BEBERAPA waktu lalu, Presiden Joko Widodo mengangkat tujuh staf khusus dari kalangan generasi milenial.
Tujuh anak muda ini memiliki berbagai prestasi di bidangnya masing-masing. Mereka melengkapi beberapa generasi milenial yang telah ditunjuk sebelumnya sebagai Mendikbud dan wakil menteri pariwisata.
Atas penunjukkan beberapa anak muda ini, masyarakat terbelah dalam dua opini.
Pertama, anggapan negatif, bahwa langkah tersebut hanya pencitraan Presiden, untuk merangkul suara generasi milenial yang jumlahnya cukup besar.
Kedua, anggapan positif bahwa langkah tersebut sebagai upaya Presiden memberi kesempatan generasi milenial berkiprah nyata membangun Indonesia lewat jalur pemerintahan.
Saya termasuk kelompok dengan opini kedua. Kesempatan merupakan “barang mewah” bagi anak muda. Kenapa saya bilang barang mewah?
Karena tidak mudah mendapatkannya dalam setiap segi kehidupan anak muda. Ayo coba kita perhatikan di lingkungan sekitar kita.
Pada saat seorang muda lulus SMA kemudian memutuskan akan mengambil suatu jurusan yang diinginkannya di perguruan tinggi, masih ada orang tua,
alih-alih memberi kesempatan akan pilihan tersebut, justru memaksa anaknya memilih jurusan dan universitas tertentu sesuai keinginan mereka.
Pada saat seorang muda lulus kuliah dan memutuskan mencari pengalaman dengan bekerja di perusahaan orang,
alih-alih memberi kesempatan akan pilihan tersebut, justru ada sebagian orang tua melarangnya,dan menyuruhkan langsung kerja diperusahaan yang dimilikinya.
Di dunia kerja, saat pegawai muda bersemangat menyampaikan ide kreatif untuk pengembangan bisnis, alih-alih kita sebagai pimpinan
perusahaan memberi kesempatan agar ide tersebut tereksekusi, justru kita “membunuh” ide tersebut.
Lucunya, bukan karena idenya jelek, namun karena yang menyampaikan ide, seorang pegawai muda yang dianggap belum berpengalaman.
Dalam dunia bisnis, saat ada perusahaan start up yang dimiliki seorang anak muda bertemu kita,
kemudian menyampaikan ide untuk kerjasama sebagai partner atau vendor, alih-alih memberi kesempatan dengan mendengarkan idenya,
atau menerima pengajuan penawaran harga, kita justru menutup pintu, bukan karena ide bisnisnya
yang ngak bagus atau harga penawarannya yang tidak kompetitif, tapi karena hal itu disampaikan seorang yang sangat muda.
Dari beberapa situasi hidup yang saya ceritakan tersebut, ngak salah kan jika saya menganggap kesempatan adalah barang mewah bagi anak muda dalam lakon apapun yang diperankannya.
Menaruh kepercayaan ke pundak anak muda adalah awal memberi kesempatan. Hal ini tidak mudah bagi sebagian besar orang tua,
senior pemilik bisnis keluarga atau pemimpin perusahaan, karena takut kepercayaan yang diberikan akan disalahgunakan.
Janganlah kita berfikir seperti begitu, coba lihat dari sisi lain, yaitu dengan menaruh kepercayaan akan memberikan anak muda kesempatan belajar,
kesempatan mendapat pengalaman, kesempatan merasakan kesulitan, kesempatan menghadapi tantangan berat,
kesempatan mengalami kegagalan, kesempatan membangun start-up nya, kesempatan melihat dunia dan sejuta kesempatan lainnya.
BPR KAS Indonesia dibangun 3 tahun lalu, karena seseorang menaruh kepercayaan pada anak muda.
Tanpa kepercayaan tersebut, tidak akan ada kesempatan bagi anak muda tersebut berjuang merealisasikan impiannya.
Tanpa kepercayaan tersebut, tidak akan ada kesempatan bagi anak muda tersebut mengembangkan BPR dengan asset 8 M menjadi BPR dengan asset 150 M, dan akan terus berkembang.
Tanpa kepercayaan tersebut, tidak akan ada kesempatan bagi anak muda tersebut, merangkul anak muda lain untuk bersama membangun idealisme, membantu pengembangan UMKM di Bali.
Yuk berikan kesempatan anak muda disekitar kita. Memberi kesempatan adalah memberi vitamin untuk anak muda bertumbuh menjadi apapun yang menjadi impiannya. Salam Perjuangan! (rba)