28.1 C
Jakarta
22 November 2024, 19:18 PM WIB

Blak-Blakan, TW Ungkap Kronologi Kasus yang Seret Bos Hotel Paradiso

DENPASAR-Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan pemalsuan akta otentik penjualan saham, dengan terdakwa Harijanto Karjadi, kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (3/12).

Mengagendakan pemeriksaan saksi korban, Sidang dengan Majelis Hakim pimpinan Soebandi, JPU menghadirkan saksi yang juga Bos Artha Graha Tomy Winata.

Dalam pemeriksaan saksi korban yang berlangsung sekitar hampir sejam itu, pengusaha Taipan ini mengungkap gamblang kronologi kasus yang akhirnya menyeret mantan rekan bisnis sekaligus Dirut PT Geria Wijaya Prestige (GWP) Harijanto Karjadi.

“Masalah utama perkara ini sebenarnya bukan ekonomi. Berbagai jalur kami tempuh, seperti jalur kekerabatan, tapi mentok. Hingga akhirnya ke jalur hukum,” terang TW.

Kata TW, terdakwa tidak punya niat menyelesaikan tanggungjawabnya. 

Awalnya, terdakwa Harijanto  bersama saudaranya bernama Hartono Karjadi (DPO) menandatangani akta perjanjian pemberian kredit antara PT Giya Wijaya Prestige (GWP) diwakili terdakwa  melalui Sindikasi Bank (bank konsorsium). PT GWP mendapat pinjaman USD 17.000.000.

Pinjaman itu dipakai membangun Hotel Sol Paradiso  yang kini berganti nama Hotel Kuta Paradiso milik terdakwa. Sebagai jaminan pinjaman, terdakwa menjaminkan  tiga sertifikat tanah,  gadai saham atas nama Harjanto Karjadi di PT GWP, gadai saham atas nama Hermanto Karjadi, gadai saham atas nama Hermanto Karjadi, gadai saham atas nama Hartono Karjadi.

Dalam perjalanannya, TW membayar piutang terdakwa dari CCB (China Contruction Bank) seharga Rp 2 miliar dengan piutang USD 2 juta.

Namun, terdakwa Harijanto diduga telah melakukan praktik memanipulasi administrasi hukum dalam bentuk kepemilikan saham, yang dipindahkan lagi dalam masa dianggunkan bersama sang kakak Hartono Karjadi. Tidak tanggung – tanggung, dalam dugaan praktik ini pihak Bank Sindikasi sebagai debitur kecolongan ratusan miliar rupiah.

Dalam hal ini, TW juga merasa dirugikan sebesar USD 20.389.661.

Bank CCB menurut TW adalah bank terbesar kelima di dunia. Jika kasus ini berlarut, maka akan mengganggu investasi di Indonesia.

Akibat kasus ini Bank CCB merasa tertekan. Bahkan, bank sempat digeledah dan salah satu petingginya dijadikan tersangka.

“Saya niatnya menolong terdakwa. Saya membeli piutang ini juga untuk menghindari kemungkinan permasalahan ini dapat mengganggu kepercayaan investor baik lokal maupun asing di Indonesia,” ujar pengusaha keturunan Tiongkok itu.

Terdakwa menunduk pasrah mendengar keterangan TW. 

“Faktanya, dengan kejadian ini terdakwa berbelit. Sampai sekarang belum ada upaya penyelesaian dari terdakwa,” imbuh TW.

Saat ditanya pengacara terdakwa, TW kembali mengatakan kenal baik dengan terdakwa.

TW juga membantah ingin menguasai Hotel Kuta Pardiso milik terdakwa. “Kami hanya ingin terdakwa kembali bangkit punya hotel,” jelasnya.

Sementara itu, saat hakim memberikan kesempatan terdakwa menanggapi keterangan TW, terdakwa mengatakan tidak semua keterangan TW benar.

“Saya tidak ada menekan Bank CCB dan tidak pernah meneror,” ujar terdakwa. 

Hakim kembali memberikan kesempatan kepada TW untuk bicara.

Nah, saat diberikan kesempatan itu, TW bicara panjang lebar tentang pentingnya kepastian hukum bagi investor di Indoensia.

Dengan adanya kepastian hukum investor akan merasa aman dan nyaman berinvestasi di Indonesia.

“Dalam kasus ini akan muncul pemenang. Apakah kepastian hukum untuk investasi atau ketidakpastian hukum,” imbuh TW.

Keterangan tambahan dari TW itu dianggap sebagai orasi ilmiah oleh hakim.

“Terima kasih atas pidato dan orasi ilmiahnya,” seloroh hakim.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa terdakwa Harijanto melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) kesatu,  pasal 372 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) kesatu.

Harijanto Karjadi diamankan oleh pihak Kepolisian Diraja Malaysia di sebuah bandara di Malaysia, Rabu (31/7) malam.

Saat itu ia hendak kabur ke Hongkong mengikuti sang kakak yang telah berhasil lolos.

