29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 8:59 AM WIB

Serba Alami, Tak Ada Kemasan Plastik, Andalkan Listrik Tenaga Surya

Pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangli Ida Bagus Mandhara Brasika resmi menikahi pujaan hatinya Made Yaya Sawitri, dosen Universitas Warmadewa.

Pernikahan berlangsung khidmat di kediaman Gus Mandraha di Griya Luhu, Jalan Cenderawasih, Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar, Jumat (11/10) lalu. Pernikahan dikemas serba alami.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SEHARI sebelum pernikahan, Kamis (10/10) lalu pihak keluarga sibuk menyiapkan segala sesuatu di Griya Luhu di Jalan Cenderawasih, Kelurahan Beng, Gianyar.

Tampak para pekerja menyiapkan tenda dari bambu. Hiasan di depan rumah juga dikerjakan dengan bahan alami. Di dalam rumah, beberapa kerabat juga mengirimkan karangan bunga dari bahan alami.

Seorang seniman asal Desa/Kecamatan Sukawati juga membawakan lukisan daur ulang dari bahan sampah.

Lukisan itu berisi wajah mempelai, Gus Mandhara dan Yaya Sawitri. Lukisan itu dipajang sebagai penyapa tamu.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Gus Mandraha menunjukkan kartu undangan yang lain dari biasanya.

“Undangan saya sama sekali tanpa plastik. Ini bambu. Trus di dalamnya ada gulungan kertas berisi undangan,” ujar Mandhara yang juga tim Pokja Persampahan di Pemprov Bali itu.

Mandhara menceritakan konsep pernikahan alaminya itu. “Nanti para undangan kami hidangkan minuman dari dispenser. Kami sediakan lima dispenser,” ujarnya.

Dalam dispenser ada dua pilihan, minuman hangat atau dingin. “Kami juga sediakan gelas kaca untuk minuman dingin dan gelas keramik untuk hangat. Tidak ada botol plastik di sini,” jelasnya.

Untuk minuman, dia menghindari soda. “Kami sediakan teh, dan kopi,” terangnya. Selain itu, untuk makanan juga tanpa bungkus plastik.

“Kami sediakan jajanan Bali. Seperti sumping. Bungkusnya pakai daun pisang,” jelasnya. Bahkan, hidangan makanan bagi para tamu undangan disiapkan sayur jejeruk.

“Ini sayur sudah langka, bahannya dari embung (bambu muda, red),” bebernya. Tidak hanya itu, listrik yang dihasilkan selama acara pernikahan akan menggunakan tenaga surya.

Dia sendiri telah menyediakan 14 panel tenaga surya. Di rumah lantai II itu, dia telah menguji coba panel surya itu selama dua bulan.

Sejak dua bulan lalu, sebanyak 10 panel surya sudah dipasang di lantai atas rumahnya. “Di rumah kami pasang 10 panel. Itu harganya Rp 25 juta. Selama 2 bulan dicoba, untuk rumah tangga sudah bisa,” jelasnya.

Dengan panel surya, sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah. “Kalau dulu bayar listrik (ke PLN, red) sampai Rp 600 ribu. Kalau sekarang hanya bayar beban saja. Mengirit di biaya bulanan,” jelasnya.

Kata dia, 10 panel surya di rumahnya itu mampu menghidupi alat elektronik meski malam hari. “Di dalam rumah kami ada 2 kulkas, 3 televisi. Bisa hidup semuanya,” terangnya.

Sebagai tambahan, dia juga memasang panel surya baru sebanyak 4 panel. Letaknya di kebun di depan rumahnya.

“Kalau untuk rumah tangga sih teruji. Nah, ini karena ada acara nikahan, saya tambah lagi 4 panel,” jelasnya sambil menunjuk lahan itu.

Penambahan 4 panel, kata dia, sebagai antisipasi. “Karena saya isi acara musik,” ungkapnya sambil tangan kanannya seakan menggenjreng gitar.

Apabila listrik tenaga surya mendadak padam, dia tidak perlu khawatir. “Karena ini otomatis terhubung ke listrik PLN. Kalau mati langsung PLN yang nyala. Untuk daya panel ini 1300,” jelasnya.

Lulusan S2 di London, Inggris, itu berjanji pernikahannya sekaligus sebagai ajang berdonasi. “Kalau nanti ada sumbangan (amplop, red), saya sama istri sudah janji untuk berdonasi ke lingkungan,” ujarnya.

Istrinya yang sama-sama lulusan S2 di London itu juga konsen terhadap lingkungan. Ya, kisah asmara mereka dimulai di London.

“Kami donasikan untuk Orang Utan di Kalimantan. Karena Orang Utan jadi korban kebakaran hutan,” ujar Mandhara.

Mandhara mengakui, konsep bahan alami ini kembali ke zaman dulu. “Sempat booming penggunaan styrofoam untuk hiasan. Sekarang kembali lagi pakai alami, janur dan lainnya.

Cuma kami lebih mendetail, dari minuman sampai listrik,” jelas pria asli Griya Kutuh Kanginan Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung itu.

Lalu, apakah ketu atau hiasan kepala menggunakan janur juga? “Ya, tidak sampai segitunya. Tetap pakai hiasan yang biasannya (bahan besi kuningan, red),” pungkasnya tertawa.

Sementara itu, ayanda Mandhara, Ida Bagus Sukarya, menambahkan, saat upacara putranya akan disajikan hiburan tradisional. “Ada tarian dan wayang,” paparnya.(*)

Pegawai Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangli Ida Bagus Mandhara Brasika resmi menikahi pujaan hatinya Made Yaya Sawitri, dosen Universitas Warmadewa.

