DENPASAR – Besarnya anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) sering disebabkan tingginya ongkos rekapitulasi suara, terutama untuk honor petugas di lapangan.
Menyikapi kondisi tersebut, KPU Bali memiliki solusi berupa rekapitulasi elektronik atau e-rekap.
Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan menilai pemanfaatan tekhnologi bisa membuat biaya pemilu jauh lebih murah dan efisien. Terobosan baru berupa e-rekap itu bisa diterapkan pada pilkada serentak 2020.
Selain bisa menghemat biaya, masyarakat juga bisa memantau langsung proses perekapan disemua tingkatan secara langsung.
Apalagi, saat ini sudah ada Peraturan Menteri Keuangan soal kenaikan honor adhoc. Bahkan, Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang sebelumnya telah disepakati dan ditandatangani harus direvisi.
“Dengan (e-rekap) ini banyak anggaran yang terpotong. Dengan sistem itu akan jauh lebih murah dan mudah,” ujar Lidartawan.
Mantan Ketua KPU Bangli ini menjelaskan, selama ini anggaran pilkada paling banyak untuk honorarium petugas di lapangan.
Terkait wacana Mendagri Tito Karnavian yang ingin mengevaluasi pilkada langsung, Lidartawan menyebut sepanjang yang dievaluasi masalah teknis, maka hal itu sah-sah saja.
Teknis yang dimaksud adalah soal anggaran nantinya bisa dicover oleh APBN, sehingga penyelenggaraan tahapan pilkada bisa tepat waktu.
Dewa Agung Gede Lidartawan tidak yakin jika evaluasi yang dimaksud oleh pemerintah adalah kembali pemilihan melalui DPRD.
Menurut Lidartawan, sistem pemilihan langsung saat ini sangat direspons baik oleh masyarakat. “Sepertinya pemerintah tidak bakalan seperti itu (merevisi pilkada langsung).
Masyarakat sudah banyak yang menerima (pemilihan secara langsung). Saya tidak pernah mendengar dari Mendagri,” katanya.
KPU Provinsi Bali sejatinya sangat mendukung adanya evaluasi mendalam dari pemerintah. Tentunya evaluasi bisa menjadikan pemilihan semakin berkualitas dan cepat.