29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 8:57 AM WIB

Rata-rata Berpendidikan Tinggi, Ini Ciri Lain Teroris Versi Kriminolog

DENPASAR – Ditangkapnya dua terduga teroris Achmad Taufikurrahman (AT), 41, dan anaknya yang masih berusia 14 tahun, ZAI,

di depan Polsek Mendoyo, Jembrana, Jumat (11/10) lalu membuka fakta baru. Pertama, Bali masih menjadi target utama pelaku teror.

Alasan teroris menarget Bali karena Bali karena efektif. Bali sebagai destinasi wisata, membuat aksi terorisme sekecil apapun akan menyedot perhatian khalayak internasional.

Kedua, pelaku terror tidak mengenal umur dan latar belakang Pendidikan. Penangkapan ZAI, 14, anak Achmad Taufikurrahman menjadi bukti.

Meski masih belia, ZAI begitu mudah terpapar ideologi radikal yang diperoleh dari ayahnya.

Kriminolog Universitas Udayana (Unud) Gde Made Swardhana kepada Jawa Pos Radar Bali mengatakan, para teroris mereka umumnya berpendidikan tinggi. Penyerang Wiranto di Pandeglang, Banten, adalah sarjana hukum.

Aparat sebelumnya juga mengamankan salah seorang dosen IPB yang sedang  merancang bom.

Rencananya bom itu akan diledakkan di sejumlah pusat perbelanjaan menjelang pelatikan presiden. “Dosen saja bisa terpapar terorisme,” sentilnya.

Dijelaskan lebih lanjut, deteksi dini terhadap jaringan terorisme harus digencarkan oleh aparat. Masyarakat juga diminta berpartisipasi ikut mengawasi lingkungan sekitar.

“Biasanya mereka (teroris) ini orangnya berbaur di masyarakat dengan cara tinggal di kos-kosan atau mengontrak rumah. Mereka cenderung tertutup dan jarang bergaul,” tukasnya.

Ditambahkan, jika ada pendatang dari manapun asalnya melakukan aktivitas mencurigakan, maka harus segera dilaporkan pada aparat terkait.

“Jangan bermain hakim sendiri. Ya, kalau kecurigaan itu benar, kalau tidak malah berbalik,” papar Swardhana.

Para teroris ini juga bergerak lewat berbagai saluran informasi dan tekhnologi (IT) dengan kode-kode tertentu.

Mereka tetap berkomunikasi samahalnya orang biasa. “Karena itu, jangan menunggu peristiwa dulu baru bergerak. Ini akan menjadi kelemahan,” pungkasnya. 

DENPASAR – Ditangkapnya dua terduga teroris Achmad Taufikurrahman (AT), 41, dan anaknya yang masih berusia 14 tahun, ZAI,

di depan Polsek Mendoyo, Jembrana, Jumat (11/10) lalu membuka fakta baru. Pertama, Bali masih menjadi target utama pelaku teror.

Alasan teroris menarget Bali karena Bali karena efektif. Bali sebagai destinasi wisata, membuat aksi terorisme sekecil apapun akan menyedot perhatian khalayak internasional.

Kedua, pelaku terror tidak mengenal umur dan latar belakang Pendidikan. Penangkapan ZAI, 14, anak Achmad Taufikurrahman menjadi bukti.

Meski masih belia, ZAI begitu mudah terpapar ideologi radikal yang diperoleh dari ayahnya.

Kriminolog Universitas Udayana (Unud) Gde Made Swardhana kepada Jawa Pos Radar Bali mengatakan, para teroris mereka umumnya berpendidikan tinggi. Penyerang Wiranto di Pandeglang, Banten, adalah sarjana hukum.

Aparat sebelumnya juga mengamankan salah seorang dosen IPB yang sedang  merancang bom.

Rencananya bom itu akan diledakkan di sejumlah pusat perbelanjaan menjelang pelatikan presiden. “Dosen saja bisa terpapar terorisme,” sentilnya.

Dijelaskan lebih lanjut, deteksi dini terhadap jaringan terorisme harus digencarkan oleh aparat. Masyarakat juga diminta berpartisipasi ikut mengawasi lingkungan sekitar.

“Biasanya mereka (teroris) ini orangnya berbaur di masyarakat dengan cara tinggal di kos-kosan atau mengontrak rumah. Mereka cenderung tertutup dan jarang bergaul,” tukasnya.

Ditambahkan, jika ada pendatang dari manapun asalnya melakukan aktivitas mencurigakan, maka harus segera dilaporkan pada aparat terkait.

“Jangan bermain hakim sendiri. Ya, kalau kecurigaan itu benar, kalau tidak malah berbalik,” papar Swardhana.

Para teroris ini juga bergerak lewat berbagai saluran informasi dan tekhnologi (IT) dengan kode-kode tertentu.

Mereka tetap berkomunikasi samahalnya orang biasa. “Karena itu, jangan menunggu peristiwa dulu baru bergerak. Ini akan menjadi kelemahan,” pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/