GIANYAR – Intimidasi yang dilakukan PT Ubud Resort Duta Development terhadap petani penggarap di Dusun Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali mendapat banyak kencaman.
Diketahui, peristiwa tersebut terjadi pada Selasa malam, 19 November 2019 di mana pihak perusahaan secara sepihak memaksa memasukkan dua ekskavator ke lahan pertanian warga.
Tindakan tersebut didasari pengakuan pihak perusahaan yang menyatakan bahwa tanah yang digarap petani tersebut berada dalam wilayah Hak Guna Bangunan (HGB) mereka.
“Ini adalah kali kedua PT Ubud Resort mengintimidasi para petani penggarap di Dusun Selasih dalam dua bulan terakhir,” ujar Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika.
Sebelumnya, PT Ubud Resort membabat habis tanaman pisang para petani seluas 15 hektare yang dikelola oleh 10 keluarga petani.
Peristiwa tersebut menimbulkan kerugian materil karena kehilangan mata pencarian utama mereka.
Tanah pertanian seluas 144 hektar yang diklaim PT Ubud Resort tersebut awalnya merupakan tanah Puri Payangan yang telah diserahkan kepada para petani jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, dan sudah digarap secara turun-temurun.
Bahkan beberapa petani penggarap sudah memiliki bukti hak milik atas tanah yang mereka garap tersebut.
Namun pada tahun 1997, pihak Puri menjualnya ke pihak perusahaan. Meski begitu, PT Ubud Resort tidak pernah menguasai atau memanfaatkannya sampai saat ini.
Sebab itu, tindakan yang dilakukan oleh PT Ubud Resort merupakan perbuatan melawan hukum karena sejatinya tanah yang mereka klaim tersebut telah berstatus sebagai tanah terlantar
sesuai Peraturan Pemerintah No. 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, sehingga tanah tersebut kembali dikuasai secara langsung oleh negara.
Sebab itu, PT Ubud Resort tidak memiliki hak penguasan apapun di atas tanah-tanah garapan petani tersebut.
Karena itu, sesuai amanat Peraturan Presiden No. 86 tentang Reforma Agraria, pemerintah berkewajiban meredistribusikan tanah tersebut kepada petani penggarap.
“Atas situasi dan fakta di atas, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengecam keras perlakuan pihak perusahaan yang telah banyak merugikan para petani.
Belum lagi, intimidasi tersebut telah menimbulkan keresahan di pihak warga Dusun Selasih,” sambung Dewi Kartika.
KPA juga meminta kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk segera menertibkan pihak perusahaan dan segera melaksanakan penyelesaian konflik dan redistribusi tanah di Bali salah satunya di Dusun Selasih, Gianyar.
KPA juga mengingatkan kembali komiten Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan penyelesaian konflik agraria di Provinsi Bali dalam
“Lokakarya Percepatan Penyelesaian Konflik Pertanahan dalam Kerangka Reforma Agraria di Provinsi Bali” pada tanggal 4 Juli 2019.
Pemprov Bali juga menyatakan akan melepaskan tanah-tanah aset mereka sebagai objek reformasi agraria.