DENPASAR – Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali mendadak dipersoalkan.
Polda Bali mempersoalkan Pergub Bali yang sudah diberlakukan sejak 5 Oktober 2018 lalu itu.
Pasalnya setelah dikaji dan dibaca, Polda Bali menemukan adanya persoalan yang timbul dalam Pergub. Persoalan yang dimaksud Polda Bali ini, yakni, terkait dengan penempatan tulisan Bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan hirarki perundang-undangan.
Untuk itu, Polda Bali meminta penempatannya akasara atau tulisan atau bahasa harus sesuai dengan UUD 1945, tepatnya UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan dan sumpah pemuda dimana Bahasa Indonesia sebagai Bahasa persatuan.
“Soal penempatan tulisan saja. Pak Kapolda setelah membaca (Pergub), ini bahaya dan ada masalah,” kata Kabidkum Polda Bali, Kombes Pol. Moch Khozin saat berdiskusi dengan pihak anggota dewan di Kantor DPRD Bali, Rabu (27/11).
Seperti diketahui, dalam Pergub Bali No.80/2018, papan nama kantor dan fasilitas publik di Bali diminta untuk menggunakan aksara Bali. Yang dipersoalkan oleh pihak Polda Bali, tulisan aksara Bali tersebut ditempatkan diatas tulisan latin.
“Semestinya, di atas aksara latin, dibawah baru aksara Bali. Kalau bisa sih Pergub ini di revisi, supaya tidak ditiru oleh daerah lain,” sarannya.
Persoalan penempatan penulisan ini dianggap bukan soal sepele, sebab bangsa ini sedang dilanda krisis nasionalisme. “Point-nya hanya di penempatan tulisan, takutnya sekarang ini situasi Indonesia ini banyak ormas, aliran dan kita antisipasi agar Bali tidak jadi contoh,” jelasnya.
Lalu mengapa persoalan ini baru dimunculkan setelah dilakukan kajian oleh pihak Mendagri dan sebagainya?
Ditanya demikian, pihak Polda Bali menyatakan bahwa dalam penggarapanPergub ini pihaknya tidak dilibatkan.