Pernikahan berlangsung khidmat di kediaman Gus Mandraha di Griya Luhu, Jalan Cenderawasih, Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar, Jumat (11/10) lalu. Pernikahan dikemas serba alami.

 

IB INDRA PRASETIA, Gianyar

SEHARI sebelum pernikahan, Kamis (10/10) lalu pihak keluarga sibuk menyiapkan segala sesuatu di Griya Luhu di Jalan Cenderawasih, Kelurahan Beng, Gianyar.

Tampak para pekerja menyiapkan tenda dari bambu. Hiasan di depan rumah juga dikerjakan dengan bahan alami. Di dalam rumah, beberapa kerabat juga mengirimkan karangan bunga dari bahan alami.

Seorang seniman asal Desa/Kecamatan Sukawati juga membawakan lukisan daur ulang dari bahan sampah.

Lukisan itu berisi wajah mempelai, Gus Mandhara dan Yaya Sawitri. Lukisan itu dipajang sebagai penyapa tamu.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Gus Mandraha menunjukkan kartu undangan yang lain dari biasanya.

“Undangan saya sama sekali tanpa plastik. Ini bambu. Trus di dalamnya ada gulungan kertas berisi undangan,” ujar Mandhara yang juga tim Pokja Persampahan di Pemprov Bali itu.

Mandhara menceritakan konsep pernikahan alaminya itu. “Nanti para undangan kami hidangkan minuman dari dispenser. Kami sediakan lima dispenser,” ujarnya.

Dalam dispenser ada dua pilihan, minuman hangat atau dingin. “Kami juga sediakan gelas kaca untuk minuman dingin dan gelas keramik untuk hangat. Tidak ada botol plastik di sini,” jelasnya.

Untuk minuman, dia menghindari soda. “Kami sediakan teh, dan kopi,” terangnya. Selain itu, untuk makanan juga tanpa bungkus plastik.

“Kami sediakan jajanan Bali. Seperti sumping. Bungkusnya pakai daun pisang,” jelasnya. Bahkan, hidangan makanan bagi para tamu undangan disiapkan sayur jejeruk.

“Ini sayur sudah langka, bahannya dari embung (bambu muda, red),” bebernya. Tidak hanya itu, listrik yang dihasilkan selama acara pernikahan akan menggunakan tenaga surya.

Dia sendiri telah menyediakan 14 panel tenaga surya. Di rumah lantai II itu, dia telah menguji coba panel surya itu selama dua bulan.

Sejak dua bulan lalu, sebanyak 10 panel surya sudah dipasang di lantai atas rumahnya. “Di rumah kami pasang 10 panel. Itu harganya Rp 25 juta. Selama 2 bulan dicoba, untuk rumah tangga sudah bisa,” jelasnya.

Dengan panel surya, sudah bisa memenuhi kebutuhan rumah. “Kalau dulu bayar listrik (ke PLN, red) sampai Rp 600 ribu. Kalau sekarang hanya bayar beban saja. Mengirit di biaya bulanan,” jelasnya.

Kata dia, 10 panel surya di rumahnya itu mampu menghidupi alat elektronik meski malam hari. “Di dalam rumah kami ada 2 kulkas, 3 televisi. Bisa hidup semuanya,” terangnya.

Sebagai tambahan, dia juga memasang panel surya baru sebanyak 4 panel. Letaknya di kebun di depan rumahnya.

“Kalau untuk rumah tangga sih teruji. Nah, ini karena ada acara nikahan, saya tambah lagi 4 panel,” jelasnya sambil menunjuk lahan itu.

Penambahan 4 panel, kata dia, sebagai antisipasi. “Karena saya isi acara musik,” ungkapnya sambil tangan kanannya seakan menggenjreng gitar.

Apabila listrik tenaga surya mendadak padam, dia tidak perlu khawatir. “Karena ini otomatis terhubung ke listrik PLN. Kalau mati langsung PLN yang nyala. Untuk daya panel ini 1300,” jelasnya.

Lulusan S2 di London, Inggris, itu berjanji pernikahannya sekaligus sebagai ajang berdonasi. “Kalau nanti ada sumbangan (amplop, red), saya sama istri sudah janji untuk berdonasi ke lingkungan,” ujarnya.

Istrinya yang sama-sama lulusan S2 di London itu juga konsen terhadap lingkungan. Ya, kisah asmara mereka dimulai di London.

“Kami donasikan untuk Orang Utan di Kalimantan. Karena Orang Utan jadi korban kebakaran hutan,” ujar Mandhara.

Mandhara mengakui, konsep bahan alami ini kembali ke zaman dulu. “Sempat booming penggunaan styrofoam untuk hiasan. Sekarang kembali lagi pakai alami, janur dan lainnya.

Cuma kami lebih mendetail, dari minuman sampai listrik,” jelas pria asli Griya Kutuh Kanginan Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung itu.

Lalu, apakah ketu atau hiasan kepala menggunakan janur juga? “Ya, tidak sampai segitunya. Tetap pakai hiasan yang biasannya (bahan besi kuningan, red),” pungkasnya tertawa.

Sementara itu, ayanda Mandhara, Ida Bagus Sukarya, menambahkan, saat upacara putranya akan disajikan hiburan tradisional. “Ada tarian dan wayang,” paparnya.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/