DENPASAR – Untuk meningkatkan kompetensi seniman pemerintah akan mensertifikasi para seniman yang ada di Indonesia. Tak terkecuali di Bali.
Hal ini akan dilakukan oleh Kementrian Pemdidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jendral Kebudayaan.
Nantinya para seniman mulai dari penari, pelukis, aktor, musisi, penyanyi maupun seniman lain didorong untuk mengikuti sertifikasi profesi berbasis kompetensi.
Hal ini disampaikan langsung oleh Restu Gunawan selaku Direktur Kesenian Kemendikbud Republik Indonesia di Sanur, Denpasar Selatan, Sabtu (2/11).
Menurut Restu, langkah ini diambil agar dengan adanya sertifikat kompetensi ini para seniman bisa diberikan upah yang layak dan juga bisa bersaing jika suatu saat akan berkarya di luar negeri.
“Perlunya standar kompetensi di bidang kesenian, pertama karena pasar memerlukan itu. Kedua, kemampuan kawan-kawan juga perlu ditingkatkan.
Kira-kira kan begitu. Jadi, tugas kita bersama pemerintah membuat standar kompetensi kerja ini agar bisa digunakan untuk menguji kompetensinya dari temen-temen seniman,” katanya.
Ditegaskannya, bahwa yang akan dinilai ataupun diuji adalah kompetensi seorang seniman. Bukan karyanya.
Maka oleh sebab itu, program yang efektifnya akan mulai digalakan pada tahun 2020 mendatang ini juga tidak mengandung unsur pemaksaan.
Seniman yang mau mendapatkan sertifikasi ini adalah mereka yang mau saja dan merasa jika ini dibutuhkan.
“Tidak ada pemaksaan. Tergantung kebutuhan sang seniman saja,” ujarnya. Karena dalam hal ini, kata dia, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator dan regulator saja.
Uji kompetensi untuk sertifikasi ini sendiri tidak hanya berlalu untuk para seniman tradisional. Tetapi seniman akademik.
Semisal para pelajar maupun mahasiswa di jurusan seni bisa mengiktu uji kompetensi ini. Sedangkan untuk para seniman yang sudah senior, hanya dianjurkan mengisi portofolio untuk bisa mendapatkan sertifikat.
Maka untuk menjalankan program ini, sudah ada 46 asesor yang disediakan di seluruh Indonesia untuk melakukan uji untuk 124 jenis profesi bidang kesenian.
Nantinya, Bali juga akan memiliki asesornya sendiri. “Apakah sertifikasi ini perlu? Saya kira dari pengalaman teman-teman seniman sangat diperlukan.
Misalnya ada pekerjaan-pekerjaan yang tadi disampaikan yang membutuhkan sertifikat kemudian akhirnya hanya diisi oleh tenaga-tenaga kerja dari luar.
Contohnya tentang tata panggung, lighting dan lain sebagainya, vendor atau perusahaan yang membuat kegiatan menanyakan ada sertifikatnya.
Ini kan kalau kita nggak siapkan, sayang padahal pasarnya di rumah kita sendiri. Jadi, kita berusaha untuk membuat standarisasinya itu,” tandasnya.