SINGARAJA – Sejumlah elemen masyarakat di Kelurahan Kampung Kajanan, sepakat menolak paham khilafah sebagai dasar bernegara.
Warga menyatakan Pancasila sebagai asas tunggal dalam pemerintahan dan bermasyarakat.
Hal itu terungkap saat masyarakat Kampung Kajanan mengikuti Kajian Umum dengan tema Menangkal Paham Radikal dan Mewaspadai Gerakan Khilafah di Bali, yang diselenggarakan di Masjid Arrasyid.
Kegiatan itu digagas Majelis Dzikir dan Sholawat Rijalul Ansor Kecamatan Buleleng.
Kajian umum itu menghadirkan narasumber KH. Zulfan Syahansyah Attijani, pengasuh Pondok Pesantren Al Munawariyah Malang yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Islam Raden Rahmat (Unira) Malang.
Acara itu juga dihadiri sejumlah tokoh. Diantaranya Ta’mir Masjid Arrasyid, Lurah Kampung Kajanan Agus Murjani, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Buleleng Abdul Karim Abraham,
pengurus Nahdlatul Ulama Kabupaten Buleleng, serta Kanit VI Satuan Intelkam Polres Buleleng Ipda Raden Rubiyanto.
Ketua GP Ansor Buleleng Abdul Karim Abraham mengatakan, kajian umum itu merupakan bagian dari pendidikan terhadap jemaah dan kader NU.
Terutama menyebarkan pengertian Islam Rahmatan-lil-alamin, yang bermakna Islam rahmat bagi seluruh umat manusia, termasuk umat yang tak memeluk agama Islam.
“Ini bagian dari ikhtiar kami untuk mendidik kader dan jemaah, sekaligus mencerahkan masyarakat,” katanya.
Sementara itu KH. Zulfan Syahansyah saat menyampaikan kajian umum mengatakan, untuk menangkal gerakan-gerakan yang mengarah pada radikalisme hingga
memicu gangguan keamanan, umat muslim harus mencintai Nabi Muhammad SAW dengan sebenar-benarnya, serta memperbanyak membaca sholawat.
“Tidak ada umat yang suka membaca sholawat, melakukan bom bunuh diri. Hal-hal seperti ini (melakukan teror dengan kedok agama), telah diramalakan oleh Rasulullah,” katanya.
Lebih lanjut Zulfan menjelaskan, setidaknya ada tiga jenis gerakan radikalisme. Yakni radikal dalam keyakinan, radikal dalam perbuatan, maupun radikal dalam berpolitik.
Untuk radikal keyakinan, Zulfan mengatakan hal itu dilakukan oleh sekolompok orang yang gemar mengkafirkan kelompok lain.
“Kalau amalan-amalan yang dilakukan itu beda dengan kelompok mereka, tidak sesuai dengan hadist yang mereka pahami, langsung dinyatakan sesat. Dituduh kafir,” ujarnya.
Sementara radikal perbuatan justru lebih ekstrem lagi. Orang yang masuk dalam kelompok ini, berkeyakinan bahwa membunuh atau mengorbankan nyawa atas nama Islam, sebagai sebuah perbuatan syahid.
“Padahal, hampir semua jenis kematian yang menimpa umat Rasulullah itu syahid. Justru umat rasul itu sulit mencari kematian yang tidak syahid. Saking mulianya Rasulullah, Allah menganugerahkan hal ini,” jelasnya.
Sedangkan radikal dalam politik ialah melakukan gerakan-gerakan untuk mengubah dasar negara.
Padahal, Pancasila sebagai dasar negara, telah disepakati sejak jauh-jauh hari. Bahkan disepakati oleh para ulama.
Kanit VI Satuan Intelkam Polres Buleleng Ipda Raden Rubianto mengatakan, kajian itu sangat bermanfaat bagi jemaah dan masyarakat.
“Ini bisa membantu aparat keamanan dalam hal ini TNI/Polri, mencegah berkembangkan paham-paham
yang mengarah pada tindakan terorisme. Sebab ini sudah sangat mengganggu keamanan dan stabilitas nasional,” katanya.
Selain melakukan kajian umum, kemarin Jemaah Masjid Arrasyid dan masyarakat setempat, melakukan ikrar. Isinya, mereka sepakat menunjukkan makna dan hakikat Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.
Sikap, ucapan, dan tingkah laku yang dilakukan oleh jemaah dan masyarakat, akan menunjukkan bahwa Islam rahmat bagi seluruh umat, termasuk bagi agama-agama lain. (rba)