27.8 C
Jakarta
22 November 2024, 23:33 PM WIB

Tembok dan Relief Rusak, Pura Tua Abad 9 M di Buleleng Direstorasi

SAWAN  – Pura Agung Menasa kini tengah direstorasi. Pura yang diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-9 masehi itu,

kini menjalani perbaikan pada bagian tembok penyengker dan relief-relief yang mengalami kerusakan.

Pura Agung Menasa merupakan salah satu peninggalan sejarah di Buleleng yang telah berusia lebih dari satu millennium.

Pura itu merupakan saksi bisu keberadaan Kerajaan Menasa. Kerajaan ini berkuasa di sebagian besar wilayah Bali Utara.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah bagian pun mengalami kerusakan. Pengempon pura pun sepakat melakukan restorasi.

Meski belum ditetapkan sebagai cagar budaya, upaya perbaikan yang tak memerhatikan kaidah-kaidah kebudayaan, dikhawatirkan mengubur kisah dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

Ketua Panitia Restorasi Pura Menasa, Putu Wahyu Pertama mengatakan, upaya restorasi itu sudah menjadi kesepakatan krama.

Dalam proses restorasi itu, pekerja sempat menemukan gerabah yang diduga berasal dari Tiongkok.

Gerabah itu ditemukan terkubur pada kedalaman 1,5 meter di sebelah barat pura. Gerabah berbentuk batu padas itu bertuliskan “Namotasa Harhoto Sama Shambodasha”.

Tulisan itu berarti Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Kesempurnaan. “Rencananya ini kami akan sampaikan

ke Balai Arkeologi Denpasar, biar bisa diteliti. Sehingga kami juga paham, ini maknanya apa,” kata Wahyu.

Lebih lanjut dijelaskan, upaya restorasi itu bukan pertama kali dilaksanakan. Seingat dirinya, upaya restorasi pertama kali dilakukan pada tahun 1976.

Saat itu beberapa bagian pura mengalami kerusakan pasca-gempa yang terjadi di Seririt. Selanjutnya pada tahun 1984, restorasi sempat dilakukan pada bagian tembok penyengker.

Terakhir restorasi dilakukan pada tahun 1922, dengan memperbaiki bagian candi bentar.

“Sekarang yang restorasi tembok penyengker-nya dan beberapa bagian ukiran di paduraksa juga sudah mulai keropos,” ujarnya.

Ia menegaskan proses restorasi itu dilakukan secara hati-hati. Sebab banyak relief unik di bagian paduraksa.

Seperti burung kakak tua, tokek, ikan, cicak yang sedang bersenggama, hingga kuda bersayap.

Secara niskala hewan-hewan yang ada dalam relief itu, diyakini pernah hidup di sekitar Pura Agung Menasa.

Untuk proses restorasi itu, Wahyu menyebut anggaran yang dihabiskan tak sedikit.

Kebutuhan dana tak kurang dari Rp 1 miliar. Kebutuhan biaya itu didapat dari dana punia krama, hingga dana bantuan sosial.

Sementara itu, Kasi Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Buleleng Kadek Widiastra mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali dan Balai Arkeologi Denpasar.

Peneliti dari BPCB Bali sudah sempat datang melakukan pemantauan proses restorasi. Sementara peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, rencananya akan datang dalam waktu dekat ini.

“Yang masih menjadi ganjalan krama di sini kan soal sejarah pura. Mudah-mudahan dengan kedatangan para ahli, bisa ada jalan untuk mendapat sejarah seperti keinginan masyarakat,” kata Widiastra.

SAWAN  – Pura Agung Menasa kini tengah direstorasi. Pura yang diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-9 masehi itu,

kini menjalani perbaikan pada bagian tembok penyengker dan relief-relief yang mengalami kerusakan.

Pura Agung Menasa merupakan salah satu peninggalan sejarah di Buleleng yang telah berusia lebih dari satu millennium.

Pura itu merupakan saksi bisu keberadaan Kerajaan Menasa. Kerajaan ini berkuasa di sebagian besar wilayah Bali Utara.

Seiring berjalannya waktu, sejumlah bagian pun mengalami kerusakan. Pengempon pura pun sepakat melakukan restorasi.

Meski belum ditetapkan sebagai cagar budaya, upaya perbaikan yang tak memerhatikan kaidah-kaidah kebudayaan, dikhawatirkan mengubur kisah dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

Ketua Panitia Restorasi Pura Menasa, Putu Wahyu Pertama mengatakan, upaya restorasi itu sudah menjadi kesepakatan krama.

Dalam proses restorasi itu, pekerja sempat menemukan gerabah yang diduga berasal dari Tiongkok.

Gerabah itu ditemukan terkubur pada kedalaman 1,5 meter di sebelah barat pura. Gerabah berbentuk batu padas itu bertuliskan “Namotasa Harhoto Sama Shambodasha”.

Tulisan itu berarti Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Kesempurnaan. “Rencananya ini kami akan sampaikan

ke Balai Arkeologi Denpasar, biar bisa diteliti. Sehingga kami juga paham, ini maknanya apa,” kata Wahyu.

Lebih lanjut dijelaskan, upaya restorasi itu bukan pertama kali dilaksanakan. Seingat dirinya, upaya restorasi pertama kali dilakukan pada tahun 1976.

Saat itu beberapa bagian pura mengalami kerusakan pasca-gempa yang terjadi di Seririt. Selanjutnya pada tahun 1984, restorasi sempat dilakukan pada bagian tembok penyengker.

Terakhir restorasi dilakukan pada tahun 1922, dengan memperbaiki bagian candi bentar.

“Sekarang yang restorasi tembok penyengker-nya dan beberapa bagian ukiran di paduraksa juga sudah mulai keropos,” ujarnya.

Ia menegaskan proses restorasi itu dilakukan secara hati-hati. Sebab banyak relief unik di bagian paduraksa.

Seperti burung kakak tua, tokek, ikan, cicak yang sedang bersenggama, hingga kuda bersayap.

Secara niskala hewan-hewan yang ada dalam relief itu, diyakini pernah hidup di sekitar Pura Agung Menasa.

Untuk proses restorasi itu, Wahyu menyebut anggaran yang dihabiskan tak sedikit.

Kebutuhan dana tak kurang dari Rp 1 miliar. Kebutuhan biaya itu didapat dari dana punia krama, hingga dana bantuan sosial.

Sementara itu, Kasi Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Buleleng Kadek Widiastra mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali dan Balai Arkeologi Denpasar.

Peneliti dari BPCB Bali sudah sempat datang melakukan pemantauan proses restorasi. Sementara peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, rencananya akan datang dalam waktu dekat ini.

“Yang masih menjadi ganjalan krama di sini kan soal sejarah pura. Mudah-mudahan dengan kedatangan para ahli, bisa ada jalan untuk mendapat sejarah seperti keinginan masyarakat,” kata Widiastra.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/