MANGUPURA – Komisi II DPRD Badung menggelar rapat kerja (Raker) dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Badung Putu Eka Merthawan di Gedung Dewan kemarin.
Pada raker tersebut para anggota Komisi II mengkritik kinerja dan juga program dari DLHK Badung. Bahkan meminta agar melakukan kerja nyata langsung.
Apalagi, Badung secara resmi dilarang buang sampah ke TPA Suwung. Raker dipimpin Ketua Komisi II I Gusti Anom Gumanti.
Raker secara khusus membahas permasalahan sampah di Gumi Keris. Menariknya, dari awal sampai akhir raker yang dihadiri anggota Komisi II seperti I Gusti Lanang Umbara,
I Made Wijaya, IGA Inda Trimafo Yudha, IB Sunartha, Nyoman Dirga Yusa dan IB Alit Argapatra itu berlangsung panas.
Kadis LHK Badung Putu Eka Merthawan awalnya percaya diri membeberkan rencana pembangunan Badung Recycle Park (BPR) sebagai TPA nya Badung di kawasan Canggu lengkap dengan videonya.
Namun, pemaparan tersebut justru dianggap hanya sebagai lips service oleh anggota dewan. Pasalnya, kondisi sampah di lapangan saat ini sudah tak terkendali.
Sejumlah program yang digagas DLHK juga dianggap belum jalan. Sodokan pertama datang dari Dewan Badung I Gusti Lanang Umbara.
Politisi asal Pelaga ini menilai apa yang menjadi gagasan DLHK tidak nyambung dengan arahan Bupati Badung.
Ia mengingatkan Kepala DLHK agar membuat program dan kebijakan sejalan dengan keinginan bupati.
“Pak Kadis, saya minta tidak cuma lips service. Bagus di permukaan. Bagi kami masalah seremonial nomor dua, yang terpenting adalah kerja nyata. Karena Badung saat ini darurat sampah,” sentilnya.
Mantan Ketua Forum Perbekel se-Badung ini mengharapkan dengan penutupan TPA Suwung ini, DLHK secepatnya membuat terobosan sehingga penanganan sampah tidak ngadat seperti saat ini.
Ia berharap DLHK bisa membangun TPA berbasis teknologi dan ramah lingkungan. “Yang kami inginkan DLHK itu harus bisa membuat sampah menjadi berkah.
TPA itu harus indah, bisa jadi tempat rekreasi dan edukasi. Kalau tidak begitu semua desa pasti menolak (dibangun TPA). Tapi, kalau sudah bersih semua pasti mau,” kata politisi PDIP.
Begitu juga IB Sunarta dan Made Wijaya. Dua politisi ini mempertanyakan program penanganan sampah untuk jangka pendek, menengah dan panjang.
Sejauh ini mereka menilai belum apa dari DLHK. Sementara sampah saat ini sudah di titip di sejumlah titik yang nota bena ditakutkan menimbulkan masalah baru.
“Untuk jangka pendek Pak Kadis perlu dana berapa, skala prioritas jangka pendeknya apa? Karena Badung sudah tidak boleh buang sampah ke Suwung,” timpal Sunarta.
Sementara Made Wijaya mengingatkan agar daerah destinasi pariwisata seperti Kuta tidak dijadikan tempat penampungan sampah.
Pasalnya, di daerah itu banyak akomodasi wisata yang rawan keluhan. “Badung selatan banyak hotel sebagai penyumbang PAD. Kalau bisa jangan sampai diganggu sampah.
Dan bagi desa yang sudah siap, segera dong pasang mesin. Berikan pendampingan, jangan dibiarkan begitu saja,” pinta politisi Gerindra asal Tanjung Benoa ini.
Sementara Eka Merthawan yang menanggapi pertanyaan para legislatif Badung. Ia tak menampik pelarangan membuang sampah ke TPA Suwung membuat pihaknya kewalahan.
Ia mengaku terpaksa menitipkan sampah sementara di Tuban, lantaran tidak tempat. “Kami terpaksa dititipkan sementara di Tuban, tidak ada tempat lagi,” ujarnya.
Namun kini sudah mempersiapkan langkah penanganan jangka pendek dan menengah. Untuk jangka pendek di akhir tahun ini telah dibangun TPS di Terminal Mengwi.
Nah, TPS ini memakai sistem kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU). Pembangunan TPS di Terminal ini akan rampung 19 Desember ini dan langsung beroperasi.
“Nanti sampah yang di titip di Tuban itu kita prioritaskan pertama untuk dibawa ke Terminal Mengwi. Biar disitu bersih,” katanya.
Kemudian, untuk jangka menengah dan panjang pihaknya tengah merancang pembangunan BRP di Canggu. BRP ini juga memakai sistem KPBU.
BRP dirancang mampu mengolah sampah 500 ton sampah per hari. “BRP di Canggu itu akan memakai lahan provinsi seluas 2,8 hektar.
Cuma kami butuh bantuan bapak ibu dewan karena berada di lahan basah. Kalau bisa biar dibuatkan regulasi sehingga bisa dibangun,” kata Eka Merthawan.
Kalau BRP ini bisa terbangun, Eka Merthawan meyakini permasalahan sampah di gumi keris bisa tertangani.
“Di desa/kelurahan punya TPST 3 R, sedangkan di kabupaten ada BRP. Kalau ini jalan, kami yakin permasalahan sampah bisa teratasi.
Nah, untuk dana Rp 2,5 miliar itu akan digunakan untuk pembelian alat dan pembangunan. Nanti memakai sistem lelang,” pungkasnya. (dwi)