Sebuah bus berangkat dari Kanada. Tujuannya amat jauh: Pakistan. Jalan darat. Menyeberangi Samudra Atlantik. Melewati 14 negara. Isi bus itu: penganut agama Sikh.
Yang akan ‘naik haji’ ke Kartapur –tempat Nabi mereka lahir dan dimakamkan: Guru Nanak. Bus itu berangkat 3 September lalu. Diseberangkan dengan kapal ke Inggris.
Lalu jalan darat lewat Belanda, Jerman, Swiss, Austria, Turki, dan Iran. Tanggal 9 November besok adalah ulang tahun ke 550 Guru Nanak. Akan dirayakan besar-besaran.
Yang dari Amerika juga sudah tiba. Demikian juga yang dari Inggris. Dari Jerman. Dan dari seluruh dunia. Yang dari India lebih mudah. Tinggal menyeberangi perbatasan.
Makam itu memang di dekat perbatasan. Di Desa Kartapur. Masuk negara bagian Punjab, Pakistan. Pun sekarang. Guru Nanak seperti tetap jadi juru damai antar agama.
Khususnya Islam dan Hindu. Apalagi orang Islam menganggap Guru Nanak adalah Islam. Setingkat wali. Orang Hindu juga menganggap Guru Nanak adalah Hindu.
Lalu, belakangan, dua-duanya tidak mengakui. Tinggal Sikh yang menganggapnya sebagai nabi mereka. Setiap hari banyak orang Sikh yang ziarah ke makam itu. Terutama dari luar Pakistan.
Hanya saja harus muter. Masuk Lahore dulu. Menyelesaikan imigrasi di situ. Baru naik mobil ke Kartapur –dua jam. Yang dari India ada jalan yang tidak muter. Tapi muter juga –sedikit.
Lewat gerbang resmi perbatasan –di Desa Wagah. Yang setiap sore dilakukan upacara unik penurunan bendera itu. Di sisi India dan sisi Pakistan itu. (DI’s Way: Nasionalisme Atraktif).
Bagi yang tidak mau muter ada cara lain: berziarah mata. Pemerintah India telah membuat teropong jarak jauh: bisa melihat makam Guru Nanak dari wilayah India. Ada panggung besar di dekat perbatasan itu.
Orang Sikh bisa naik ke panggung itu. Lalu berziarah mata. Perdana Menteri Pakistan Imran Khan lantas bikin terobosan: membangun Koridor Kartapur. Sepanjang 3 km.
Dari makam itu ke perbatasan India. Orang Sikh India bisa ke makam lewat koridor itu. Tanpa visa. Tanpa paspor. Hanya membayar Rp 100 ribu. Atau sekitar itu.
Koridor itu sekarang sudah jadi. Sudah siap dipakai. Pun sebelum peringatan 550 tahun Guru Nanak. Saya ingin ke Pakistan lagi. Untuk melihat peristiwa besok lusa itu.
Betapa besar orang India yang akan melewati koridor itu. Pasti mengharukan. Negara Islam memberi fasilitas begitu istimewa kepada umat Sikh. Padahal orang Islam di Pakistan itu banyak yang terpapar radikalisme.
Tapi besok lusa adalah besoknya besok. Tidak mungkin mendapat visa dalam satu hari. Intinya: biarlah ada yang radikal asal jumlah yang tidak radikal jauh lebih besar.
Imran Khan sebenarnya juga radikal: radikal tengah. Ia masih ingin bikin terobosan lain: dengan Hindu. Ia seperti ingin memanfaatkan ketokohannya sebagai atlet olahraga.
Yang netral. Yang sportif. Yang bisa memenangkan pertandingan dengan fair play. Imran Khan adalah kapten tim juara dunia kriket Pakistan. Yang setelah itu tidak pernah jadi juara lagi.
Ia banyak punya teman di India. Yang juga negara kriket. Tapi upayanya itu terganggu dua hal. Pertama, di India lagi terjadi pasang naik radikalisme Hindu. Kedua, tiba-tiba India ‘masuk’ ke Kashmir.
Tidak ada yang menduga India bakal mencabut status otonomi Khasmir. Lalu memblokir jaringan medsos di sana. Terjadilah ketegangan baru India-Pakistan. Tapi ada juga yang menyalahkan tokoh-tokoh Islam Kashmir sendiri.
Yang tidak pernah rukun. Tidak bisa bikin kemajuan. Tokoh-tokohnya sibuk bertengkar antar mereka sendiri –soal politik dan kekuasaan tingkat lokal. Sebagai negara Islam Pakistan harus membela Kashmir.
Apalagi separo wilayah Kashmir itu ada di Pakistan. Saya sempat khawatir konflik baru itu akan menggagalkan proyek Koridor Kartapur. Ternyata Imran Khan berkepala dingin: komitmen akan proyek itu terjaga.
Bisa jadi tepat waktu. Film India memang sampai dilarang diputar di Pakistan. Tapi peringatan 550 tahun Guru Nanak tetap dilangsungkan. Koridor Kartapur akan menjadi monumen perdamaian.
Bus yang dari Kanada itu pun didesain untuk mengkampanyekan perdamaian. Desain busnya dibuat sesuai dengan misi itu. Lihatlah fotonya. Yang disiarkan oleh media di Pakistan. Guru Nanak mungkin bisa tersenyum damai besok lusa.(dahlan iskan)