RadarBali.com – Lantaran dinilai menghambat jalur evakuasi pengungsi, Polsek Kubu terpaksa menghentikan sementara usaha tambang galian C.
Penutupan akses bagi truk pasir itu pun dikeluhkan pengelola usaha tambang. Salah satu yang mengeluh adalah Komang Mangku Suanjaya, pemilik usaha tambang di Desa Sukadana.
Suanjaya mengaku dirinya terpaksa membuka tambang, karena banyak pekerjanya yang ngotot bekerja. Mereka mengaku tak punya bekal, sehingga harus bekerja untuk menjamin kelangsungan keluarga.
Lantaran didesak pekerja, ia memilih membuka usaha tambang. Setiap hari, ia selalu memperhatikan kondisi Gunung Agung. Kondisi gunung terlihat jelas dari tambang miliknya.
“Kalau (akses truk) ditutup, banyak orang yang masih mau kerja, nggak bisa kerja dia. Jadi minta-minta (pengemis, Red) dia. Proyek juga banyak yang nggak jalan. Buruh proyek juga nggak bisa kerja nggak ada bahan. Bisa lumpuh nanti perekonomian Bali,” katanya.
Suanjaya pun meminta permakluman pada pemerintah, agar usaha tambang dibiarkan beroperasi untuk sementara waktu.
Ia berpendapat, setidaknya usaha masih bisa berjalan hingga Gunung Agung mengepulkan asap pekat.
Keyakinan itu ia dapat dari cerita orang tua yang sempat merasakan erupsi Gunung Agung tahun 1962 silam.
“Masyarakat Kubu ini sudah mau tertimpa musibah. Mereka masih mau berusaha, biar ada bekal di pengungsian. Kenapa tidak didukung. Kalau sudah tidak memungkinkan, saya juga tidak izinkan anak-anak saya kerja,” imbuhnya.
Suanjaya mengaku dirinya menaikkan harga pasir dari Rp 500 ribu per truk menjadi Rp 600 ribu per truk. Kenaikan harga itu digunakan untuk menaikkan honor pekerja.
Ia mengaku para pekerja kini digaji Rp 400 ribu per hari dari semula Rp 250 ribu per hari. Untuk diketahui, di wilayah Kecamatan Kubu setidaknya ada 27 usaha tambang galian C.
Pada hari biasa, ada 50 truk yang masuk ke masing-masing tambang. Sejak usaha tambang di Selat ditutup, volume truk meningkat menjadi 120 truk per tambang per hari.