DENPASAR-Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan pemalsuan akta otentik penjualan saham, dengan terdakwa Harijanto Karjadi, kembali digelar di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (3/12).

Mengagendakan pemeriksaan saksi korban, Sidang dengan Majelis Hakim pimpinan Soebandi, JPU menghadirkan saksi yang juga Bos Artha Graha Tomy Winata.

Dalam pemeriksaan saksi korban yang berlangsung sekitar hampir sejam itu, pengusaha Taipan ini mengungkap gamblang kronologi kasus yang akhirnya menyeret mantan rekan bisnis sekaligus Dirut PT Geria Wijaya Prestige (GWP) Harijanto Karjadi.

“Masalah utama perkara ini sebenarnya bukan ekonomi. Berbagai jalur kami tempuh, seperti jalur kekerabatan, tapi mentok. Hingga akhirnya ke jalur hukum,” terang TW.

Kata TW, terdakwa tidak punya niat menyelesaikan tanggungjawabnya. 

Awalnya, terdakwa Harijanto  bersama saudaranya bernama Hartono Karjadi (DPO) menandatangani akta perjanjian pemberian kredit antara PT Giya Wijaya Prestige (GWP) diwakili terdakwa  melalui Sindikasi Bank (bank konsorsium). PT GWP mendapat pinjaman USD 17.000.000.

Pinjaman itu dipakai membangun Hotel Sol Paradiso  yang kini berganti nama Hotel Kuta Paradiso milik terdakwa. Sebagai jaminan pinjaman, terdakwa menjaminkan  tiga sertifikat tanah,  gadai saham atas nama Harjanto Karjadi di PT GWP, gadai saham atas nama Hermanto Karjadi, gadai saham atas nama Hermanto Karjadi, gadai saham atas nama Hartono Karjadi.

Dalam perjalanannya, TW membayar piutang terdakwa dari CCB (China Contruction Bank) seharga Rp 2 miliar dengan piutang USD 2 juta.

Namun, terdakwa Harijanto diduga telah melakukan praktik memanipulasi administrasi hukum dalam bentuk kepemilikan saham, yang dipindahkan lagi dalam masa dianggunkan bersama sang kakak Hartono Karjadi. Tidak tanggung – tanggung, dalam dugaan praktik ini pihak Bank Sindikasi sebagai debitur kecolongan ratusan miliar rupiah.

Dalam hal ini, TW juga merasa dirugikan sebesar USD 20.389.661.

Bank CCB menurut TW adalah bank terbesar kelima di dunia. Jika kasus ini berlarut, maka akan mengganggu investasi di Indonesia.

Akibat kasus ini Bank CCB merasa tertekan. Bahkan, bank sempat digeledah dan salah satu petingginya dijadikan tersangka.

“Saya niatnya menolong terdakwa. Saya membeli piutang ini juga untuk menghindari kemungkinan permasalahan ini dapat mengganggu kepercayaan investor baik lokal maupun asing di Indonesia,” ujar pengusaha keturunan Tiongkok itu.

Terdakwa menunduk pasrah mendengar keterangan TW. 

“Faktanya, dengan kejadian ini terdakwa berbelit. Sampai sekarang belum ada upaya penyelesaian dari terdakwa,” imbuh TW.

Saat ditanya pengacara terdakwa, TW kembali mengatakan kenal baik dengan terdakwa.

TW juga membantah ingin menguasai Hotel Kuta Pardiso milik terdakwa. “Kami hanya ingin terdakwa kembali bangkit punya hotel,” jelasnya.

Sementara itu, saat hakim memberikan kesempatan terdakwa menanggapi keterangan TW, terdakwa mengatakan tidak semua keterangan TW benar.

“Saya tidak ada menekan Bank CCB dan tidak pernah meneror,” ujar terdakwa. 

Hakim kembali memberikan kesempatan kepada TW untuk bicara.

Nah, saat diberikan kesempatan itu, TW bicara panjang lebar tentang pentingnya kepastian hukum bagi investor di Indoensia.

Dengan adanya kepastian hukum investor akan merasa aman dan nyaman berinvestasi di Indonesia.

“Dalam kasus ini akan muncul pemenang. Apakah kepastian hukum untuk investasi atau ketidakpastian hukum,” imbuh TW.

Keterangan tambahan dari TW itu dianggap sebagai orasi ilmiah oleh hakim.

“Terima kasih atas pidato dan orasi ilmiahnya,” seloroh hakim.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa terdakwa Harijanto melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP juncto pasal 55 ayat (1) kesatu,  pasal 372 KUHP juncto pasal 55 ayat (1) kesatu.

Harijanto Karjadi diamankan oleh pihak Kepolisian Diraja Malaysia di sebuah bandara di Malaysia, Rabu (31/7) malam.

Saat itu ia hendak kabur ke Hongkong mengikuti sang kakak yang telah berhasil lolos.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/