SINGARAJA – Gugatan krama Desa Pakraman Dharmajati, Desa Tukadmungga, Buleleng, kandas. Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja itu, diputus niet ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak dapat diterima.
ehingga permasalahan sengketa itu pun kembali ke titik awal. Putusan itu dibacakan pada sidang terbuka di Ruang Sidang Cakra PN Singaraja, pagi kemarin (23/10).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anak Agung Sagung Yuni Wulantrisna, dengan hakim anggota I Gede Karang Anggayasa serta Anak Agung Ayu Merta Dewi.
Ratusan krama Desa Pakraman Dharmajati pun mengawal pembacaan sidang putusan tersebut. Kehadiran para krama di PN Singaraja, mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.
Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan mengabulkan eksepsi yang diajukan Wayan Angker selaku tergugat.
Sebab, syarat-syarat formal untuk mengajukan gugatan, belum dapat dipenuhi oleh Desa Pakraman Dharmajati selaku penggugat.
“Mengabulkan eksepsi tergugat konversi/penggugat dekonversi untuk seluruhnya, dalam pokok perkara menyatakan para penggugat konversi/tergugat dekonversi tidak dapat diterima.
Menghukum para penggugat konversi/para tergugat dekonversi membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp 1.791.000,” ujar Ketua Majelis Hakim Yuni Wulantrisna.
Humas PN Singaraja I Nyoman Dipa Rudiana yang ditemui terpisah menjelaskan, majelis hakim mengambil putusan niet ontvankelijke verklaard terhadap gugatan yang didaftarkan Desa Pakraman Dharmajati.
Penyebabnya sejumlah syarat formal belum bisa dipenuhi. Syarat formal yang dimaksud yakni luas tanah, bentuk tanah, maupun batas-batasnya.
“Ini kan perkara tanah, jadi syarat formalnya harus jelas. Baik luas, bentuk, maupun batasnya. Kalau dalam perkara itu kan penggugat dalilnya objek sengketa berbentuk persegi panjang,
sedangkan tergugat bentuknya segitiga. Saat hakim melakukan pemeriksaan setempat, dalil yang diajukan penggugat berbeda dengan sertifikat yang secara formal telah terbit,” jelasnya.
Dengan putusan tersebut, Dipa mengatakan, belum ada pihak yang dinyatakan menang atau kalah dalam perkara tersebut.
“Jadi perkara ini masih seperti semula, seperti awal. Tidak ada yang menang maupun kalah,” tegasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum krama Desa Pakraman Dharmajati, Ketut Suartana mengatakan, pihaknya masih pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
“Peluangnya ada dua, kami ajukan gugatan ulang atau banding. Kami akan tunggu paruman dulu,” kata Suartana.
Sementara itu kuasa hukum tergugat Wayan Angker, Ngurah Sentanu mengatakan, pihaknya hanya isa bersifat pasif dalam perkara perdata itu.
“Kami sifatnya hanya pasif. Menurut kami, (putusan) itu sudah pertimbangan yang cukup jelas dari majelis hakim. Kami sekarang hanya menunggu saja, bagaimana nanti dari penggugat,” ujarnya.
Sekadar diketahui, sengketa lahan adat di Desa Pakraman Dharmajati telah berlangsung bergulir sejak 2017 lalu.
Lahan dengan status pelaba pura desa seluas 13 are, ternyata disertifikatkan oleh Wayan Angker pada 2001 silam.
Krama baru mengetahui lahan itu dikuasai perorangan, setelah Wayan Angker melakukan pemagaran pada penghujung 2017 lalu. Krama pun meradang dan meminta agar lahan itu dikembalikan pada adat sesuai dengan peruntukannya.
Proses mediasi sudah beberapa kali dilakukan, namun mentok. Wayan Angker tetap menyatakan lahan tersebut sebagai miliknya.
Angker justru menawarkan tukar guling dengan lahan miliknya yang ada di Desa Tegallinggah. Krama menolak mengingat lahan yang kini menjadi objek sengketa, digunakan untuk kegiatan melasti. Desa adat melalui kuasa hukumnya kemudian mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Singaraja.