DENPASAR – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa mantan Wagub Bali I Ketut Sudikerta, 53, berlanjut kemarin (5/12).
Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa Sudikerta itu berlangsung hampir dua jam. Tensi sidang cukup panas sejak awal.
Jaksa penuntut umum (JPU) I Ketut Sujaya, Eddy Artawa Wijaya dkk, benar-benar dibuat emosi dengan jawaban Sudikerta yang kerap berbelit-belit dan berputar-putar.
Bahkan, adu argumen antara tim pengacara Sudikerta dengan JPU juga tak terelakkan. Yang menarik, Sudikerta mengaku menyesal dan merasa bersalah.
Ia lantas kemudian mengklaim sejumlah pembangunan infrastruktur besar di Bali selama menjabat menjadi Wakil Bupati Badung dan Wagub Bali.
Salah satu megaproyek yang dia akui adalah pembangunan Jalan Tol Bali Mandara (JTBM). “Saya ikut mendesain jalan tol tersebut (JTBM).
Dan, setelah ketemu JK (Jusuf Kalla) tol itu bisa berdiri,” aku Sudikerta di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi.
Pengakuan Sudikerta itu tentu sepihak. Sebab, JTBM yang digarap pada Maret 2012 dan rampung pada Mei 2013 itu didesain dan dibuat oleh Kementerian BUMN di bawah arahan Dahlan Iskan.
Sudikerta juga mengklaim sebagai salah satu pihak yang mengusulkan pembangunan shortcut Buleleng.
Muara dari berbagai klaim Sudikerta ini tentu agar JPU mempertimbangkan memberikan keringanan tuntutan, dan hakim mempertimbangkan memberi potongan putusan.
Usaha Sudikerta agar tidak dituntut berat itu juga terlihat saat ditanya JPU apakah menyesal, politikus Golkar itu mengatakan tidak ada niatan dirinya melakukan tindak pidana seperti saat ini.
“Kalau tahu akhirnya seperti ini (masuk bui), saya tidak akan melakukan transaksi tanah ini,” tuturnya.
Pria kelahiran Pecatu, Kuta Selatan, itu juga meminta keringanan kepada JPU dan majelis hakim yang akan memutus perkara ini. Ia menyatakan memiliki istri dan tiga anak.
“Anak saya yang paling kecil umurnya empat tahun. Saya adalah tulang punggung keluarga. Untuk itu saya minta keringanan kepada jaksa dan majelis hakim,” ucapnya memelas.
Kemudian jaksa sempat menanyakan terkait pengembalian kerugian dari Alim Markus yang mencapai Rp 149 miliar lebih. Sudikerta mengatakan belum pernah mengembalikan uang tersebut ke Alim Markus.
Namun, ia mengaku sudah sempat mencari solusi salah satunya menjual aset tanah di Balangan tersebut untuk mengganti kerugian yang timbul.
“Waktu itu sudah sempat ada pembeli. Tapi belum deal. Saya mau kembalikan tapi sudah keburu ditangkap,” dalihnya.
Meski mengaku bersalah, Sudikerta mengaku dalam perkara ini dirinya hanya mengikuti arahan dari Tim Maspion yaitu Hendry Kaunang dkk.
Bahkan dia menyebut dari awal pertemuan semuanya diatur oleh Hendry Kaunang. Dari awal pertemuan, pembuatan PT, transaksi serta pembatalan-pembatalan.
“Semuanya di-setting Hendry Kaunang. Kami hanya menjalankan saja,” tuding pria yang akrab disapa Tomi Kecil itu.