pemeriksaan Sujarni ditunda karena notaris yang dihadirkan sebagai saksi harus ada izin dari mahkamah kehormatan notaris.