DENPASAR – Perjuangan komponen masyarakat Bali supaya RUU Provinsi Bali disahkan sepertinya belum mulus.
Pasalnya, usulan RUU se-Indonesia mencapai 300 usulan. Sedangkan yang masuk prolegnas (Program Legislasi Nasional (Prolegnas) hanya 50 usulan.
Hal tersebut terungkap saat kunjungan kerja pimpinan dan anggota BULD DPD RI di DPRD Bali Jumat (6/12) lalu. Salah satunya yang hadir adalah anggota DPD RI dapil Bali Made Mangku Pastika.
Seperti diketahui, pada saat ini Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali,
Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang masih berdasar pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
Materi dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan Koster sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan jaman dalam pembangunan daerah Bali.
Made Mangku Pastika optimis untuk menggolkan RUU Provinsi Bali minimal 2020 atau maksimal 2021 masuk prolegnas.
Yang jelas lampu hijau sudah didapatkan dari Mendagri. Senin besok Kemendagri diminta membawa surat ke DPR.
Yang jelas secepatnya harus diganti, sebab aturan yang sekarang sudah tidak relevan dengan tahun 1958 saat Provinsi Bali terbentuk.
“Dasarnya itu segi yuridis harus diganti. Kita menjaga dan kelestarian dan tradisi kita biar tidak rusak. BULD seperti saya katakan bisa bejuang kementerian dan DPR.
Pembahasan undang undang tipartit, DPR, pemerintah, DPD ikut apa lagi yang menyangkut otonomi daerah menyangkut daerah DPD punya kewenangan,” ucap mantan Gubernur Bali ini.
Sementara itu, Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama menambahkan bahwa RUU Provinsi adalah permintaan komponen masyarakat Bali. Apalagi Jokowi menang 92 persen di Bali.
“Kita berharap segara diperbaiki sehingga ada pengakuan akan pariwisata berbudaya dan keunikan budaya. Kita nggak berlebihan dukungan 92 persen.
Kita tidak minta aneh-aneh, kita hanya ingin ada pengakuan pemerintah pusat terkait potensi budaya yang kita punya,” pungkas politisi PDIP ini.